Izumi melirik pintu. Mendengkus malas. Ini sudah dua jam lebih sejak ia sadar, dan tidak ada kegiatan apa pun yang bisa dia lakukan selain tiduran di ranjang.
Itachi, lelaki jangkung super misterius itu meninggalkannya sendiri. Membuatnya kesal setengah mati. Tidak ada buku untuk dia baca, atau sesuatu berguna yang bisa menghilangkan rasa suntuknya.
Apa yang harus dia lakukan?
Keluar kamar dan pergi jalan-jalan?
Belum tentu aman. Dia tidak terlalu mengenal tempat ini. Tapi, jika terus berdiam diri begini, rasanya juga tidak betah.
Menyebalkan! Membosankan!
Tidak ada tanda-tanda Itachi akan kembali ke kamar. Izumi melirik pintu sekali lagi. Menghela napas, kali ini dia memutuskan bangun dari posisi rebahan. Masa bodoh dengan peringatan sialan Itachi. Dia bisa tertidur lagi jika terus bergelut dengan pikirannya.
Melangkah gontai, Izumi mengabaikan kepalanya yang masih berdenyut pusing. Meski bekas gigitan Itachi sudah membaik, tapi lukanya kadang masih terasa.
Pelan, pintu di hadapannya ia buka agak lebar.
Tidak dikunci.
Itachi… benar-benar tidak ada niat untuk mengurungnya, ya?
Izumi membuang napas lega.
Lorong di depannya benar-benar sepi.
Memantapkan hati, ia buru-buru menutup pintu usai keluar dari ruangan yang mengurungnya selama hampir semalaman penuh. Mulai berjalan santai menyusuri koridor yang saling menghubungkan satu ruangan dengan ruangan lainnya.
Banyak pintu, sesuai jumlah ruangan yang sudah dia lewati. Cat-cat pembungkus dinding ada yang mulai pudar dan sedikit mengelupas. Tidak ada ornamen menarik. Netra Izumi bergulir, kembali menatap lurus ke depan.
Izumi harap, kenekatannya kali ini tidak akan membuat dia tersesat.
Kalau dilihat-lihat lagi, mansion Itachi memang cukup besar. Bentuk koridor dan jarak pintu di setiap ruangannya saja mampu membuat Izumi berdecak kagum. Dengan temboknya yang lebih dominan warna putih gading.
Izumi tidak sadar, jika langkahnya telah jauh dari kamar Itachi. Sampai sebuah suara, memaksanya menghentikan langkah.
"Hmm, mungkin kau benar?"
Samar sekali, meski Izumi masih bisa menangkapnya dengan jelas. Dia yakin, suara itu tidak cukup jauh dari tempatnya berdiri saat ini.
Siapa?
"Ya, mungkin saja."
Mata Izumi menajam, dahinya mengerut. Langkahnya mulai mendekat ke sumber suara. Ada satu ruangan yang pintunya dibiarkan terbuka. Instingnya mengatakan, jika ruangan itulah yang seharusnya dia tuju.
Apa ada orang lain selain Itachi dan dirinya di sini?
Tapi, siapa? Musuh yang sedang bersekongkol menyarinya, kah? Tidak, tidak mungkin. Izumi menggeleng pelan. Itachi tidak mungkin membualinya.
Sekalipun terbuang, Itachi tetaplah seorang shinobi. Tidak peduli dari mana dia, shinobi yang sudah berjanji harus bisa memegang perkataannya, apa pun yang terjadi.
"Dia sepertinya menarik,"
Apanya yang menarik?
"Ya, sangat menarik untukku. Entah sudah berapa lama aku tidak melihat manusia di tempat itu, selain kita sendiri dan dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐵𝑙𝑜𝑜𝑑𝑦 𝐴𝑛𝑖𝑚𝑜𝑠𝑖𝑡𝑦
FanfictionTentang Itachi dengan segala rahasianya. Tentang Izumi dengan semua dendam dari masa lalunya. Tentang pelarian Shisui, dan pengejaran ketiganya terhadap Danzo. Mereka tidak menyangka jika jalan yang mereka pilih malam itu akan menimbulkan kekacauan...