2. Mengintip Masa Lalu

123 70 72
                                    

Bagian dua

Ketika kau jatuh cinta lalu kau berpisah, itu seperti sebuah luka yang dapat dihilangkan. Tapi luka itu selalu meninggalkan bekas.
***

Diluar hujan, namun suasana di kelas terasa panas. Jessy teman sebangku Adrina terus menggerutu sebab luruh peluh bercucuran. Ditambah soal matematika yang susahnya tingkat dewa.

"Heu.. ini soal apa es batu? Kok sama-sama bikin ngilu." dengus Jessy sebal. Jessy mengipasi tubuhnya dengan buku pelajaran matematika. Jessy merasa pusing melihat soal yang penuh dengan angka.

"Tenang aja, aku udah selesai. Gausah kode-kode gitu juga aku udah peka." kekeh Adrina melihat Jessy yang tak bisa diam ditempatnya.

"Sumpah demi apa, dari orok sampe sekarang aku gak pernah bisa matematika. Iya deh Adrina yang baik nan menggemaskan ini."

"Ya gitu, muji kalo ada maunya." ucap Adrina memanyunkan bibirnya. "Udahlah aku keluar dulu ya mau beli gorengan."

Adrina berjalan pelan menuju kantin. Sejenak ia mencoba melepas penat. Pandangannya tertuju pada brosur di mading. "KREASI KOMIK HARI PERS NASIONAL". Ia membaca kata demi kata dengan teliti dalam brosur tersebut. "Boleh juga, siapa tau jodoh." batin Adrina sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Nenek Gayung, Kakek Cangkul, mimi peri, Hana Anisa!" umpat Adrina karena terkejut ada sosok laki-laki berdiri di belakangnya.

Tapi bukan karena itu, ia terkejut karena ia mengenal sosok yang kini berdiri hanya berjarak satu jengkal di hadapannya. Ingin Adrina hentikan waktu saat itu juga. Berharap waktu berjalan lambat.

Masih sama matanya yang teduh menggetarkan Adrina. Bibirnya kelu mengais setiap kata yang hanyut tersapu rindu. Senyumnya sayu merapal lagu sendu.

Sejenak manik mata keduanya bertemu bertatapan. Seakan ada suara yang tak sampai pada kata.

"Kak Gandi." panggil Adrina lirih. Adrina menahan mendung hitam yang meringkuk dipelupuk matanya.

Saat ini, Adrina ingin diam. Mulutnya beku membisu tanpa kata.

"Adrina??" Gandi menarik nafasnya dalam-dalam mencoba mengembalikan kesadaran yang menguap bersama ketidakpercayaan.

Hati Adrina berdesir melihat sosok laki-laki yang kini berdiri di hadapanya. Ingatan tentang masa lalu menerjang hebat meluluhlantahkan benteng kuat yang dibangun Adrina selama ini.

"I'm really miss you." desah Adrina suaranya tak beraturan.

Adrina kemudian menjatuhkan kepalanya ke dada Gandi. Adrina ingin memungut detik demi detik rindu yang ia lepaskan hampir 10 tahun lamanya.

10 tahun yang lalu~

"Om.. om.. kalau Adrina nanti udah gede, bolehkan jadi istri Gandi? Kayak ayah sama bunda." celoteh Gandi pada Tegar dengan wajah polos dan senyum berseri.

"Boleh lah, tapi kamu harus sukses dulu ya! Dan janji buat jagain Adrina." jawab Tegar sambil mengelus pucuk kepala Gandi. "Karena om ingin yang terbaik untuk Adrina." jelas Tegar.

Sang fajar seolah mengintip dari balik topengnya. Menerbangkan angan bersautan dengan lirih angin menyingkap sang surya. Pagi itu Adrina terisak menangis bagai kaset kusut.

Melancholy MissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang