Bagian Tujuh
Mungkin kamu hanya belum pernah jatuh saat sedang bersungguh-sungguh
***"Bengong aja, kenapa?" tanya Gandi membuyarkan lamunan Adrina.
"Bosen di rumah, Ayah lagi sibuk banget." jawab Adrina meniup-niup poninya.
Gandi mengacak rambut Adrina gemas. Tingkahnya masih sama seperti 10 tahun yang lalu. Gandi tak dapat menahan tawanya melihat wajah Adrina seperti nenek sihir.
"Kenapa ketawa?" decak Adrina.
"Itu rambut kek sarang burung, muka udah kek baju owolan 10 ribu tiga. Jelek banget sumpah." tawa Gandi meledak.
"Oh, gitu ya?" wajah licik Adrina tergambar jelas dengan senyum miringnya. Dengan cepat Adrina mengelitiki tubuh Gandi tanpa ampun. Sampai tangan Adrina menyentuh dada kiri Gandi, ia dapat merasakan dengan pasti detak jantung Gandi.
"Kenapa diem?" Gandi makin merapatkan tangan Adrina pada dadanya. "Masih aja ya nggak berubah."
"Enggak lah, halu kamu!" Gandi menarik tubuh Adrina dan merangkulnya. Gandi menjitak kepala Adrina tanpa ampun.
"Udah gede jangan nangisan, jangan sakit, dan jangan baperan!" ucap Gandi.
"Iya, jangan sering PHPin orang juga ya." balas Adrina sambil melirik Gandi dengan ekor matanya.
"Aku setia dek yakin deh aku bukan buaya." kekeh Gandi. "Haus dek, ambilin minum dong."
"Ambil sendirilah, tau jalan kan? Udah PW nih."
"Ambilin lah, tamu adalah raja."
jawab Gandi menyenggolkan tubuhnya pada Adrina."Ihhh!!!" erang Adrina menatap Gandi dengan mata melotot. Dengan sangat terpaksa Adrina menuju dapur mengambil 2 cangkir teh cappucino. Kopi yang cocok untuk orang yang suka keindahan sekaligus kelembutan.
"Bingung dek kalo udah kelas XII gini." Gandi menghembuskan nafasnya panjang.
"Kenapa?" tanya Adrina.
"Kalo mau lanjut mau lanjut kemana, kalo nggak lanjut mau jadi apa coba."
"Jadi diri kakak sendiri lah, masak mau jadi spiderman." kekeh Adrina.
"Auk ah -_-"
"Jadilah seauatu yang kakak suka. Kakak suka gitar dan musik kan? Yaudah, jadiin hobi kakak itu pekerjaan. Jadi musisi bisa kan?"
"Pasti ayah sama bunda nggak setuju. Mereka dukung hobi aku, tapi kalo jadi pekerjaan kayaknya enggak deh."
"Belom kakak coba kan? Orang tua pasti luluh kalo anaknya bersungguh sungguh."
"Iyalah, kamu anak perempuan sedangkan aku laki laki. Aku punya kewajiban yang besar buat keluargaku nanti." Gandi menatap lurus ke depan.
Keduanya terdiam, hening meresap di seluruh ruangan. Sisa ampas kopi terendap di dasar cangkir. Keduanya masih berkutat pada lamunan masing masing.
"Masa SMA adalah masa dimana kita mencari jati diri kita. Mungkin berat untuk menemukan jalan yang sesuai dan butuh waktu lama. Tapi aku yakin sesuatu yang kita perjuangkan dengan sekuat tenaga itu pasti akan memberi kepuasan dimasa depan." ucap Adrina.
"Kenapa kamu bisa seyakin itu?" tanya Gandi yang tak puas dengan pejelasan Adrina.
"Karena usaha tak pernah mengkhianati hasil. Dan aku akan berjuang untuk sesuatu untuk masa depan yang harus aku perjuangkan." jelas Adrina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melancholy Miss
Teen FictionSuaranya tetap sama, sama sama sendu. Alunan nadanya beriringan dengan tetes hujan. Tenang namun menyakitkan. Ingat saat kita saling menggenggam erat jari jemari. Takut saling melepaskan. Kini hujan datang lagi. Memunculkan kembali kenangan yang ter...