That Smile - Lee Daehwi

2K 184 12
                                    

Pagi begitu terik.

Aku dan daehwi sudah sibuk dengan beberapa uang receh. Kami sedang mengamen, berusaha mengunpulkan pundi-pundi uang untuk membeli sesuatu yang benar-benar impianku.

Tiket konser.

Daehwi sedang sibuk mengatur kunci senar. Aku menghitung jumlah uang.

Ia bersenandung dengan indah dan luwes. Membuatku tak sanggup untuk menolak keindahan suaranya, ditambah petikan gitar nan lihay.

"Hey, nenek kusut!" Panggilnya.

Aku menoleh.

"Ini untukmu," katanya lagi.

Ia melemper sebuah benda didalam kota. Aku segera menangkapnya.

Lightstick?

"Daehwi! Aaaa! Kau memang sahabat terbaikku," aku memeluk lighstick itu dengan wajah sumringah.

aku senang bukan main. pasalnya aku memang tak memiliki lightstick. Harganya cukup mahal, membuatku berpikir berkali-kali untuk membelinya.

"Bagaimana?" Tanyanya.

"Bagaimana apanya? Ini hebat. Dapat dari mana? Kau tidak mencurinya kan? Ayo jawab!" Cerocosku.

Daehwi mendecih.

"Hei bodoh! Itu hasil kerja kerasku, kau menuduh yang tidak-tidak. Kalau begitu kembalikan." Balasnya seraya menarik benda itu.

Aku menahannya dan membuat aegyo.

Ini adalah senjata andalanku. Aegyo.

Daehwi melepaskan tangannya, kemudian memutar bola matanya malas.

"Dasar,," gumamnya.

Kami mengamen hingga pukul 4 sore.

Sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini. Namun Daehwi lah yang membagi ide gila sekaligus cemerlang seperti ini.

Jujur, suaraku sangat pas-pasan. Bahkan tak layak disebut seperti bernyanyi. Tapi Daehwi yang melakukan itu. Astaga ia sanggup bernyanyi berjam-jam.

Aku tak tega melihatnya bekerja keras untukku. Hanya demi sebuah kertas konser.

Namun mengingat janjinya. Ia benar-benar memegang teguh ucapannya.

Hidupku itu untuk membuat sahabatku tersenyum. Apa kau keberatan?

kalimat itu yang hampir selalu kudengar jika daehwi sedang melihatku murung.

Bukankah aku yg harus melakukan itu juga padamu?

Ia sudah tak memiliki sosok ayah, dan jauh dari ibunya. Tinggal sendiri disebuah tempat kost. Hidup mandiri dengan segala keterbatasan yang ia hadapi.

Bagaimana mungkin ia menjadi orang pertama yang ingin melihatku selalu tersenyum dan baik-baik saja?

Aku bahkan sering tak mengenalinya, ia terlalu sering memasang topeng untukku. Menyembunyikan kegelisahan dan gundah yang ada diotaknya.

Ia terlalu kuat. Aku tak bisa menahannya.

"Aku rasa kita batalkan saja nonton konser itu,"

Daehwi langsung menyemburkan minumnya kedepan.

Aku terkekeh melihat ekspresinya.

"Ap-apa maksudmu?!" Ia terlihat terkejut.

"Entahlah, aku rasa sebaiknya aku memikirkan hal yang lebih--"

"Penting?" Potongnya. Aku tersenyum dan mengangguk.

"Ck, ayolah. Itu impianmu kan? Sejak kapan impian menjadi hal tak penting?" Katanya.

IMAGINE🍭Wanna oneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang