24/12/17
Bunyi bel di atas pintu toko menjadi salah satu yang menyambut kedatanganku sore itu. Jung Hoseok yang tadinya berada di balik counter bergerak secepat kilat untuk menarikku masuk ke dalam ruang pribadinya. Ia memperhatikan jalanan di luar jendela, dan wajahnya benar-benar menampakkan kekhawatiran yang begitu kentara.
"Kau diantar si brengsek itu lagi?" Sambil mencengkram kedua bahuku ia bertanya. Mata jernihnya masih mencari-cari sosok itu, meski akhirnya menyerah dan mempertemukannya dengan milikku.
"Jawab aku, Bi. Kau diantar si brengsek itu lagi?"
Serius, Hoseok benar-benar terlihat seperti orang yang sedang menjadi buronan dan eksistensinya sudah tercium oleh si pelacak. Padahal aku yang merasakan, tapi tingkat kekhawatirannya jauh lebih tinggi.
"Iya, kenapa memangnya?"
Mendengar jawabanku lelaki berambut merah terang itu melepaskan cengkramannya lantas mulai mondar-mandir di dalam ruangannya.
"Gawat, ini gawat... kau sudah di incar, Bi."
Sementara itu aku memperhatikannya dengan kening berkerut bingung. Hampir seminggu ini lelaki bernama Kim Taehyung itu memang mengantarku pulang. Kami berkenalan di kedai ddeokbeokki dekat kampus dan terlibat dalam obrolan seru yang berlanjut hingga hari-hari kedepan. Firasatku sih ia seakan sedang mencoba mendekatiku.
Tapi ada apa sih memangnya dengan seorang Kim Taehyung hingga Jung Hoseok memanggilnya brengsek?
Bagai bisa membaca pikiranku Hoseok kembali membuka suara. "Kim Taehyung itu playboynya Gwacheon, Bi. Hampir semua gadis yang lewat di depan tokoku pernah berhubungan dengannya."
"Tapi dia baik..."
"Itu kedok di depan orang-orang. Memangnya aku tidak tahu?!" potong Hoseok dengan nada yang terdengar lebih tinggi dari biasanya. "Dengar. Jika kau ditanyai apakan kau suka menonton film, katakan padanya jika kau lebih suka membaca buku."
Aku menatapnya bingung. Pernyataannya sangat tiba-tiba, dan jujur saja terdengar konyol. "Kenapa?"
"Dengan begitu kau bisa menghindar, dasar bodoh. Itu jebakan dari si brengsek itu. Laki-laki sepertinya tidak akan suka menghabiskan waktu dengan membaca buku atau kegiatan literasi lainnya."
"Tahu darimana kau?"
Ketika Hoseok menjawabnya dengan sebuah kata singkat yang bagiku terdengar menyebalkan, aku memukul bahunya. "Aku kan sudah pernah bilang, jangan percaya dengan feeling..." omelku.
"Lalu kau mau melakukan apa? Menerima tawarannya untuk menonton bersama lantas berakhir mabuk dan pergi ke hotel?"
Amarah Hoseok meledak, dan biasanya itu bukan pertanda baik. Sementara ia mengontorol emosi dengan mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan sambil mengusap wajah—ia benar-benar terlihat frustasi—aku menghela nafas dan berbalik untuk memunggunginya sesaat.
"Kalau begitu..." ia memecah keheningan. Suaranya terdengar ragu dan yakin di saat yang bersamaan. 50 : 50.
Aku menunggunya untuk melanjutkan.
"Kalau begitu bilang padanya kau bersamaku."
"Apa?"
Mulutnya terlalu cepat mengatakan serangkaian kata itu.
Ia menghela nafas. "Bilang padanya kau bersamaku," ulangnya. "Beritahu ia kalau kita berkencan." []
Mabuk pewangi mobil aku ini nulis apa haaa...
Btw akhirnya nulis VHOPE meski bangtaenya kubikin begitu.
Maafkan tata jangan baper oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIVIA ○●
FanfictionKumpulan jeritan tangan (draft) This used to be a part of Challange :: 25 Days of Flash Fiction