05 :: PARK JIMIN

268 40 9
                                    

27/12/17

Manusia itu... makhluk yang benar-benar mengerikan. Bahkan yang baik sekalipun didalam hatinya belum tentu demikian. Sifat egois, pembohong, licik, tamak, bahkan sadistis seakan melekat dalam tubuh. Diam-diam mengambil alih selagi pemilik sama sekali tak memiliki ide akan apa yang terjadi.

Beberapa memang sadar, tapi tak acuh dan membiarkannya berkembang hingga menjadi penyakit di masyarakat. Beberapa lagi tidak menyadarinya, terbalut dalam kebaikan yang ada hingga orang banyak tertipu dan terjerat.

Sejauh ini, tipe orang yang Seulbi teliti kebanyakan memiliki sifat egois yang menyebalkan. Tidak tahu diuntung padahal sudah ada yang ingin membantu. Dirinya seringkali berusaha menghindar, mencari aman untuk tidak terlibat walau nyatanya manusia pasti selalu hidup bergantungan.

Kerja kelompok.

Dari namanya saja Seulbi sudah membencinya. Para pengajar berkata itu untuk mempermudah pelajaran, tapi yang ada hanyalah penyiksaan batin yang terlampau sakit.

Katanya kerja kelompok dikerjakan bersama-sama, bahu-membahu untuk mencapai sebuah kesuksesan bersama. Tapi kenyataan yang terjadi adalah sebuah kelompok berisi paling banyak dua penggerak, dua pengikut yang memiliki niat meski ogah-ogahan, serta sisanya orang-orang yang tak acuh dan hanya memberatkan beban kelompok. Si penitip nama yang menunggu semua beres.

Sialnya Seulbi termasuk golongan yang pertama. Merasakan tekanan batin tak terkira selama metode belajar sialan itu dijalankan, apalagi ketika ternyata anggota kelompoknya terdiri dari orang-orang golongan ketiga yang ia bilang sangat tidak tahu diri.

Seperti kelompok bahasa Indonesianya.

Setelah keluar dari ruangan yang terasa seperti ruang penghabisan itu, Ia berjongkok di samping pintu masuk. Jiwanya seakan lepas, dan ekspresi wajahnya memperlihatkan keadaan shock yang sangat kentara. Lama ia menatap kosong sebelum akhirnya menyembunyikan wajah diantara kedua lengan, menahan tangis.

Ini yang ia benci dari kerja kelompok.

"...orang-orang sialan. Kalau saja semua bekerja pasti tidak akan jadi seperti tadi. Kalau Jihyun tidak pergi, Yoonjung tidak sibuk dengan salonnya serta semua aktif, presentasi tadi..."

Damn it.

"Jangan menyalahkan orang lain hanya karena kau terlalu lemah untuk menyalahkan diri sendiri. Itu memuakkan."

Gadis itu mengangkat kepala demi melihat presensi Park Jimin yang berdiri dihadapannya. lelaki brengsek itu.

Seulbi berdecih. "Coba tolong pikirkan kata-katamu lagi, Park. Kurasa itu tidak cocok untuk kau lontarkan padaku."

"Tidak, tidak. Kurasa aku benar. Orang sepertimu selalu menyalahkan keadaan orang lain karena berada di posisi ketiga."

Mendengar itu Seulbi segera bangkit dengan mata memincing. "Benarkah? lalu kau pikir siapa orang yang berusaha menggerakkan tim namun diabaikan sehingga terpaksa bekerja sendirian? Siapa orang yang disalahkan guru karena segala kesalahan yang terjadi dalam bahan presentasi tadi? Siapa yang dimarahi karena kelompoknya dianggap lalai dan tidak becus? Aku! Jadi tutup mulut sialanmu itu karena sebanyak apapun aku menyalahkan orang lain, semuanya pasti berujung padaku. Lantas menurutmu seberapa lemahkah aku?"

Setelah menumpahkan segalanya gadis berkacamata itu mendorong Jimin yang bergeming sebelum melangkah pergi dengan airmata yang tertahan.

Manusia itu... Seulbi kehabisan kata untuk mendeskripsikannya lebih dalam.[]











Apaan sih.

Btw pesan moral dari cerita nggak jelas ini :

1. Jadi penggerak itu nggak mudah.

2. Walau bukan penggerak seenggaknya jadilah orang golongan kedua, bukan mereka yang numpang nama dan terima jadi. Tahu diri dikit.

Dah lah jadi curhat. Padahal orang-orang yang mau kusindir nggak akan baca ini.

TRIVIA ○●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang