25/12/17
Kuberi tahu saja. Laki-laki dan pikirannya itu benar-benar berbahaya. Dibalik sifat kalemnya, ketenangan yang ada, latar belakang yang terpelajar atau apapun itu, laki-laki pada dasarnya sama. Dan gagasan itu juga beraku pada kakak laki-lakiku, Kim Namjoon. Jenius begitu otaknya benar-benar mesum.
Meski diam aku tahu dimana ia menyimpan koleksi majalah pornonya, folder hewan* tempat video hasil unduhannya, juga kebiasaannya menonton sendiri atau bersama teman-temannya. Benar-benar kotor.
Aku bahkan pernah tidak sengaja memergoki komplotan mesum itu sedang menonton bersama saat kelas delapan dulu. Dipikirkan saja sudah gila, kejadian sebenarnya lebih gila lagi.
Ketika aku membuka pintu kamar yang tidak dikunci untuk menawarkan jus serta kudapan lainnya atas perintah itu, ketujuh laki-laki itu berseru panik. Kerusuhan kecil terjadi, dimana tiga diantaranya berusaha mematikan televisi besar di dalam kamar, dua lagi menutupi sesuatu—entah apa aku tidak begitu memperhatikan—serta Namjoon dan Seokjin yang menghampiriku.
"Oppa... sedang menonton apa?"
Aku mengingat Seokjin yang tersenyum lebar berusaha menyembunyikan panik dan bingung yang sebenarnya kentara serta Namjoon yang mengatur nafas sebelum mengalungkan tangannya pada pundakku seraya menggiringku keluar.
"Oppa sedang mengerjakan tugas biologi," jelasnya lantas tersenyum.
"Bab apa? Reproduksi?"
Wajahnya terlihat begitu kaget, hingga aku menyimpulkan bahwa ia pasti menelan ludah sendiri. Dia pikir aku mudah dibodohi?
"Bu...bukan... bukan seperti itu..." Namjoon mengusap wajahnya gugup. "Kau kembalilah ke dapur, letakkan saja nampannya di depan kamar."
Sebelum ia kembali menggiringku ke dapur, aku bergerak cepat menuju pintu kamarnya, memperlihatkan kepalaku sebentar lantas berseru, "Bersenang-senanglah para Oppa, selamat mengerjakan tugas biologinya. Ah, Jangan lupa kunci pintunya. Oke?"
Setelah kejadian itu mereka selalu mengunci pintu kamar. Kurasa image yang dimiliki langsung jatuh dan menghilang akibat terinjak-injak fakta yang ada. Padahal tadinya aku sudah menyukai Jungkook. Taehyung dan Jimin juga terkenal di sekolahku. Jangan lupa Yoongi yang dingin, Hoseok yang selalu bersemangat serta Seokjin yang menurutku lebih cocok menjadi kakakku daripada Namjoon itu.
"Nami, tolong bangunkan kakakmu!"
Ah, kebiasaan pagi itu.
Sambil mengomel sebal aku melangkahkan kaki ke dalam kamar gelapnya. Raksasa itu masih terlelap begitu dalam di balik selimut putih yang menggumpal, dengan boneka-boneka ryan koleksinya yang sudah seperti gunung.
Hal pertama yang kulakukan adalah mengingkap tirai yang kemudian mengizinkan cahaya mentari pagi untuk menerangi kamar. Jendela kamar kubuka lebar-lebar sementara pemanas yang ada lebih dulu kumatikan. Baru setelah itu aku berkacak pinggang menatap wajah tidur itu.
"Oppa bangun..."
Namjoon menggeliat pelan sebelum mengubah posisinya.
"Kim Namjoon, bangunlah..."
"...jangan pergi..."
Ya ampun. Biar kutebak. Ia pasti mengigau karena mimpinya.
"...aku memaafkanmu, karena itu jangan pergi..."
Tangannya tiba-tiba terangkat, seakan meraih sesuatu meski yang di dapat hanya kehampaan udara yang terasa dingin. Aku diam memperhatikan.
"...then kiss me..."
Aku mengernyit. Dia... tidak sedang bermimpi...
"...kiss me for the last time and please don't bite..."
Gila. Aku tanpa berpikir panjang melompat ke kasurnya lantas meraih lengan panjang itu dan menggigit tepat di bahu.
Tubuhnya tersentak kaget bersamaan dengan mata yang terbuka dan gerakan yang mencoba untuk menghindar. "Akh-sial! Kim Nami!"
"Cepat bangun, dasar mesum!"
Laki-laki itu memang berbahaya, kan?[]
Ini dua menit sebelum ganti hari. Takut besok nggak dapet sinyal lol aku lagi ngebolang.
Tadi mabuk pewangi mobil sekarang mabuk belerang makanya aneh :(
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIVIA ○●
FanfictionKumpulan jeritan tangan (draft) This used to be a part of Challange :: 25 Days of Flash Fiction