KISAH 6: SIAPA?(3)

164 79 27
                                    

Sudah satu minggu ibu Putri tak manampakkan batang hidungnya. Putri sudah menghubungi ibunya, dan dia mendapatkan jawaban yang sangat tidak memuaskan.

"Iya Sayang. Mama lagi sibuk, bentar lagi pulang kok."

Dan terus seperti itu, berulang-ulang ia mengucap akan pulang. Tapi tidak ada tanda-tanda akan kepulangannya. Kapan mereka punya waktu bersama? Seperti dulu...kapan?

Putri sedang berada di salah satu kafe dekat sekolahannya. Dia sudah meminta Mang Ujang untuk tak usah menjemput. Dan disini lah dia berakhir, di tengah keramaian dan kehangatan yang disugukan kafe sederhana ini. Putri memilih duduk di meja samping kaca besar, di luar sedang hujan dan Putri pastikan hawa di sana sangat dingin berbanding terbalik dengan ada di dalam sini.

Tadinya, Farel dan Anika mengajak Putri bermain ke rumah Anika. Tapi Putri menolak, yang saat ini ia butuhkan adalah sendiri dengan pikirannya. Putri tak ingin temannya melihat dia yang asik dengan pemikirannya sendiri. Itu akan sangat merusak suasana dan akan membuat akward.

Banyak yang Putri pikirkan, seperti siapa pria yang bersama ibunya? Siapa yang menelpon ibunya satu minggu yang lalu? Apa itu orang yang sama? Siapa nama remaja dengan senyum manis itu? Bisakah Putri bertemu lagi? Haruskah ia masuk ke OSIS?

Tentang OSIS, memang pendaftaran anggota baru sudah dibuka. Putri yang memang masuk disaat-saat akhir semester satu, langsung menerima tawaran menjadi anggota inti. Dia memang ingin, tapi takut tak bisa menjalanlan tugas dengan baik. Jadi dia masih memikirkan hal itu sampai sekarang. Anika dan Farel? Mereka sangat mendukung Putri, malah lebih condong kememaksa. Mereka bilang Putri pasti bisa dengam otak seencer bubur dan pembawaan Putri yang friendly  tapi berwajah kalem, menurut mereka Putri pasti bisa.

Bagaimana menurut mu Ayah?

Dan Putri kembali larut dalam lamunannya.

****

Azka memasuki kafe yang berada di ujung jalan. Hujan terlalu deras untuk ia tembus. Bukan, bukan karma ia tak mau bajunya basah. Hanya saja, ia tak mau leptop yang berada di dalam tasnya ikut mandi. Bisa repot urusannya.

Jadi ia memutuskan untuk berteduh, setidaknya sampai hujan tak terlalu deras. Azka menyesal tak mendengarkan bibinya yang sudah menyuruh untuk membawa payung. Jadi dia terpaksa harus berteduh dan mengeluarkan sedikit uangnya untuk membeli minuman yang berharga paling murah yang ada di sini. Agar tak terlalu nampak jika ia hanya ingin berlindung dari serangan pasukan air yang tengah terjun bebas ke bumi saat ini.  

Selesai memesan minuman, ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kafe. Tapi pandangannya terpaku pada gadis manis yang sedang menatap pemandangan dibalik laca kafe. Dia sangat cantik menurut Azka, dengan wajah kalemnya dan rambut yang dikucir tinggi menyisakan beberapa helah anak rambut yang membingkai wajahnya.

Puas memandangi gadis itu, ia juga baru menyadari bahwa hanya ada satu kursi yang kosong dan itu berada di depan gadis itu. Azka menghela napas lalu melangkah mantap ke arah gadis itu terduduk. Saat sampai di depan meja sang gadis, Azka berdehem kecil dan hal itu membuat sang gadis menoleh dengan mata membulat sempurna.

"Permisi, boleh saya duduk di sini? Bangku yang lain udah diisi, cuman yang ini yang kosong."

Tak ada jawaban dari sang gadis dan itu membuat Azka tersenyum canggung. Bagaimana tidak? Diperhatikan dengan intens oleh sepasang mata indah itu membuat Azka grogi setengah mati.

"Maaf, boleh saya duduk di sini?" Azka mengulang pertanyaannya, membuat Putri menggelengkan kepalanya.

"Eh..eh, bo, boleh....boleh kok," Putri meringis mendengar suaranya yang bergetar seperti bebek.

Kenapa harus keluar disaat seperti ini sih?! Malu-maluin aja, dan lagi, kenapa harus bebek? Aku gak suka bebek!

Putri masih merutuki suaranya yang sangat tidak keren dan itu membuat wajahnya menjadi datar, sedatar triplek. Azka menyadari perubahan wajah Putri yang sedikit menyiratkan kekesalan, memaksa Azka berpikir dialah penyebab kekesalan gadis ini. Yang sebenarnya tak ia tahu, kekesalan Putri berasal dari hal berbau bebek!

"Kalo kamu keganggu, saya bisa pindah tempat."

Putri terkejut saat mendengar suara Azka, Putri lupa jika sekarang Azka sudah duduk tepat di depannya. "Hah? Apa? Eh, maksudnya...tadi ngomong apa ya? Maaf gak denger," Putri kembali menampilkan senyumnya, bukan senyum manis, tapi senyum canggung yang sangat aneh.

Azka yang melihat tingkah konyol gadis di depannua ini hanya bisa terkekeh kecil. Lucu. Itu yang dipikirkan Azka tentang gadis ini.

"Azka," Azka mengulurkan tangannya ke depan.

Putri mengedipkan matanya beberapa kali, membuat tangan pemuda di depannya ini menggantung di udara cukup lama. Saat baru menyadari maksudnya, Putri langsung menyambar tangan yang terulur ke arahnya itu dengan cepat dan membuat Azka sedikit terkejut akan perlakuan Putri.

"Sovi," Putri menyebut namanya, persis seperti apa yang dilakukan Azka sebelumnya.

Putri merutuki semua tingkah bodoh yang dia lakukan berturut-turut. Kenapa ia mendadak bodoh? Kemana otak cerdas yang selalu dibanggakan keluarganya selama ini? Kemana?! Sedangkan Azka hanya terheran-heran dengan sikap Putri yang cepat berubah. Karna perempuan ya? Lagi dapat hadiah? Azka hanya bisa maklum jika semua itu benar, perempuan akan sangat sensitif jika dalam masa itu.

"Lagi ada masalah ya?" Azka membuka percakapan diantara mereka setelah beberapa saat hanya ada keheningan yang mengisi.

"Gak juga, cuman kurang fokus aja."

"Kalo gitu, minum air putih jangan latte."

"Emang kenapa?"

"Kayak diiklan tv loh...kalo kurang fokus, ada AQUA?"

"Promosi Bang?"

"Iya Neng, mau beli? Dipotong setengah harga."

"Hahaha.....ada-ada aja sih, ya ampun," Putri terkekeh kecil dengan percakapan konyol yang baru saja mereka lakukan, sangat tak berfaedah.

"Jadi Sovi, beneran gak ada masalah? Bisaloh tak bantu."

"Maaf ya Bang, kamu itu orang asing tau. Mana bisa langsung cerita ke orang asing."

"Jadi, kalo udah temenan bukan orang asing lagi kan? Mau temenan?"

Putri sedikit tertegun dengan ucapan Azka. Teman? Tentu saja Putri mau! Sangat malah! Tapi, apa ini tak terlalu cepat? Mereka baru saja berkenalan? Eh tunggu, kan bukan pacaran.

"Boleh deh kalo Abang mau, Neng juga mau kok!"

"Jangan panggil Abang dong, umurku masih tujuh belas tahun tau! Baru kelas dua belas!"

"Apanya yang baru? Kalo kelas sepuluh, itu namanya baru, Abang."

"Serah kamu aja lah Sop," Azka meminum coklat panas yang tadi ia pesan tanpa tahu perubahan yang terjadi pada wajah Putri.

"Tadi Kakak panggil aku apa?"

"Hah? Panggil kamu? Sovi kan?"

"Bukan! Bukan Sovi, tapi Sop. Ya kan? Ngaku!"

"Masa sih? Iya kali," Azka hanya bisa terkekeh melihat perlakuan Putri yang berbanding terbalik dengan wajahnya. Tak bisa menilai orang dari tampilannya ya? Azka baru kali ini tak bisa menebak sifat manusia dari tampilan.

Mereka terus berbicara tanpa ada rasa canggung, seperti teman lama yang bertemu kembali. Terus sampai mereka tak menyadari hujan yang telah reda dan malam yang semakin larut. Mereka tetap tenggelam dalam pembicaraan mereka.

****
Jangan lupa vote komen ya teman!

Makasih

KISAH MANIS DIBALIK HUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang