KISAH 7: SIAPA? (4)

170 76 26
                                    

"Kalo menurut aku sih, kamu ya ikut aja. Otak pinter kenapa gak dipake, toh kamu juga mau punya banyak temen kan? Gak ada salahnya dong."

Pada akhirnya Putri menceritakan apa yang ia pikirkan, tentang OSIS. Tak mungkin ia menceritakan masalah keluarga pada orang asing.

"Iya sih, tapi...aku takut gak bisa baur ama yang lain Kak. Eh tunggu, Kakak bilang aku pinter kayak tau aku pinter aja."

"Tau lah! Sekolah di sekolahan bergengsi gak mungkin oon. Seenggaknya ada satu keahlian menonjol," jawab Azka kalem.

Angin malam cukup membuat tubuh Putri menggigil. Putri menggosok telapak tanggannya, berusaha mencari kehangatan. Berbeda dengan Azka yang tak merasa kedinginan, karna ia memakai jaket tebal.

"Siniin tangannya," Azka menarik tangan kiri Putri dan memasukkannya pada kantong jaketnya. "Yang satunya lagi masukin ke saku rok. Ada kan?"

"Ada. Makasih Kak," Azka hanya tersenyum untuk menjawab.

Mereka kembali berjalan dengan lebih merapatkan tubuh.

"Jadi gimana? Mau masuk?" Azka kembali membuka pembicaraan mereka yang sempat tertunda.

Putri menolehkan kepalanya ke kiri dan mendonggakkan sedikit kepalanya karna tinggi Putri yang hanya sebatas telinga Azka.

"Mau nyoba Kak! Kali aja bisa baur, kan asik punya temen banyak!"

"Kamu mau punya banyak temen? Kenapa?"

"Supaya gak sendiri. Ada sih waktu kalo mau sendiri, tapi kalo keseluruhan aku gak mau sendiri. Rasanya kayak menjadi yang tertinggal dan terkucilkan. Aku gak suka."

"Kalo sahabat?"

"Ada! Punya tujuh, banyak kan?"

"Banyak banget. Itu apa gak ada yang fake?"

"Gak ada tuh, mereka semua setia. Kalo aku ada masalah, ya ke mereka larinya," Azka hanya berengut bingung. Ada kah manusia yang setia sebanyak itu dalam satu tempat? Yang tak Azka tahu adalah ke-tujuh sahabat Putri bukan lah manusia, melainkan...ikan.

"Kalo Kakak sendiri punya temen? Sahabat?"

"Gak ada," Azka menjawab dengan enteng sambil tetap menatap lurus ke depan.

"Kenapa?"

"Gak ada temen juga masih bisa idup kok."

"Trus, kenapa minta aku jadi temen Kakak?"

"Karna polos," Azka menggidikkan bahunya tanda cuek dengan jawabannya.

Dia bilang aku polos? Bercanda ya? Gak tau aja aku bisa ngelakuin apa. Dan sudah berapa masalah yang aku laluin selama empat belas tahun hidupku, semuanya memaksaku menjadi lebih dewasa melebihi umurku. Dan membuat aku tak sepolos tampangku.

"Kok Kakak ikut belok? Emang rumah Kakak di gang ini juga?" Putri mengerutkan kening tanda bingun kenapa Azka mengikuti langkahnya.

"Gak tuh, gang ku ada di depan sana," Azka menunjuk gang yang berada di ujung komplek. Itu kan jauh, berlawanan arah lagi. Karna gang Azka yang berada di sebelah kanan ujung dan Putri yang berada tepat di sebelah kiri mereka berdiri.

"Trus, ngapain mau ikut belok?"

"Kamu masih genggem tanganku. Gak mungkin kan tangan kamu tetep aku kantongin ampe rumah."

Putri baru menyadarinya. Tangannya dan Azka saling terjalin dalam jaket tebal Azka dan Putri yang menggenggam. Reflek, Putri langsung melepas dan mengeluarkan tanggannya dari saku jaket yang hangat itu.

KISAH MANIS DIBALIK HUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang