KISAH 2: PERTEMUAN

344 125 92
                                    

Makasih sama yg masih mau mampir ke sini

Moga sukaa...!!!

Happy reading guyss!!!

***
Sabtu pagi di Jakarta sudah diawali dengan guyuran hujan yang lumayan deras. Di depan jendala kamar salah satu rumah yang terbilang luas, ada gadis cantik yang duduk termenung menatap kosong butiran air hujan yang terjatuh.

Entah sudah berapa lama ia duduk disitu. Yang dia tahu ia merasa sepi yang membuatnya mati perlahan. Itu mengapa dia sangat suka bila hujan sudah mulai mendatangi kota yang ia tinggali. Dia tak akan merasa terlalu sepi, karena suara air hujan yang menghantam apapun yang iya jatuhi. Dia juga sangat suka harum aspal yang tersiram air hujan.

Damai. Rasa itu yang akan menghampirinya saat hujan tiba.

Saat sudah merasa jenuh. Gadis itu mulai beranjak dari tempatnya terduduk. Kaki jenjangnya yang terbalut celana pendek longgar mulai berjalan pelan tapi pasti, membawanya ke halaman belakang rumah.

Di halaman belakang rumahnya, ia memilih duduk pada kursi gantung berbahan rotan yang terdapat di teras belakang. Letak kursi gantung tersebut manghadap tepat ke halaman belakang rumahnya yang ditumbuhi berapa tanaman hias. Di sudut halamannya terdapat pohon kersen yang menjadi tempat terikatnya ayunan sederhana yang sama seperti ayunan pada rumahnya yang lama.

Saat di rumah yang lama, ayunan itu adalah buatan langsung sang ayah tercinta. Sepuluh tahun yang lalu dia tak pernah merasa terlalu sepi. Karna dulu, walau kedua orang tuanya bekerja, mereka akan pulang cepat untuk menyatap makan malam bersama.

Sekarang, jangankan makan malam. Sarapan bersama orang tuanya yang tersisa, yaitu ibunya saja sangat sulit. Beberapa bulan setelah suaminya meninggal, ibunya seperti masih belum menerima kenyataan tentang hal itu. Dia malah meninggalkan Putri kecil yang juga merasa sedih, dan lebih memilih pekerjaannya untuk pengalih kesedihan.

Dulu, Putri sempat kesal dengan sikap ibunya. Jika ibunya bisa mengurangi sedih dengan berkerja, Putri bagaimana? Dia masih kecil dulu dan butuh sandaran, butuh pelukan hangat untuk menenangkannya. Tapi saat Putri membutuhkan itu semua, ibunya tak ada. Dan berakhir dengan Putri yang ditemani tujuh ikan koi yang dulu dihadiahkan sang ayah kepadanya saat ia berulang tahun.

Dulu jika ia merasa sepi, Putri kecil akan ke halaman belakang rumahnya. Tak peduli pagi atau malam, ia tak takut dengan hal berbau mistis. Dulu, ayahnya memberitahu pada Putri jika hal-hal itu tidah dapat menyakiti Putri jika Putri rajin sholat dan mengaji.

Hasilnya ia menjadi gadis mandiri yang pemberani. Sikap ibunya dulu juga membuat Putri menjadi pribadi yang kuat. Bukan gadis manja yang cengeng.

Putri masih menatap kosong ke depan dengan kaki yang ia lipat ke atas dan memeluknya erat. Ia menatap kolam kecil yang sengaja dibuat untuk tujuh ikan koi miliknya. Kolam yang terletak tepat di samping pohon yang menjadi tempat ayunan kayu sederhana menggantung, persis seperti di rumah lamanya.

Putri tersenyum dan mulai menurunkan kakinya, menapaki lantai marmer yang dingin dan berlanjut pada rerumputan yang basah. Ia berjalan lurus ke depan. Tak peduli dengan hujan yang membasahi tubuhnya. Ia merasa sepi dan ia butuh teman saat ini.

Saat sampai, Putri menenggelamkan kakinya ke dalam kolam ikan yang tingginya hanya setengah betis Putri. Saat memastikan tak ada ikan yang berenang di belakangnya, dia mulai terduduk dan meresapi dingin air yang menyambutnya.

Amis? Dia tak peduli.

Walau bau amis dan rasa dingin mengelilinginya, ia tak peduli.
Ia hanya peduli dengan tujuh ikan yang mengelilinginya saat ini, seperti menyambut pemilik mereka.

KISAH MANIS DIBALIK HUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang