part 7

50 15 1
                                    

Mobil avanza berwarna hitam itu berhenti tepat di depan rumah mewah bergaya eropa. Halamannya luas, terdapat kolam ikan, air pancur beserta tanaman hias yang membuat rumah ini menjadi lebih megah nan elegan.

Anton merasa takjub dengan betapa mewahnya rumah tersebut.

"Ini serius rumah mu Ga?" Tanyanya tak percaya.

Gaga tersenyum.

"Iya om, ini rumah ayah saya."

Anton mengangguk, matanya masih tak lepas dari rumah yang super megah tersebut.

"Om gak mau mampir dulu?"

Anton menoleh pada Gaga,

"Waduh lain kali saja deh, takut kemaleman. Entar bisa-bisa putri om tidur duluan sebelum makan satenya."

Gaga mengangguk mengerti, lagian juga itu hanyalah penawaran basa-basi saja. Bisa gawat kalau om Anton mampir ke rumahnya.

"Baik om, sekali lagi terima kasih banyak ya om."

"Sama-sama Gaga."

Mobil Avanza itu pergi meninggalkan area perumahan elit tersebut. Gaga berdiri di depan gerbang rumahnya, ia menghela nafas panjang. Rasanya ia tidak ingin masuk ke rumah ini.

***

Sudah tiga hari ini Rere tidak melihat pria yang ia tolong pada beberapa waktu yang lalu. Entah mengapa ia merasa cemas dengan keadaan Gaga. Dia ingin bertanya pada orang-orang dikelas Gaga, tentang bagaimana kabar Gaga sekarang tetapi Ia terlalu malu. Lagian Rere siapanya Gaga?

Rere segera mengenyahkan pikirannya tentang Gaga. Ia menggelengkan kepala sambil menepuk-nepuk pipi agar mengembalikan kesadarannya.

"Lo kenapa sih? Gila?" Tanya Jumi heran dengan kelakuan temannya itu.

"Iya kenapa sih Re? Dari kemaren kek gak tenang gitu idup lo?" Tambah Deva

Yang ditanya hanya menyengir menampilkan deretan gigi putihnya.

"Hehehe, gak papa kok."

"Gak papa apanya? Dari kemarin gelisah gitu." Gina memicingkan mata merasa curiga pada Rere.

Suara heboh terdengar di luar kelas, empat siswi yang sedang merumpi di meja Rere dan Jumi itu menoleh ke sumber suara, penasaran apa yang membuat heboh.

Tak berapa lama muncul siswa cowok yang selama beberapa hari ini menghantui kepala Rere. Gaga menghampiri empat gadis yang menatapnya cengo. Ia membawa dua tote bag berwarna coklat.

"Re ini baju ayah lo, dan ini bingkisan bentuk terimakasih gue, karena Lo udah bantuin gue." Ucapnya to the point. Rere mematung, ia memperhatikan wajah Gaga. Bekas lukanya mulai memudar.

Syukurlah

Rere pun tersadarkan ketika merasakan hawa mencekam di sekitarnya. Tiga temannya memicing menatap curiga padanya.

"Eh gak usah repot-repot Ga, tapi baju kamu masih di rumah a.." tiba-tiba Rere menghentikan kalimatnya, ia keceplosan.

Rere menoleh kanan kiri, ketiga temannya tambah menatap curiga padanya.

"Ya udah Ga, terimakasih ya."

Rere berharap, Gaga segera pergi dari sini. Ia sudah tak tahan dengan hawa panas di sekitar tubuhnya.

"Okey." Pria itu melengos pergi begitu saja karena merasa urusannya sudah terselesaikan.

Setelah Gaga pergi, ketiga teman Rere memicingkan mata menuntut penjelasanya. Rere menyengir memberi tanda peace.

***

"...Jadi begitu, aku sama Gaga gak ada hubungan aneh-aneh, aku cuman sekedar nolongin Gaga aja." Jelas Rere mengakhiri ceritanya.

Ketiga temannya mengangguk paham setelah mendengar semua cerita dari Rere.

"Lo kenapa gak chat kita sih?" Tanya Deva

"Aku udah panik, gak ada kepikiran buat ngehubungin kalian."

"Ya udah, yang penting sekarang Gaga udah baik-baik a..."

"Makasih Rere, udah nyelamatin ayang beb ku." Ujar Gina memotong omongan Jumi. Jumi memutar bola mata malas.

"Iya sama-sama." Kata Rere dengan menampilkan senyum manisnya

Please Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang