part 8

47 11 0
                                    

Flashback on

Gaga membuka pintu rumah. Hawa suram langsung menyelimuti tubuhnya. Jam dinding rumahnya menunjukkan pukul 10 malam lebih. Kedua orangtuanya sudah menunggu di ruang tamu.

"Kenapa baru pulang?!" Itulah kalimat sambutan yang ia terima dari Eni, Ibu Gaga.

"Astaga, kenapa dengan wajah kamu Gaga?!"

Eni terkejut melihat lebam-lebam di wajah putranya. Eni membawa putranya ke sofa, sedangkan Gaga menurut saja.

Melihat wajah anaknya pulang dengan babak belur. Membuat kilatan amarah terpancar dari mata Ayahnya, Ali.

"Apa yang kamu lakukan! Kenapa bisa babak belur begitu? Habis berkelahi sama siapa?!"

"..."

Tidak ada jawaban. Putranya hanya diam membisu, membuat Ali naik pitam.

"Kamu mau jadi anak berandal?! Mau jadi seperti kakak mu juga! Kenapa bisa Ayah punya anak seperti kalian? Tidak punya rasa terima kasih sama sekali!"

"Udah Pah, anak kita lagi luka-luka. Jangan kamu bentak-bentak seperti itu."

Eni berusaha menenangkan suaminya.

"Cuman kamu satu-satunya anak Ayah, yang Ayah harapkan. Jangan ikuti jejak kakak mu itu!"

Setelah mengatakan itu Ali pergi meninggalkan putra dan istrinya di ruang tamu.

Eni menatap iba kepada putra keduanya ini. Ia menggenggam tangan Gaga.

"Gaga, jangan dimasukin ke hati perkataan Ayah mu tadi. Ayahmu begitu karena sayang sama kamu."

Bohong

Ingin rasanya Gaga mengeluarkan kata itu. Tetapi bibirnya terkunci, berat rasanya untuk mengeluarkan satu kata tersebut.

"Cuman kamu yang kami harapkan dikeluarga ini. Kamu harus jadi anak yang baik dan pintar. Ayah sama Ibu gak mau nanggung malu lagi." Lanjut
Eni

Gaga hanya diam mendengarkan. Ia tak membantah ataupun menyanggah perkataan ibunya. Entah mengapa Gaga tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Ia sedari dulu dituntut untuk terus terlihat sempurna. Orangtuanya selalu merecoki kata-kata anak baik, penurut, pintar, dewasa dan lain sebagainya. Membuatnya merasa bersalah jika melakukan suatu kesalahan.

Flashback off

***

Dua remaja bak seperti sepasang kekasih itu berjalan secara berdampingan menuju parkiran sekolah.

"Ga, gue ikut lo ya pulangnya." Tika memasang wajah memelas. Bukannya terenyuh Gaga malah menatapnya dingin.

"Sopir lo mana?"

"Lagi gak bisa jemput."

"Naik ojek aja."

"Ih gak mau, ojeknya pasti bau keringat."

Laki-laki itu tak menggubris Tika. Membuat Tika menghela nafas sabar.

"Gaaaaaga, please." Ujar Tika sekali lagi membujuk laki-laki super dingin ini.

"Gaga!"

Teriakan tersebut membuat Tika dan Gaga menoleh ke arah belakang. Terlihat seorang siswi yang Gaga temui siang tadi berlari ke arahnya.

"Kenapa?"

Tanya Gaga setelah gadis itu sampai dihadapannya. Rere melirik perempuan di samping Gaga. Sedangkan Tika menatap tak suka Rere.

Gaga paham apa yang dimaksud gadis di depannya ini.

"Tika, lo pergi dulu."

"GAK M A..."

"Tunggu di mobil gue." Potong Gaga cepat

Raut wajah Tika seketika berubah menjadi ceria.

"Yeay, akhirnya!"

Tanpa basa-basi Tika langsung menuju mobil Gaga. Setelah perempuan menyebalkan itu menjauh, Gaga pun kembali menatap Rere.

"Emm, Ga ini aku kembalikan."

Rere memberikan satu tote bag yang Gaga berikan siang tadi. Ia menaikkan alisnya bingung, kenapa dikembalikan?

"Ini mahal banget Ga tasnya. Aku gak bisa nerima ini."

Rere baru mengetahuinya ketika dikelas tadi ia dan teman-temannya penasaran akan isi Tote bag nya. Ketiga temannya terkejut ketika melihat apa yang dihadiahi Gaga. Tas bermerk dengan harga puluhan juta.

"Ya terus kenapa?, ini kan balas budi gue karena lo udah nolongin gue."

Rere menggeleng

"Gak usah Ga, kamu udah bilang terima kasih itu udah lebih dari cukup kok."

Rere mengambil tangan Gaga untuk memegang tote bagnya kembali.

"Tapi hati gue masih mengganjal kalau belum ngasih apa-apa ke elo."

"Ga, gak semuanya harus diselesaikan dengan hal-hal mahal kaya gini. Kata terima kasih lebih berharga dibanding tas ini."

"Ya udah gimana kalau gue traktir aja? Biar gue bisa tenang."

Rere tampak menimang sebentar tawaran pria didepannya.

"Boleh deh."

"Oke deal."

Setelah kesepakatan itu Rere dan Gaga pun berpisah. Rere menuju motor maticnya, sedangkan Gaga menuju mobilnya.

Perempuan menyebalkan itu menyilangkan kedua tangannya didada ia menunggu di samping mobil, wajahnya cemberut tak suka ketika Gaga kembali.

"Itu siapa sih? Kok lama ngobrolnya?"

"Emang kenapa?"

"Gue gak suka."

Gaga menaikkan satu alisnya. Seolah berkata

Emang lo siapa?

Mata Tika beralih pada tote bag yang dipegang Gaga.

"Itu apa?"

"Tas."

"Lo ngasih tas ke cewek itu? Terus ditolak?"

"Ya"

Mendengar itu, Tika semakin bertambah tidak suka kepada gadis yang mengajak ngobrol Gaga tadi. Tanpa aba-aba, tangan Tika langsung merebut tas tersebut dari Gaga. Gaga sedikit terkejut melihat kelakuan perempuan di depannya ini.

"Ya udah tasnya buat gue aja. Daripada sia-sia gak ada yang makai."

Gaga menggelengkan kepala, ia tak mau ambil pusing. Gaga kemudian berjalan menuju kemudinya. Mobil Gaga pun meninggalkan area sekolah.




Please Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang