4

35 0 0
                                    

Hanya ini yang dapat kuberikan. Bukan untuk tanda perpisahan melainkan sebagai Hanyatanda pertemuan kita nanti. Jaga dan rawatlah dengan baik.
.

Danny Rafandy Vinzkan

Alarm jam weker berbentuk tokoh kartun Malaysia itu berdering membangunkannya. Fandy tersentak dan mengucek matanya beberapa kali.  Ia berjalan ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Fandy mendudukkan tubuhnya tepat ditepi ranjang, Ia melangkah pelan ke kamar mandi sambil mengucek mata kantuknya beberapa kali. Saat hendak mengganti baju Fandy terkejut saat mengetahui baju-bajunya tak lagi tersusun di lemari.

Fandy berlari cemas menuruni tangga mencari orang tuanya. Ia ingin menanyakan kemana baju-bajunya menghilang?

"Maa... Mama..."

Tak ada jawaban. Fandy melangkah ke kamar orang tuanya. Pintu itu tertutup, namun tidak terkunci saat Fandy membukanya. Alangkah terkejutnya ia melihat tumpukan koper diatas tempat tidur.

Ada apa ini? Tanya Fandy dalam hati. Ya, ia memang melupakan keberangkatan ke Amsterdam pagi ini.

Tiba-tiba Fandy menepuk jidatnya. Sepertinya ia sadar akan sesuatu sekarang. Kini Fandy berlari menyusuri penjuru rumah sambil berteriak-teriak memanggil mama dan papa nya. Namun hasilnya​ nihil. Tak seorangpun yang ia temui kecuali seorang asisten rumah tangga.

"Bik, bibik liat mama dan papa gak?" Tanya Fandy pada asisten rumah tangga itu.

"Den Fandy, tadi saya liat tuan dan nyonya di garasi memantau supir membereskan barang."

Tanpa menjawab Fandy langsung berlalu melesat meninggalkan wanita berumur 30-an yang dipanggil bibi itu. Ia berlari ke tempat yang ditunjukkan--garasi.

Setibanya di garasi, Fandy mengatur nafasnya yang ngos-ngosan. Setelah merasa tenang, ia menghampiri kedua orang tuanya.

"Ma, Pa. Kita jadi berangkat sekarang?"

"Tentu sayang. Kan mama udah jelasin kemarin." Jawab Sherlyn.

"Tidak! Aku gak mau pergi ma. Aku gak mau pergi." Tolak Fandy histeris. "Aku gak mau ninggalin Fira. Fira sahabat aku, aku gak mau pisah dengannya."

"Fandy dengarin mama dulu." Sherlyn hendak mendekati dan meraih tangan mungil Fandy. Namun Fandy menghindar.

"Gak mau! Pokoknya aku gak mau pergi!" Tegas Fandy sekali lagi.

Fandy kembali berlari meninggalkan kedua orang tuanya. Teriakan Sherlyn yang memanggil tak ia hiraukan. Ia terus lari dan berlari meninggalkan kawasan rumahnya.

Tiba disuatu tempat, Fandy terdiam sejenak. Pandangannya kosong memandangi​ danau yang terbentang dihadapan. Danau inilah yang menjadi saksi bisu persahabatan Fandy dan Fira.

Fandy duduk dipinggir danau dan mencelupkan kakinya ke dalam air. Rasa geli menjalar ketika ikan-ikan kecil menggelitiki kakinya. Fandy terbuai, hingga pikirannya tak lagi ada dalam kepala.

Fandy membayangkan dan mengingat-ingat kesenangannya bersama Fira. Kalau ia dan Fira bermain, canda dan tawa begitu riuh menemani mereka. Fira juga pernah mencelupkan kakinya ke dalam danau itu. Dan ia menjerit keras saat hal yang sama seperti Fandy rasakan saat ini terjadi padanya. Air mukanya berubah cemas dan takut, sedangkan Fandy tertawa lepas menggoda Fira.

Pain of Fira (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang