23

13 0 0
                                    

"Eh Fan, lo jangan mentang-mentang dapat julukan baru jadi lupa kita-kita ya." Ucap Rio ditengah-tengah Fandy, Firman dan Wira.

"Bawel lo. Lagian gue gak minta juga dikasih julukan. Kan itu pandai-pandai lo doang."

"Bagus tau Fan." Sambung Rio lagi

"Kalau gue nih ya, gue yakin dalam hitungan detik followers gue bakalan naik drastis." Celetuk Firman, salah seorang dari mereka.

"Yaudah lo aja yang ambil julukan itu. Gue mah gak peduli." Acuh Fandy tanpa tertarik sedikitpun.

Memang beberapa hari ini Fandy merasa kesal pada teman-temannya. Terkhusus yang bertiga dihadapannya sekarang. Karena mereka sudah menyebabkan petaka untuk Fandy.

Julukan 'prince' resmi melekat didiri Fandy setelah perayaan ulang tahun sekolah beberapa hari yang lalu. Karena usulan Rio, Wira dan Firman akhirnya kepala sekolah mendapatkan ide brilian untuk memberi gelar kehormatan kepada Fandy. Sebagai siswa terkreatif dan multitalent di sekolah.

Dan sejak hari itu, kemalangan Fandy mulai berdatangan. Banyak orang-orang yang menghampiri dirinya untuk memberikan ucapan selamat. Tak sekedar selamat saja, kaum wanita juga mencuri kesempatan untuk menanyakan akun-akun sosial media Fandy. Namun tidak seorang pun yang mendapatkanya.

Fandy bukannya sombong, justru ia tidak mau jadi populer. Menurutnya tidak ada keuntungan sama sekali jadi siswa populer atau yang disebut most wanted itu. Malahan akan sebaliknya, akan menjadi bencana tersendiri untuknya.

"Gue heran deh Fan, lo kok nolak sih jadi most wanted? Nih ya, banyak cewek yang gue kenal itu tergila-gila dengan cowok bad boy ataupun good boy yang tenar alias populer."

"Lah ini, udah dikasi kesempatan malah nolak. Untung aja gelar yang melekat di nama lo gak bisa lo tolak juga kan. Mampus lo."

Fandy mendengus. "Lo muji, menghina, menyuport atau gimana sih? Gak nemu gue tujuan omongan lo." Kesal Fandy pada si Firman.

"Tujuan gue ngomong cuma satu, melepaskan unek-unek gue sama lo. Asal lo tau ya, sebenarnya gue iri sama lo. Gue pengen nempatin posisi lo sekarang. Tapi mau begimana? Gak mungkin juga kan."

"Eh udah-udah." Wira menengahi suasana yang mulai beraura panas. "Jangan sampai kalian betul-betul cekcok ya."

Rio mencepak. "Coba aja kalau berani cekcok, gue tenggelamin lo berdua ke sumur angker dibelakang sekolah."

"Elo yang gue bunuh duluan." Ucap Fandy dan Firman bersamaan.

"Nah, gitu dong. Kompak." Balas Wira dan Rio yang tak sengaja juga berbarengan.

Alhasil mereka tertawa bersama-sama. Selanjutnya mereka mulai menikmati makanan yang sudah mereka pesan.

Ditengah asiknya makan, masih ada beberapa kaum wanita yang mendatangi Fandy. Sama halnya dengan yang sebelumnya, mengucapkan 'selamat' plus bermodus ria. Namun Fandy, ia hanya tersenyum menanggapi. Berbagai alasan dia berikan agar tidak diteror lagi. Ya seperti, gak punya akun. Jarang online dan lain sebagainya.

***

Bogor, Jawa Barat.

Usai pulang sekolah Fira langsung ke rumah sakit menjenguk ibunya. Beberapa hari yang lalu ibunya kembali dirawat di rumah sakit. Karena penyakit leukimia yang diderita Via kembali kambuh.

Fira melangkahkan kakinya memasuki ruang intensif itu. Begitu sunyi, hanya bunyi decit mesin-mesin yang terdengar menyambut kedatangannya.

Pain of Fira (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang