25

18 0 0
                                    

"AAAHHH!!!" Fira menyilangkan lengannya menutupi sebagian wajahnya. Hatinya dilema. Ada baiknya ditabrak tapi wajib mati di tempat. Namun kalau cuma menimbulkan cacat saja, lebih baik jangan.

Katakanlah Fira tengah berputus asa, karena memang begitulah adanya. Karena itu ia tidak bisa berfikir dengan jernih.

Sedang dilain sisi sana, seorang pemuda yang berada dibalik kemudi tampak terengah-engah. Hampir saja dirinya menabrak Fira. Untung dengan sigap kakinya menekan pedal rem, jadi berhasil ia menghentikan mobilnya. Lagian Fira juga, tau-tau udah muncul aja dihadapannya. Ralat didepan mobilnya.

Melihat Fira yang mematung di tempat, pemuda itu turun dan langsung menghampiri Fira. Mengecek kondisinya; apakah baik-baik saja, atau kenapa-kenapa. Bisa jadikan karena jantungan Fira langsung mati berdiri.

"Hei!" Tak ada jawaban. "Hei kamu!" Fira masih belum bergerak. Apa benar dia mati berdiri? "Wei, wei." Pemuda itu mencoba memanggil berkali-kali sambil menoel salah satu siku Fira.

Lipatan tangan yang menutupi wajahnya terjatuh. Sehingga wajah Fira bisa diamati oleh pemuda itu. Beruntung sekali Fira juga menutup matanya, jadi gak ketahuan kalau lagi merhatiin dirinya.

Manis! Itu kata pertama yang terucap di hati pemuda itu. Ya memang Fira memiliki wajah yang melebihi batas standar. "Kamu gak papa?" Tanya pemuda itu setelah puas memandangi wajah Fira.

Alhasil Fira membuka matanya. Saat tau ia tidak kenapa-kenapa ia bersyukur dan juga kecewa. Bersyukur karena tidak tertabrak dan kecewa telah melewati kesempatan mati tanpa harus bunuh diri.

"Ya, gak papa. Maaf." Ujarnya final dan berlalu.

"Tunggu!" Fira berbalik, namun yang didapatinya pemuda itu tengah bengong. Seperti  memikirkan sesuatu.

Kok gue kayak pernah liat ya? Dan kayaknya gue emang kenal deh. Tapi siapa ya? Batin pemuda bertanya-tanya.

"Mau apa lagi?" Tanya Fira merasa ada yang aneh.

Pemuda itu melangkah mendekati Fira yang tidak terlalu jauh berjarak dengannya. Lalu mengulurkan tangannya pada Fira. "Aku Fandy." Ucapnya berharap Fira membalas uluran tangannya dan menyebutkan namanya juga.

Deg

Fandy? Cowok ini Fandy? Apa dia Fandy selalu aku tunggu-tunggu? Giliran batin Fira yang bertanya-tanya.

Uluran tangan yang tak kunjung disambut membuat si empu menggenggam jemarinya sendiri. "Maaf." Ucapnya singkat namun cukup membuat Fira tersadar dari lamunannya.

Fira gelagapan. "Harusnya aku yang minta maaf. Maaf ya." Diam sejenak. "Namaku Fira." Lanjutnya sambil tersenyum.

"Fira? Maksudmu Amanda Safira?" Fira mengangguk membenarkan. Fira semakin intens menatap Fandy. Dia tau nama lengkapku. Apa benar dia Fandy yang selama ini kutunggu? Fira membatin.

"Kamu ingat akukan?" Fira melongo. Dijawab takutnya salah. Tapi masa harus didiamin lagi? "Aku Fandy loh." Fira masih diam. "Alfandy Zio Mahendra, teman Lia. Eh maksudku Amel."

Oh iya, aku lupa punya teman bernama Fandy satu lagi. "Iya aku ingat. Kamu Al kan?" Fandy mengangguk. "Kamu apa kabar?" Lanjut Fira lagi.

"Aku baik. Kamu sendiri gimana? Oh iya, kok kamu hilang gak ada kabar? Dengarnya udah keluar kota, betul?"
Fandy tampak sangat senang bertemu Fira lagi.

"Aku baik kok. Iya maaf ya. Aku keluar kotanya gak bilang-bilang."

"Santai aja lagi. Kan aku bukan siapa-siapa juga." Fira merasa ada tekanan batin mendengar penuturan Fandy. Apa ia tersinggung?

Pain of Fira (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang