18

5 0 0
                                    


Hai, kami pub juga ni. Maaf ya kalau telat.

Semoga bisa menghibur pagi kalian sekarang.

-------------

Fira menyandarkan pundaknya di salah satu tiang teras rumah untuk sedikit melepas rasa lelahnya sehabis bekerja. Setelah mengetahui penyakit yang di derita ibunya, Fira harus memaksakan tubuhnya untuk bekerja selepas pulang sekolah. Agar dapat membantu membayar pengobatan ibunya itu.

Indahnya senja begitu memanjakan penglihatan Fira. Semilir angin berhembus menyapu lembut setiap helai rambutnya itu. Fira tertegun memandangi halaman yang tampak sendu tanpa Naya, yang biasanya Naya berlari dan tertawa riang disana.

Fira memejamkan kedua matanya. Terlintas bayangan yang masih terjiplak jelas di benaknya. Suara Naya seakan menggema memenuhi seluruh pendengarannya. Suara yang meneriakkan namanya, suara yang menghiasi disela hari-harinya. Suara yang dulu mengganggu ketenangan Fira, namun sekarang justru ia sangat merindukannya.

Kak Fira... Kak Firaa...
Na...na...na...

Fira membuka matanya spontan. Pikirannya sepintas beralih mengingat suara belia kecil yang sempat terlena dari pikirannya akhir akhir ini.

Oi Fira cengeng!

Suara itu seakan mengingatkan janji yang dia buat 8 tahun silam bersama sahabat kecilnya--Fandy. Rasa bersalah semakin melanda hatinya, ia kembali memejamkan matanya. Beban yang terasa semakin menekan dada, membuat air mata memenuhi pelupuk matanya.

Tapi Fira itu beda! Aku gak mau Fira disama-samain dengan yang lain Fira itu spesial dan gak pernah sama dengan siapapun.

"Jika kamu tau aku tidak menepati janjiku, apakah kamu masih menganggap aku spesial Fan? Atau mungkin kamu udah gak menganggap aku sahabatmu?"

Kakak adalah kakakku yang terbaik.

"Apakah aku masih pantas dipanggil kakak Nay? Sedangkan aku tidak bisa melindungi kamu, adik aku satu satunya."

"Naya, Fandy. Aku sangat merindukan kalian, maafin aku"😢

Suara Fandy dan Naya terus saja membayang di benak Fira. Seakan bergantian menggerogoti hati Fira yang rapuh. Rasa sedih semakin kalut ia rasakan.

Fira yang terlarut dalam kesedihannya itu, tersentak saat seseorang yang menyentuh bahunya. Pandangannya berpindah ke wajah ibunya yang tampak sayu sambil tersenyum kepadanya. Bergegas ia melap air mata yang masih berlinang dimatanya. Ia tidak ingin keliahatan sedih di depan ibunya. Ia tak ingin membuat kondisi ibunya yang sudah memburuk semakin memburuk lagi. Ia tidak ingin itu.

"Kenapa matamu sembab gitu Fir? Kamu abis nangis ya?" Selidik ibunya mengenai sasaran

"Ehh, enggak kok Bu." Fira berkilah.

"Kamu gak usah bohong Fir. Ibu tau kok, selama ini kamu sering diam-diam mebangis. Tapi kamu selalu berusaha tegar didepan ibu.

Kamu kepikiran Naya ya? Ayo cerita sama ibu, hemm?"

Fira tersenyum namun air mata kembali lolos di pipinya.

"Naya pergi gara gara aku Bu, itu semua salah aku. Aku gak becus jagain Naya." Fira menundukkan wajahnya untuk menutupi air matanya itu.

Via meletakkan tangan kanannya ke kepala anaknya, ia membelai hangat rambut itu untuk menenangkan anaknya.

"Itu tidak benar Fir, Naya pergi bukan karena kamu kok. Itu memang takdir sang Maha Kuasa untuk memanggil adikmu kembali kepada-Nya. Kamu harus bisa mengikhlaskannya, Fira."

Pain of Fira (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang