16

11 0 0
                                    


Fira merasa cemas akan kondisi ibunya. Sudah beberapa malam ini sang ibu selalu tidur degan menggigil. Padahal menurut Fira, suhu lingkungan tidak terlalu dingin kok. Bahkan terasa panas malah baginya.

Fira sudah memberikan selimut berlapis-lapis pada Via, namun Via tetap mengeluhkan dingin. Dan tubuhnya tetap bergetar.

Ditambah lagi dengan tanda-tanda lebam yang muncul tiba-tiba di tubuh Via. Itu semakin membuat Fira khawatir akan kondisi ibunya.

Awalnya Via sudah berupaya menyembunyikan lebam-lebam itu dari Fira. Dengan tujuan agar Fira tidak cemas dan khawatir. Namun suatu ketika ia lupa akan hal itu. Via memakai baju rumahan berlengan pendek. Otomatis lebam-lebam itu terlihat dengan jelasnya oleh Fira.

Harusnya Via masih bisa menutupi saat Fira bertanya kenapa bisa lebam-lebam itu di tubuhnya. Dengan mengatakan terjatuh atau cedera lain sekalipun pasti Fira akan menerima. Sungguh sayang, kelupaan Via justru datang dua kali. Dengan polosnya Via menjawab 'Gak tau Fir, ibu juga bingung kenapa. Saat bangun tidur, tau-tau lebam-lebam ini sudah muncul aja'. Bisa kalian bayangkan bagaimana reaksi Fira saat itu. Tentu saja panik tak terbendung.

Saat itu juga Fira ingin membawa ibunya ke rumah sakit bermodalkan tabungan untuk kelanjutan pendidikannya kelak. Namun Via tidak langsung menerimanya. Ia sudah berjanji akan menyekolahkan anak-anaknya sampai berjaya. Yang satu sudah gagal, masa yang satu lagi juga harus gagal? Jadi apa gunanya usahanya selama ini?

Keinginan Fira sedikit teredam saat Via menjelaskan bahwa dirinya tidak apa-apa. Dan Fira rasa ibunya berkata jujur. Terbukti dari tubuhnya yang terlihat baik-baik saja. Tidak terganggu dengan hadirnya lebam-lebam itu.

Namun keinginan Fira semakin kuat saat kondisi ibunya yang semakin mencemaskan. Yang biasanya hanya menggigil pada malam hari, namun sekarang bertambah dengan suhu tubuh Via yang tidak normal.

Saat dibawa ke rumah sakit Via tidak sadarkan diri. Fira semakin ketakutan. Bayang-bayang kepergian Naya sangat menghantui pikirannya. Dilain sisi, Fira juga bersyukur. Dengan begitu ia bisa leluasa melakukan apapun tanpa perdebatan dengan Via.

Fira meminta bantuan tetangga untuk membawa sang ibu ke rumah sakit. Beruntung orang-orang itu dengan ringan langkah membantunya. Memang hubungan antar sesama harus selalu dijaga. Terlebih lagi tetangga kiri, kanan, depan dan belakang. Karena saat kesulitan seperti ini, siapa lagi yang dapat membantu kita kalau bukan mereka?

Setibanya di rumah sakit terdekat Via langsung dibawa ke ruang observasi untuk dilakukan pemeriksaan.

Disinilah Fira sekarang berada. Menunggu seseorang yang keluar dari bilik itu dan mengatakan ibunya tidak apa-apa. Hanya itu harapan Fira.

Bayang-bayang kepergian Naya kembali mengusik pikiran Fira. Saat seorang dokter yang bertugas mengatakan 'Maafkan kami. Pasien tidak bisa kami selamatkan.' Bagaimana jika dokter yang memeriksa ibunya nanti keluar dan mengucapkan kalimat yang sama? Apa yang akan ia lakukan tanpa seorang pun lagi disisinya? Hidup sebatang kara? Hah, Fira tidak bisa membayangkannya.

Sudah satu setengah jam berlalu. Namun pintu bilik itu tak kunjung jua terbuka. Fira masih menunggu dengan perasaan yang tidak tentu arah.

"Akhirnya..." Ucap Fira saat melihat pintu bilik mulai terbuka. Fira berdiri dan bergegas menemui dokter itu. "Bagaimana kondisi ibu saya dok? Dia baik-baik sajakan?"

Sang dokter tersenyum. "Ibu anda baik-baik saja. Ia hanya demam biasa dan sedikit kelelahan. Karena itu butuh istirahat untuk pemulihan. Dan sebentar lagi juga akan siuman." Oh Tuhan, Fira sangat bersyukur mendengarnya. Ternyata Tuhan masih sayang padanya dan juga ibunya.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Fira langsung menanyakan lebam-lebam itu. "Tapi dok, lebam-lebam itu kenapa ya?"

Sang dokter tampak kebingungan. "Maksud anda?"

Pain of Fira (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang