BAB 4 : Perang Dingin

24.8K 2.1K 74
                                    

jangan lupa follow, vote, komen dan share

*******

“Nih pake.” Alvin menyerahkan jaket miliknya kepada Dyra yang sudah menunggu di ruang tamu untuk diantar pulang ke rumahnya.

Tanpa banyak bicara Dyra langsung memakai jaket yang cukup kebesaran itu di tubuhnya karena dia sadar betul kalau subuh udara di Bandung itu sangat dingin apalagi dia nanti akan diantar pulang menggunakan motor.

“Hati-hati A, jangan ngebut.” Ibu yang berdiri di depan pintu menasihati Alvin ketika Dyra sudah duduk di jok belakang.

Alvin hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara. Sepertinya laki-laki itu sedang dalam suasana hati yang buruk akibat dibangunkan subuh-subuh ketika dia baru saja tidur pukul dua dini hari setelah beres menonton sepak bola.

Setelah berpamitan, Alvin langsung melajukan motornya yang kali ini untung saja tidak sekencang kemarin. Udara segar setelah hujan semalaman cukup membuat Dyra nyaman, apalagi jalanan juga tampak lenggang dari hilir mudik kendaraan yang biasanya cukup padat di siang hari.

“Mau beli lontong sayur dulu gak?” tanya Alvin ketika dirinya tidak sengaja melihat gerobak pedagang lontong sayur yang sudah buka pada pukul setengah lima subuh ini.

Dyra yang tengah asik menikmati sejuknya udara lantas membuatnya kurang jelas mendengar apa yang Alvin ucapkan.

“Apa, Vin?” tanya Dyra dengan kepala yang sedikit dia condongkan ke depan.

“Mau beli makanan dulu gak? Lontong sayur, bubur ayam, nasi kuning.” Alvin mengabsen makanan yang gerobaknya dia lihat berjajar rapih di pinggir jalan.

“Nggak,” sahut Dyra setelah beberapa saat. Dia tahu pasti bundanya masak banyak di rumah. Lagi pula tadi juga Ibu memberikan banyak sekali oleh-oleh dari Bali untuknya.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih empat puluh menit, keduanya sudah sampai di kediaman Dyra, rumah dua lantai bercat putih yang sangat minimalis ini berhasil membuat siapapun yang berkunjung merasa sangat nyaman. Selain rapih dan bersih, rumah ini juga dipenuhi oleh bunga dan tanaman hijau di halaman depan dan belakang.

“Assalamualikum,” ujar Dyra dan Alvin ketika memasuki rumah.

“Wa'alaikumsalam.” Terdengar sahutan Bunda dari arah dapur, sepertinya sedang memasak.

“Eh cintaku udah pulang,” sapa Bunda dengan riang kemudian memeluk Dyra sebentar.

“Dianter siapa ke sini?” tanya Bunda ketika tidak melihat orang yang mengantar Dyra karena Alvin sudah merebahkan tubuhnya di sofa depan televisi.

“Alvin,” sahut Dyra seraya menunjuk ruang keluarga yang terhalang oleh partisi sebagai sekat pemisah antara ruang keluarga dan ruang makan.

Bunda mengangguk, saking seringnya berkunjung ke rumah, anak itu bahkan sudah menganggap rumah ini sebagai rumahnya sendiri jadi tidak ada lagi kata canggung diantara pemilik rumah dengan Alvin. Bahkan di rumah ini, laki-laki itu sudah memiliki kamar khusus untuknya ketika menginap.

“Udah mandi belum, Dek?”

Dyra mengangguk tapi dirinya masih memakai piyama milik Viola dan jaket Alvin yang kebesaran.

Bunda melanjutkan kembali menggoreng tempe. “Ya udah atuh buruan ganti baju.”

“Buku sama tas aku kemarin kehujanan, Bun. Belum kering.”

STUPID RELATIONSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang