BAB 9 : Perhatian Kecil

29.1K 2K 338
                                    

Jangan lupa follo, vote, dan komen 🌻🌻
***

“Besok sekolah gak, Vin? Kayaknya lo gak parah-parah banget.” Daffa bertanya disela kunyahannya.

Alvin sendiri sampai saat ini tidak habis pikir bisa-bisanya mereka makan-makan di dalam ruangannya. Bukannya menunjukkan rasa perihatin dan fokus menjenguk.

Dengan berbagai macam makanan serta minuman yang sudah memenuhi meja di sudut ruangan, mereka seolah tengah merayakan musibah yang menimpa Alvin, bahkan teman-temannya terlihat sangat menikmati sampai duduk lesehan. Memang kampret.

Apalagi dia lihat-lihat ada bakso pedas yang sangat menggugah selera tengah disantap oleh sang adik dengan khidmat tanpa memperdulikan bahwa di atas ranjang sana ada Alvin yang beberapa kali harus menelan air liurnya.

“Mata lo! Emang lo gak liat gue diperban kayak gini?!” hardik Alvin dengan tidak suka.

Kalau dilihat sekilas tidak terlalu banyak memar di wajah Alvin hanya saja yang paling menonjol di sekitar dagu dan rahang. Dan beberapa bagian tubuh yang diperban serta luka baret.

“Halah cuma segitu, manja banget,” ujar Daffa benar-benar terdengar meremehkan. Kalau saja Alvin sehat, tanpa banyak bicara lagi dia pasti akan langsung memberikan satu pukulan kepada laki-laki berkulit eksotis itu.

Alvin terdengar mendecak seraya menggelengkan kepala. Sabar-sabar, orang sabar kuburannya lebar.

“Buset songong banget gue denger-denger. Lo gak tau aja kalau si Aa itu lumpuh!” mendengar bahwa abangnya diremehkan membuat Viola menyahut dengan rasa tidak terima, dia mengabaikan kondisi bibirnya yang sudah terlihat jontor efek dari bakso yang dia beri sambal dengan tidak kira-kira. Kalau kata Daffa, itu namanya sambal dikasih bakso, bukan bakso yang dikasih sambal.

“Hah, lo lumpuh, Vin?!” dengan nada terkejut Dino bertanya. Teman-temannya juga sudah menatap Alvin dengan terkejut termasuk Dyra yang duduk tidak jauh dari Daffa.

Kalau benar Alvin lumpuh, akan sangat merasa bersalah sekali Daffa karena tidak bisa mengontrol mulut ceriwisnya.

Alvin mendengus kemudian menatap Viola dengan tajam. Viola yang ditatap seolah tidak terjadi apa-apa, dia malah dengan santainya melanjutkan memakan bakso seraya mengelap wajahnya yang sudah bercucuran keringat.

Astaga, kalau saja ketika dia masih bayi ibunya tidak kebobolan mungkin saat ini Alvin tidak memiliki adik yang manja, pemarah, bawel, keras kepala dan ceplas-ceplos seperti Viola.

“Kalau bukan adik gue, udah gue sentil sampe nangis lo,” desis Alvin dengan pelan.

“Vin, yang bener aja, lo lumpuh?” kali ini Davin yang bertanya karena Alvin tidak kunjung menjawab.

“Lumpuh apaan, omongan Viola lo percaya,” tukas Alvin dengan ketus.

“Wah gak bener nih ayang Vio informasinya. Bikin jantungan aja,” ujar Daffa diimbuhi dengan gelengan kepala

Sedangkan Viola malah mengedikkan bahu. “Kalau gak bisa jalan kan namanya lumpuh,” sahutnya dengan raut wajah tanpa dosa.

“Cuma lemes doang astaga. Punya adik gini banget, gue jual juga lo di bukalapak.”

“Mulutnya A, jahat banget, aku bilangin ke ibu loh,” sahut Viola yang dengan drastis raut wajahnya berubah menjadi cemberut.

Lah?

Teman-teman Alvin sendiri sampai terbengong-bengong melihat kelakuan adik dari temannya. Padahal Viola yang memulai, tapi giliran dibalas dia malah tersinggung.

STUPID RELATIONSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang