“Bang, ayo cepetan atuh anterin,” Dyra terlihat memaksa Reval untuk bergegas mengantarkannya pergi kerja kelompok.
Hari minggu ini ia lupa kalau ada kerja kelompok di salah satu rumah temannya. Kalau saja Tasya tidak menelponnya beberapa kali pasti sampai hari menjelang siang dirinya masih tertidur lelap.
Biasanya di hari libur sekolah Dyra selalu malas-malasan sampai terkadang membuat Bunda mengomel panjang lebar.
“Kenapa sih kamu suka banget dadakan?” gerutu Reval yang kesal seraya mengelap oli di tangannya. Baru saja dia membongkar motor tiba-tiba Dyra menyuruhnya mengantarkan ke rumah teman dengan wajah panik karena sudah terlambat.
“Aku lupa, Bang.”
Reval mendengus, “pakai ojol aja kali, abang malas mandi dua kali.”
“Atuh, Bang, ih cepet anterin,” rengek Dyra sudah hampir menangis. Bertepatan dengan itu terdengar suara motor yang sangat familiar di telinganya memasuki pekarangan rumah.
“Tuh sama Alvin aja,” tunjuk Reval ketika melihat kedatangan Alvin yang sudah pulih.
“Gak mau, Bang.” Tentu saja Dyra menolak.
“Kenapa dibongkar, Bang?” tanya Alvin basa-basi.
“Mau dibersihin.”
Alvin mengangguk paham lalu tanpa sengaja pandangannya melihat ke arah Dyra yang tampak cemberut.
“Kenapa lo?” tanya Alvin kepada Dyra.
“Abang, ayo.” Bukannya menyahut Dyra malah kembali mengajak Reval. Pokoknya dia tidak suka ditanya ketika suasana hatinya sedang tidak baik.
Reval mendengus. Adiknya ini sangat berisik sekali.
“Vin, anterin adik gue ke rumah temennya. Berisik banget dari tadi. Disuruh pesen ojol gak mau.”
Alvin tampak mengerutkan kening. “Mau ngapain emang?”
“Katanya mau kerja kelompok,” sahut Reval yang sudah menekuni kembali kegiatannya.
“Ya udah ayo. Tapi gue gak tau tempatnya di mana.”
“Dia yang tunjukkin jalannya.” Reval lalu melihat ke arah Dyra yang tidak bergeming sama sekali. Gadis itu masih mengharapkan sang kakak yang akan mengantarnya. “Nunggu apa lagi sih, Dek? Cepetan, katanya udah telat?”
Dyra kemudian melihat ke arah jam tangannya. Sudah lebih setengah jam dari waktu janjiannya. Oke, untuk kali ini dia akan melupakan sebuah gengsi.
Dengan hentakan kaki Dyra berjalan ke arah Alvin yang sudah menyalakan motornya. Tidak lupa sebuah helm yang sedari tadi sudah berada di tangannya.
“Jangan ngebut, Vin,” nasihat Reval. Dia tahu salah satu penyebab adiknya tidak mau dibonceng oleh Alvin karena laki-laki itu selalu kebut-kebutan seperti tidak sedang membawa penumpang.
“Iya,” sahut Alvin dengan ogah-ogahan karena setiap kali Dyra akan dibonceng olehnya Reval selalu mengatakan hal yang sama.
“Udah belum?” tanya Alvin lantaran Dyra lama sekali naik ke atas motornya.
“Bentar dong, ininya susah,” sahut Dyra yang masih berusaha mencari pengait helmnya.
Mau tidak mau Alvin menoleh guna melihat apa yang tengah Dyra lakukan. Lalu setelah itu ia mendecak.
“Awas,” ketusnya seraya menyingkirkan kedua tangan Dyra lalu dia membantu mengaitkan helmnya.
Kalau orang lain lihat mungkin hal ini terlihat sangat romantis. Setelah persoalan dengan helmnya selesai, Dyra langsung menaiki motor Alvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUPID RELATIONSHIP
Roman pour AdolescentsHubungan yang terjalin sejak kelas 5 SD berhasil membuat Alvin dan Dyra bingung ketika keduanya sudah beranjak remaja. Alvin yang selalu jalan bersama perempuan lain dan Dyra yang bertingkah seolah tidak peduli. Bahkan keduanya kini kembali satu s...