"Maaf Jihoon, mungkin ini yang terbaik untuk kita," Jinyoung menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sedangkan sang lawan bicara terlihat mematung. Pancaran cahaya yang menerpa wajahnya membuat kilauan kristal dari genangan air mata yang memenuhi pelupuk matanya. Seolah siap tumpah kapan saja.
Keduanya terdiam cukup lama dalam hening. Perasaan yang berkecamuk membuat lidahnya kelu. Tak sanggup mengeluarkan satu katapun. Haruskah mereka mengakhiri hubungannya di saat Jihoon sudah jatuh cinta terlalu dalam pada Jinyoung? Terlebih Jinyoung tak memberikan penjelasan mengapa ia ingin mengakhiri hubungan ini. Jihoon terlalu rapuh untuk menanyakannya.
"A-aku akan pergi sekarang. Jaga dirimu baik-baik, Jihoon." Jinyoung menepuk pundak sang mantan kekasih, lalu berbalik melangkahkan kakinya.
Jihoon masih saja mematung. Ia masih menolak kenyataan. Genangan yang sedari tadi ia tahan akhirnya tumpah. Membasahi pipinya yang selembut kapas, mengalir tanpa permisi. Sembari menatap punggung Jinyoung yang semakin menjauh, dalam hatinya ia berdoa kalau ini hanya sebuah mimpi buruk dan sebentar lagi ia akan segera bangun.
Namun tidak, ia kini berada dalam sebuah kenyataan. Kenyataan pahit yang harus ia terima. Ia harus rela melepas Jinyoungnya yang selama tiga tahun terakhir menemaninya, menjadi dunianya, jadi seseorang yang selalu ia banggakan, dan menjadi harapannya di masa depan kelak.
Jihoon tak ingin menyerah. Ia harus mempertahankan Jinyoungnya. Ia harus memperjuangkan cintanya. Jihoon berlari mengejar bayangan Jinyoung yang menghilang ditelan kerumunan. Jihoon berlari menerjang dingin di tengah hujan salju yang tak terlalu lebat.
Tiiiiinnnn!
BRAK!
"Astaga! Hey! Jangan lari kau!" teriak salah seorang yang berada di sana.
Orang-orang yang sedang melintas di sekitar sana berkerumun, melihat keadaan pria malang yang terkapar setelah tubuhnya terpental sangat keras akibat kecelakaan tadi.
Jihoon dengan sisa kesadaran yang ia miliki bergumam, "J-jinyoung jangan tinggalkan aku..."
ㅡ POWER ㅡ
"Aku akan coba hubungi keluarganya," ujar lelaki tinggi berlesung pipi itu membungkuk sopan.
Ia lalu berbalik dan mencoba menghubungi nomor darurat yang ada pada kontak ponsel Jihoon.
"Sepertinya ini nomor kekasihnya," gumamnya melihat simbol hati pada nama yang tertera di kontak tersebut.
Lama ia menunggu, orang yang dituju tak juga mengangkat panggilan tersebut. Ia kembali mencari kontak yang bisa ia hubungi, namun tak ada satupun yang menjawab panggilan tersebut.
Tak lama seorang lelaki paruh baya dengan seragam dokter yang melekat pada tubuhnya menghampiri pemuda tersebut.
"Apa kau keluarganya?" tanyanya.
"Bukan, aku yang membawanya kemari. Aku sedang mencoba menghubungi keluarganya namun belum berhasil. Bagaimana keadaannya?"
"Saat ini ia masih koma. Ia mengalami benturan yang sangat keras pada kepalanya sehingga menyebabkan trauma. Aku akan menjelaskan keseluruhannya jika keluarga pasien sudah datang. Tolong beritahu keluarganya untuk menemuiku di ruangan. Aku permisi dulu," ujar sang dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Power [ PANWINK ]✓
FanfictionBagaimana jika kau dianugerahi sebuah kemampuan yang tak dimiliki orang lain? Akankah kau bertindak layaknya seorang pahlawan super dan menyelamatkan hidup orang lain? Atau kau akan menjadi seorang antagonis yang memanfaatkannya untuk dirimu sendiri...