Guanlin melepaskan pelukannya ketika Jihoon melangkahkan kakinya perlahan sembari matanya memandang sekitar, ia terlalu takjub dengan pemandangan yang ditangkap inderanya. Sebuah danau teduh dengan dermaga yang dihiasi lampu-lampu kecil yang sedikit redup, membuat hati menjadi tenang dan teduh di saat senja seperti ini. Sebuah senyuman perlahan tersungging di bibirnya.
"Bagaimana kau bisa menemukan tempat seindah ini?" tanya Jihoon masih dengan perasaan takjubnya.
"Ceritanya sedikit lucu, kau ingin mendengarnya?" sahut Guanlin tersenyum mengingat kenangan masa lalunya.
"Boleh, ceritakan padaku?" pinta Jihoon berbalik ke arah Guanlin masih dengan senyumnya.
"Dahulu ketika umurku sekitar 13 tahun aku dan orang tuaku ingin berkunjung ke rumah kakek. Di tengah perjalanan aku sudah tak kuat lagi menahan ingin buang air. Aku memohon pada ayahku untuk menepi, dan saat itulah aku menemukan tempat ini." Guanlin tertawa kecil dengan pipi bersemu merah menahan malu.
"Benarkah? Lalu- kau? B-buang air di- sini?" tanya Jihoon sembari menahan tawanya.
"T-tidak! Aku tidak buang air di sini," sergah Guanlin cepat. Wajahnya semakin bersemu merah membuat Jihoon akhirnya melepaskan tawanya.
"Lalu bagaimana kelanjutan ceritanya?" tanya Jihoon penasaran.
"Rasa ingin buang airku tiba-tiba hilang begitu saja. Aku malah berkeliling melihat ke sekitar. Saat itu pukul lima sore dan langit sudah mulai gelap, lampu-lampu ini menyala secara otomatis. Sepertinya tempat ini ada yang merawatnya." tutur Guanlin.
"Kalau begitu seharusnya kita tidak kemari tanpa seizin pemiliknya, Guanlin" Jihoon merubah raut wajahnya menjadi sedikit cemberut.
"Selama kita tidak merusak apapun yang ada di sini atau mengotorinya, kenapa tidak? Lagipula kalau memang tempat ini tidak boleh didatangi seharusnya dibuat pagar agar tidak sembarang orang masuk kemari," jelas Guanlin tanpa dosa. Jihoon menggelengkan kepalanya.
"Kau ini, tetap saja kalau tempat ini dimiliki oleh orang lain setidaknya kita harus minta izin dulu untuk menggunakan tempatnya."
"Kita tidak kemari untuk berdebat, bukan?" Guanlin menatap Jihoon datar.
"Ah- ya, baiklah." Jihoon menunduk. Menyelesaikan perdebatan tak jelas diantara keduanya.
Suasana berubah canggung. Tak ada satupun baik Guanlin maupun Jihoon yang angkat bicara setelah perdebatan tadi. Keduanya hanya menggelar sebuah kain tebal sebagai alas dan mempersiapkan perbekalan-perbekalan yang mereka bawa. Setelahnya Jihoon hanya terduduk diam dan Guanlin merebahkan dirinya menatap kosong ke arah langit.
"Jihoon," panggil Guanlin tanpa mengalihkan pandangannya.
"Ya?"
"Kau tidak merindukan ibumu?" tanya Guanlin.
Jihoon terdiam. Ia tak tahu harus bereaksi seperti apa karena sejujurnya, selama tinggal di apartemen Guanlin, dirinya seolah lupa akan asal usul dirinya. Ingatan tentang masa lalunya seolah terkikis sedikit demi sedikit. Ia merasa seperti terlahir kembali dengan seorang Guanlin yang memenuhi dunianya. Ia bahkan hampir lupa bagaimana kehidupan di luar sana karena sudah terlalu lama mengurung dirinya di apartemen itu.
"Hm-" hanya itu yang terdengar dari Jihoon sebagai jawaban.
"Boleh aku berbaring di pangkuanmu?" Guanlin meminta izin. Jihoon hanya mengangguk dan mempersilahkan Guanlin mengubah posisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Power [ PANWINK ]✓
FanfictionBagaimana jika kau dianugerahi sebuah kemampuan yang tak dimiliki orang lain? Akankah kau bertindak layaknya seorang pahlawan super dan menyelamatkan hidup orang lain? Atau kau akan menjadi seorang antagonis yang memanfaatkannya untuk dirimu sendiri...