7. Ditindih Si Dia....

132 11 4
                                    

Satu minggu pindah ke rumah baru membuat gue bosan. Kami pindah saat gue libur kenaikan kelas tiga SD. Libur gue masih kesisa satu minggu lagi, sedangkan teman sebaya gue di sini cowok semua.

Akibat kejadian penculikan alias kecebur got itu, gue dan anak-anak yang lain gak dibolehin punya jam malam, sedangkan kalo siang di sini itu panasnya menyengat dan paginya kami semua masih tidur --maklum anak kecil.

Alhasil yang bisa gue lakukan cuma berebut TV sama Oces, dan itu adalah kegiatan paling membosankan karena gue udah tahu pasti harus ngalah, tapi tetap aja gue lakukan. Entah bagaimana nasib anak-anak yang lain, mungkin kurang lebih sama.

"Ces, pindahin kek! Najis elo doyannya teletubbies," protes gue.

"Sebentar ishh, tungguin mataharinya muncul dulu."

Kening gue berkerut bingung, dari sekian banyak karakter di kartun itu, si Oces malah suka matahari?

"Elah ... kalo elo mau liatin muka bayi ketawa mah, buka aja foto-foto gue jaman masih imut gitu, Ces. Lebih cakep gue malah!"

Oces menoleh ke gue, "Justru gue suka liatin itu matahari, gara-gara mirip banget sama bayi yang di rumah dulu. Siapa tau bisa temenan sama gue kan?"

Kurang ajar! Jadi dia sedang membuat kubu Opel Haters? Bayi itu kan yang bikin gue benci warna kuning karena ampasnya muncrat ke muka gue.

"Gue mau nonton Srikandi, Ces. Buruan iihhh ... keburu udahan nanti." Gue masih berusaha membujuk Oces.

Fyi, untuk yang gak tahu Srikandi, dia itu pahlawan super wanita made in Indonesia, penerus Saras 008 yang kalah tenar dari sebelumnya. Tapi jauh lebih cantik, kayak gue.

Sebenarnya gue paling susah untuk dibuat sabar, terutama buat menghadapi adik sendiri. Aslinya selera kita itu berbeda walaupun nonton film yang sama, atau dengan gue mengalah dibeliin dinosaurus, alasan Nyokap sih biar kita bisa mainin berdua (biar akur) --padahal mah gue tahu tujuannya itu biar irit.

Sekalinya selera kita sama, mana mau Oces ngalah? Contohnya, kaya gue yang pengen jadi Rangers Merah, mana mau si Oces ngalah pilih jadi Rangers Pink atau kuning? Alibinya selalu sama, kata orang kan seorang kakak yang harus ngalah dari adiknya. Tapi kata gue kan enggak begitu, ngapain gue peduli kata orang?

Jangan ngomongin soal keadilan di depan gue kalo gak mau kena tonjok, gue itu udah sering diperlakukan gak adil.

"Tuh udah mau selesai, tungguin bentar!"

Nah, benar kan? Oces gitu loh, alergi mengalah untuk gue.

Gue mendengkus, tapi masih berusaha tabah untuk beberapa menit ke depan. Oke baiklah, gue cukup duduk sila dan senyum semanis mungkin. Tinggal tunggu si matahari ini tenggelam kan? Gampang itu mah.

"Saatnya Tubby berpisah, saatnya Tubby berpisah, saatnya Tubby berpisah!" Suara itu keluar dari pipa air yang muncul dari dalam tanah.

Pernah gue coba buka keran di depan rumah, buat membuktikan apakah itu benar-benar bisa ngomong? Tapi hasilnya, hidung gue sakit kemasukan air.

Tingky-Wingky, Dipsy, Lala dan Po berdiri dibalik bukit dan sama-sama mengeluh, "Ohhh... tidaakk."

"Da-dah, Tingky-Wingky." --- "Daadah!"

"Dadah Dipsy." --- "Daadah!"

"Da-dah Laalaa." --- "Dadaahh!"

"Dadah, Po." --- "Dadaah!"

Teletubbies itu menghilang di balik bukit. Dalam hati gue bersorak gembira, sebentar lagi gue terbebas dari kaki yang mulai kesemutan.

Tapi pas gue liat ke layar TV, curut-curut itu malah muncul lagi ke permukaan. Asap tipis mulai keluar dari telinga gue. Dua puluh detik gue terbuang sia-sia. Seorang Opel dipermainkan oleh Teletubbies?!

TopelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang