Bab 18

4.4K 317 20
                                    

"Kau pasti Ivy."

Shae akhirnya mau menemui Ivy saat Ivy menemuinya seusai yoga. Sangat kebetulan studio yoga itu milik salah satu klien ibunya. Kalau tidak, Ivy tidak akan pernah bertemu dengannya.

Kalau dulu Ivy mendapati dirinya duduk berhadapan dengan Shae Williams seperti saat ini, mungkin ia akan pingsan atau paling tidak, bengong seperti orang dungu. Shae Williams tidak hanya seorang artis, tapi juga pencipta trend. Apapun yang ia kenakan, pasti menjadi trend fashion berikutnya. Ivy dulu membenci kacamata vintage sampai punya tiga karena melihat Shae menggunakannya di TV dan majalah.

Kini idolanya itu duduk menatapnya langsung dan menyebut namanya, tapi Ivy tak merasa tersanjung sedikitpun.

"Kau pasti mau menuduhku atas apa yang terjadi padamu kan?" Shae mendengus sambil membuka botol minum yang ia bawa. Ia mengeluarkan beberapa potong lemon dari dalam kotak makan yang ia bawa juga lalu mencampurnya ke dalam airnya. "Jangan melihatku seperti itu. Aku seputus-asa ini untuk kurus."

Ivy mengernyit sambil menggigit sedotan ice cappuccino-nya. "Kau sudah kurus." Ivy tidak bohong. Ia malah bingung mencari di mana letak lemak di tubuh cewek itu.

"Pfft," Shae menertawai ucapan Ivy. "Andai semua orang bicara seperti itu padaku. Aku pasti bahagia. Sayangnya mereka lebih suka mencelaku agar aku menyiksa tubuhku lebih berat lagi." Shae meminum beberapa teguk lalu kembali pada pertanyaannya tadi. "Kalau kau pikir itu ulahku, lebih baik kita sudahi saja pembicaraan kita sekarang."

Ivy tidak menyangkal, tidak juga mengiyakan. Hanya mengerjap menyaksikan cewek itu meminum habis airnya. Cewek ini tampak gugup, tapi masa sih dia terintimidasi oleh kehadiran Ivy?

Akhirnya Shae melempar botol minumnya ke dalam tas gym-nya, lalu melipat tangannya di atas meja. "Aku iri padamu." Matanya memicing menatap Ivy. "Cantik alami, terlihat sangat tenang dan santai, bahkan dalam keadaan seperti ini."

"Aku mati rasa, bukan tenang," ucapan Ivy sedingin es. Ada sedikit rasa iba di dirinya saat melihat seorang Shae Williams dengan sangat mudahnya terintimidasi olehnya.

"Kau pasti bukan penggemar Caden."

"Bagaimana kau tahu?"

"Karena Caden tak akan pernah memacari penggemarnya."

RIP impian ratusan ribu gadis di seluruh dunia.

"Kenapa?"

"Caden benci orang yang menyukai dirinya yang tampil di media. Ia benci bagaimana labelnya membentuk seorang Caden."

Ivy menyingkirkan gelas kosong dari hadapannya, lalu menanyakan hal yang sudah ia pikirkan dari saat di rumah tadi. "Apa yang membuatmu mau pacaran dengannya dulu?"

"Dulu?" Shae terkekeh, memamerkan giginya yang putih terang akibat bleaching. "Sampai sekarang pun aku masih ingin jadi pacarnya. Terserah kau mau percaya atau nggak, tapi aku benar-benar menyukainya. Oke, dia memang menghancurkan hatiku, tapi aku nggak tertarik untuk membalas dendam. Sekarang dengarkan aku, Ivy."

Shae menarik napas, kemudian melanjutkan, "Kau pacaran dengan seorang Caden, jadi jangan harap kisah cintamu manis seperti novel-novel roman. Sebaliknya, kau sebaiknya bersiap untuk yang terburuk. Aku bicara soal dilempar tomat, diteriaki dengan kata-kata kotor, ditampar, dijambak oleh para fansnya yang sinting itu. Belum lagi kau akan menemukan ratusan fans fiction dengan kau ada di dalamnya—mati. Aku sih punya bodyguard, tapi kau?"

Ivy mendadak terpikir sosok Devon. Tapi yang benar saja! Mana mau cowok itu melindunginya setiap hari.

"Aku nggak mencoba menakut-nakutimu, Ivy. Tapi coba lihat dirimu—apa kau yakin mengorbankan mimpi dan kebebasanmu? Apa kau yakin semua ini pantas untuk kau perjuangkan? Mencintai Caden butuh lebih banyak perjuangan dibandingkan mencintai cowok pada umumnya. Caden perlu orang-orang sepertiku—bukan maksudku menyombong—tapi Caden perlu cewek yang bisa melindungi dirinya sendiri karena dia nggak akan selalu ada untuk melindungimu."

ReboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang