Part 1

32 7 5
                                    

Aku seorang anak remaja tampan yang terlahir dari ibu berkewarganegaraan Indonesia dan ayah yang berasal dari Kanada.

Namaku Dany Callaghan. 15 tahun sudah aku tinggal di suatu daerah di Kanada, tepatnya di kota Vancouver.

"Tinggi udah 182 cm, badan cukup atletis, rambut keren juga. Wah... Kayanya bisa nih jadi model di Indonesia" gumamku sembari memperhatikan cermin.

Tetapi, ibuku selalu mengajarkan segala hal yang berkaitan dengan negara Indonesia, hingga akupun sekarang telah menguasai Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

"Mah... Kenapa sih Dany harus lanjutin sekolah di Indonesia? udah enak di Kanada" keluhku menentang keputusan Ibu.

"Ehh... Kamu itu punya darah Indonesia! Ayah sama mamah ingin kamu bisa ngerasain hidup disana juga, ngerasain budayanya juga" itulah alasan yang keluar dari mulut ibuku.

"Inget yah Dany... nanti di Indonesia kamu harus bisa seramah mungkin ke semua tetangga. Kita berangkat besok pagi"

"Iya!" jawabku dengan rasa kesal.

Sangat terasa berat mendengar keputusan orang tuaku yang menyuruhku untuk melanjutkan sekolah di Indonesia.

Yang aku pikirkan, apakah yang akan terjadi di Indonesia. Aku sangat malas harus mencari teman baru lagi, yang aku inginkan teman Kanadaku.

*****

"Syukurlah... Akhirnya sampai juga di Indonesia"

Suasana sekitar yang kurang mengenakkan aku rasakan saat keluar bandara.

"Suasananya beda banget dibandingin Kanada, apalagi rasa panasnya" itulah pemikiran pertama di otakku.

"Dany!"
"Callaghan Junior! Ayo naik ke taksi cepet!" teriakkan ibuku membangunkan lamunanku.

Aku segera naik kedalam taksi dan kulihat tawa dari ayahku yang tak kuat akan perlakuan ibu.

"Ibu, dari luar negeri yah?" tanya si supir taksi.

"Iya nih pak, udah lama gak tinggal di Indonesia. Sekalian biar si anak bandel ini bisa hidup agak bener disini"

Supir taksi itu hanya tersenyum kecil mendengar ejekkan ibu kepadaku.

Sifat dari sang supir taksi sedikit mengubah pola pikirku.

"Ramah banget supir taksinya. Bener kata mamah, orang Indonesia emang ramah"
Disana aku mulai merasakan rasa nyaman tinggal di indonesia.

Tok.. Tok.. Tok..

"Ayah... Ngapain sih ngetuk pintu? kan kunci rumah nya ada di mamah" tanyaku sambil tertawa.

"Lagian mamah kamu lama tuh geraknya. Siapa tau ayah ngetuk pintu dia jadi lari - lari kesini" canda ayahku yang memang telah lancar menggunakan Bahasa Indonesia.

Beberapa jam membereskan semua barang, akhirnya semua pun telah beres dan kita mengobrol sebentar sebelum makan malam.

"Rumahnya nyaman juga yah" pujiku.

"Itu yang bikin ayah setuju tinggal di Indonesia lagi"
"Lagian ayah bosen udah 15 tahun diem di Kanada" balas ayah.

"Dany ... Inget yah kamu bentar lagi sekolah loh" ucap ibuku, lagi - lagi mengingatkan tentang sekolah.

"Iya mamah iya" jawabku.

*****

Terasa aneh memang, keringat mengalir saat jarum pendek jam menunjuk angka 4 di pagi hari. Keadaan sangatlah berbalik, seperti layaknya sebuah es yang dipindahkan dari dalam kulkas kedalam microwave, itulah perbedaan Kanada dan Bandung. Hanya rasa tak nyaman yang terus mengiringi untuk menghilangkan kelelahan, bukan hal yang sempurna tetapi memang hidup terkadang tak sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Sulit untuk kembali berpindah ke alam mimpi, mata ini tak akan mampu menutup jika hanya terus diiringi suasana tak mengenakan seperti ini.

"Sholat, mandi, sarapan dan semuanya udah dilakuin. Terus sekarang mau ngapain coba? Sekolah aja mulainya besok" itulah ungkapan hatiku di suasana pagi kota kembang.

*****

Semua terasa hambar tanpa ada satu orang pun yang dikenal selain penghuni rumah. Hanya dapat terdiam di kamar, sebuah kamar sudah terasa seperti goa pribadi. Yang dapat kulakukan hanyalah menatap layar telepon pintar yang menunjukan foto bersama teman - teman saat di Kanada.

"Come here Dany... Ambil nih seragam sekolah kamu di ruang tamu"

Sontak saja perkataan ibu tadi membuatku kaget dan langsung bergegas untuk menemui ibu di ruang tamu.

"Sekolah disini pake seragam mah? Emangnya sekolah di Kanada sama Indonesia beda?" Begitulah tanggapan pertama dari seseorang yang terbiasa menggunakan setelan asal - asalan untuk pergi menuntut ilmu.

"Ya iya lah beda, kamu itu harus ngerti tentang budaya Indonesia sama Kanada. Kamu gak boleh sama - samain gitu! Itu juga rambut kamu cukur sana! Di Indonesia itu gak boleh sekolah kalau rambut pake gaya anak rocker tahun 80'an " Tegas ibuku yang telah muak melihat gaya urakan anaknya ini.

"Aduhhhh mah... Rambut segini mah belum bisa keterima buat jadi Penyanyi Metallica" balasku dengan candaan yang seperti biasanya.

"Atau kalau enggak minta cukurin aja ke Pak Aji, dia bisa nyukur kok" begitulah saran ibu.

Pak Aji... seorang supir taksi yang mengantar kami dari bandara, dan karena orang tuaku menyukai sifatnya lalu mereka menawari pekerjaan kepada Pak Aji untuk menjadi supir keluarga kami.

"A Dany, mau digimanain rambutnya?" tanya Pak Aji yang telah siap memangkas rambut ala Rocker ini.

"Dibikin kaya tentara aja pak, biar lebih gagah keliatannya" candaku diiringi dengan senyum kecil.

The Side Of ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang