6. Unbreakable

7.1K 349 1
                                    

Lelaki paruh baya itu menatap layar lebar di ruangannya dengan datar. Pandangannya dialihkan pada sebuah koran yang tergeletak di mejanya. Ditatapnya tulisan di lembar halaman itu dan foto yang tertera di sana. Pandangannya tetap datar, hampa dan terasa kosong. Ekspresinya tak terbaca.

"Seperti inikah jalan hidup yang telah kau pilih, Nak?" gumamnya pelan sambil matanya terus menatap lembar surat kabar itu.

***

Nathan sedang bekerja mengaduk semen. Panas matahari begitu terasa membakar kulit putihnya. Keringat sudah membanjiri tubuhnya. Meski tangannya terasa mau patah dan sudah lecet-lecet, tapi ia mengabaikannya. Ia sudah menjadi kepala keluarga sekarang. Ia harus menafkahi anak orang lain yang telah dimintanya dari orang tuanya dengan janji akan selalu membahagiakannya. Ia tak sendiri lagi sekarang, ada istri yang menjadi belahan jiwanya dan anak yang mungkin saat ini sudah tumbuh di rahim istrinya. Dan biaya hidup ke depan semakin besar dan ia harus bekerja lebih keras lagi. Bayangan senyuman manis Alika yang selalu menghiasi harinya membuat rasa lelahnya seperti hilang dan tidak terasa sama sekali. Senyuman yang selalu menyemangatinya untuk terus maju dan pantang menyerah.

"Mas Nathan! Itu di depan ada bapak-bapak kayak pengusaha katanya mau bertemu Mas." seru seorang lelaki usia 40-an yang menghampiri Nathan. Nathan mengerutkan keningnya. Kira-kira, siapa yang mencarinya?

"Siapa, Mas?" lelaki itu menggeleng.

"Dia gak ngasih tahu namanya. Cuma nyuruh manggilin Mas Nathan aja ke sana." Nathan mengangguk.

"Terima kasih, Mas." lelaki itu mengangguk dan kembali ke pekerjaannya. Nathan menghentikan aktivitasnya dan berjalan ke arah depan untuk menemui orang yang tadi mencarinya.

"Papa?" Nathan agak terkejut melihat papanya ada di sini. Dari mana papanya tahu dia bekerja di sini?

"Apa kabarmu, Nak?" tanya Yesaya datar.

"Alhamdulillah baik, Pa. Kabar Papa dan Mama bagaimana?" Yesaya tersenyum dingin.

"Menurutmu? Apa kabar baik atau kabar buruk yang ingin kamu dengar?" Nathan terkejut dengan jawaban papanya.

"Maksud Papa apa?"

"Apakah kamu pikir kami bisa baik-baik saja dengan pengkhianatan putra yang begitu dibanggakan dan disayangi sepenuh hati? Sungguh suatu balasan yang tidak pernah diharapkan sama sekali." ucap Yesaya sinis. Nathan menatap Yesaya sedih.

"Maafkan aku, Pa. Aku tak bermaksud untuk mengkhianati kalian dan mengecewakan kalian. Tapi aku nyaman dengan jalan hidup yang aku pilih sekarang, Pa."

"Dan lebih memilih untuk hidup menderita dengan perempuan miskin itu? Apa sebenarnya yang ada di otakmu, Nathan??!!" Nathan terkejut dan tak terima istrinya direndahkan meski oleh papanya sendiri.

"Cukup, Pa!! Jangan pernah menghina istriku lagi! Dia wanita yang aku cintai dan dia sudah menjadi separuh nafasku sekarang." Yesaya tertawa sinis.

"Dan lihatlah butanya kamu sekarang, Nathan. Bahkan, kamu lebih membelanya dan tak peduli dengan mamamu yang selalu menangisimu dan memikirkanmu meski kamu telah mengecewakannya begitu parah. Seperti inikah putraku sebenarnya?" Nathan teringat dengan mamanya. Nathan sangat mencintai dan menyayangi wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya tersebut. Wanita yang merawat Nathan dari kecil dengan penuh kasih sayang. Setetes air mata meluncur dari mata sipitnya. Ia belum bisa membalas semua yang telah diberikan wanita itu. Sejujurnya, ia tak mau melakukan ini pada keluarganya, tapi hatinya sudah memilih untuk mengikuti dan memperjuangkan cintanya dan keyakinan yang membuatnya merasakan menjadi pribadi yang lebih baik sekarang.

Heaven In Your Eyes (SEASON 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang