Pagi itu Rangga lebih dulu bangun. Biasanya aku bangun lebih dulu dan selalu berangkat dari apartemen sebelum dia sempat bangun. Laki-laki itu membawa secangkir kopi dari arah dapur kemudian meletakannya di atas meja. Laptop yang menyala dan terbuka sedari tadi di atas meja, dijamahnya lagi.
Setelah ganti baju dan bersiap, aku keluar dari kamar dan mendapatinya dalam posisi yang sama. Aku hendak melewatinya saat kemudian dia memanggil.
"Kita harus mengunjungi mama," katanya saat itu, aku menatapnya tak mengerti. Memang rasanya sudah lama aku tidak bertemu ibunya, Rangga bahkan sudah mengunjungi ibuku dan kumpul keluargaku. Tapi semenjak menikah aku belum kumpul dengan keluarganya. "Kamu punya waktu hari ini? Mamaku mengkhawatirkanmu beberapa kali dan menanyakanmu sejak kamu di Kalimantan."
"Dia tahu aku di Kalimantan?"
"Ya," Rangga mengangguk, "dan perayaan yang aku buat waktu itu, dia bilang dia kecewa karena kamu tidak datang."
"Perayaan?"
Rangga tampak diam sesaat dan menimbang lagi untuk mengatakannya, "perayaan untuk pekerjaanku, aku mencoba menghubungimu beberapa kali."
"Ah, itu," aku mengangguk mengerti. Malam itu aku memang sempat menerima panggilan tak terjawab darinya beberapa kali, tapi aku sedang sibuk bekerja.
"Kupikir kita harus meluruskan kesalahpahaman itu."
"Bukankah seharusnya lebih baik begitu?" Tanyaku.
"Maksudmu?"
Aku tersenyum tipis, "lagipula hubungan kita juga tidak lama, meluruskannya mungkin tidak akan terlalu berguna juga."
Rangga diam dan berpikir, saat aku hendak berbalik meninggalkannya dia menjawab, "tidak, aku tidak ingin hubungan kalian terputus walau nanti kita tak memiliki hubungan lagi," katanya. Aku berbalik menatapnya keheranan. Rasanya aku bisa mengerti, tante Lisa adalah orang yang baik. Aku bahkan tidak yakin akan menyia-nyiakan orang sepertinya.
"Baiklah, kelasku untuk siang ini dibatalkan, aku langsung ke rumah mamamu."
"Tidak perlu," Rangga memotong cepat, "aku akan menjemputmu," katanya. Kami saling menatap untuk sesaat dan aku melihat kesungguhannya sehingga aku mengangguk. "Sampai ketemu nanti siang," katanya lagi saat aku berbalik.
Aku nyaris lupa siang itu bahwa kami punya janji. Selesai kelas aku dan anak-anak yang lain bersiap untuk makan karena salah satu dari kami berulang tahun. Kami dapat teraktiran sehingga begitu antusias sampai hal yang lain pun tak kepikiran.
Kami keluar dari gedung jurusan menuju halaman parkiran yang langsung menyambut kami. Lusi sedang membahas soal kucing piarannya saat ponselku kemudian berdering. Aku melihat nama Rangga di sana dan langsung mengangkatnya.
"Hallo."
"Kamu tidak lupa dengan acara siang ini, kan?" Tanyanya.
"Acara?" Dan saat itulah aku mengingat semuanya.
"Aku di tempat parkir, kamu bisa melihatku."
Refleks aku mengangkat kepalaku dan menemui sebuah mobil audi hitam dengan Rangga menyangga tubuhnya di depan mobil. Dia menatapku dan kemudian langsung memutus panggilan itu. Dikantonginya handphonenya kembali.
Astaga, dia benar-benar menjemputku! Rasanya bola mataku mau keluar.
"Cas, kenapa berhenti?" Tanya anak-anak, mereka menatapku heran kemudian mengarahkan pandangan mereka serempak pada apa yang aku lihat.
"Oh, kayanya aku pernah lihat, tapi dimana ya?" Lusi berkomentar pertama kali.
"Astaga, itu kenapa Nicolas Saputra ada disana?" Yang lain mulai heboh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Lies, One Truth (TELAH TERBIT)
RomanceCerita ini sudah terbit loooh. Kalau mau baca atau mau koleksi bisa pesan ke instagram atau tokopedia @lokemediasamarinda atau bisa juga WA ke 087725660563 ** Rangga dan Casandra memulai pernikahan mereka dengan niat yang salah. Mereka berpikir bahw...