19. Rangga

3.5K 332 30
                                    

Aku  bertanya-tanya kenapa beberapa hari terakhir ini Casandra tidak pulang larut malam lagi. Aku memang tidak tahu apa yang dia lakukan dan berusaha keras untuk tidak bertanya walau aku penasaran setengah mati. Sesungguhnya aku sedikit bersyukur karena aku tidak perlu lagi menunggunya semalaman.

Senin itu sepulang kuliah, dia langsung kembali ke apartemen. Saat itu aku sedang bersama dengan Nicole. Nicole sibuk membuat makan malam saat dia datang. Casandra berlalu masuk ke dalam kamarnya. Aku duduk di ruang tamu untuk nonton tv. Tak lama gadis itu keluar dari kamarnya dan sudah mengganti pakaiannya, dia berjalan ke arah dapur.

Sejujurnya aku ingin mengikutinya ke arah dapur. Aku punya perasaan bahwa akan ada masalah jika dia bertemu dengan Nicole, tapi aku menahan diriku dan menunggu sebentar lagi setidaknya sampai iklan. Iklan itu tidak datang secepat yang aku kira dan teriakan terdengar lebih cepat dari yang aku kira.

Itu teriakan Casandra, "apa yang kamu lakukan?!" Aku langsung berlari ke arah dapur untuk melihat apa yang terjadi. Aku melihat Casandra mendorong Nicole dan membuatnya menabrak meja dapur.

"Casandra!" Aku menghampirinya dan menghentikannya dengan segala aksinya selanjutnya. Aku dengan cepat meraih tangan Casandra dan menahannya erat. "Kamu sudah gila?!"

"Gila?!" Dia melotot, "benar, satu-satunya yang gila di sini adalah aku," aku melihat matanya berkaca-kaca, itu bahkan adalah pertama kalinya. Casandra yang biasanya pandai sekali  menahan ekspresinya. Dia selalu berbicara sarkastik, tapi sekarang dia lepas kontrol.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Apa juga tidak boleh?" Tanyanya padaku yang membuat keningku mengernyit, "aku hanya meminta sedikit ruang dari kulkasmu, apa tidak boleh?" Napasnya naik turun karena terlalu kesal.

"Apa?" Aku tidak mengerti. Casandra melihat ke balik punggungku pada Nicole.

"Bagaimana aku tahu jika itu milikmu? lagipula kenapa ada sampah semacam itu di dalam kulkas? Apa aku salah jika aku membuangnya?" Ucap Nicole. Aku melepas tangan Casandra dan menatap ke arah Nicole tak mengerti. Sebenarnya apa yang sekarang sedang mereka pertengkarkan ini?

"Kamu juga tidak berhak walau itu adalah sampah, ini juga bukan rumahmu."

"Memang bukan, tapi Rangga sudah memberikan hak untukku atas rumah ini. Dan kamu, kamu tidak memiliki hak apapun, kamu bahkan tidak bisa masuk ke apartemen ini jika bukan melalui tanganku atau tangannya Rangga," kulihat Nicole tersenyum.

Kutatap Casandra dan matanya terbuka bulat-bulat, air mata menggenang dari sana.

"Sejujurnya aku juga bertanya-tanya, apa kamu memang tak punya harga diri? Kamu bisa saja pindah dari tempat ini, menyewa sebuah rumah atau kamar, lagipula kamu juga tidak ada kepentingan di sini. Jika kamu memang tidak menyukai Rangga, kenapa kamu masih di sini? Tidak punya uang atau tidak punya harga diri? Pasti tidak punya keduanya," Nicole mulai lagi.

"Nicole hentikan," amukku tapi Casandra lebih dulu berbalik dan pergi dari dapur.

Aku benar-benar tidak bisa percaya karena dalam sekejab aku sudah dikepung di dalam rumah bersama dua wanita temperamen ini. Aku juga lebih tidak tahu lagi siapa yang harus kubela. Rasanya aku bisa saja ditembak mati kapanpun jika aku melakukannya.

Sudah beberapa hari berlalu sejak kejadian itu, Nicole keluar kota untuk melakukan tur pemotretan. Casandra kembali ke rutinitas seperti pertama kali dia pindah kemari, tapi bedanya dia jadi lebih dingin dari biasanya. Wajahnya selalu dipasang kaku dan dia juga tidak pernah sekalipun menatap ke arahku. Dia mungkin masih marah atas apa yang terjadi terakhir kali. Aku juga tidak minta maaf padanya atas itu. Kupikir dia juga terlalu melebih-lebihkan, itu juga hanya makanan sisa yang dikirim ibunya dan Nicole juga tidak sengaja membuangnya. Jika Nicole tidak menyebalkan saat mengatakannya, mungkin mereka tidak perlu bertengkar, tapi aku juga sudah lelah untuk menjadi penengah. Kubiarkan saja mereka berdua.

Two Lies, One Truth (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang