7

11.5K 398 4
                                    

Saya cadangkan kepada pembaca untuk membaca semua part yang saya tulis krn ada part penting yang perlu pembaca tahu.
.

.

.

Nathella keluar dari bilik mandi, masih dengan jubah mandi berwarna putih . Dia mendesah ringan , masih terasa nikmatnya ketika dia berendam di dalam kolam mandian bersama aroma terapi haruman mawar . Otot-otot tubuhnya serasa sedang di urut .

Dia mendudukkan diri di kerusi meja rias , menatap dirinya sendiri sambil tersenyum nipis sebelum dia melihat sebuah tanda merah pada leher yang membuat senyumannya menjadi luntur.

Bibir Nathella berkedut , keningnya mengernyit.

"A..pa.."

Nathella tergagap , menatap tanda kemerahan yang menodai kulit lehernya . Tangannya gementar saat menyentuh noda merah itu . Kemudian semakin turun ke bawah , mengikut jejak merah pada tulang selangkanya , dia yakin masih ada tanda lagi di area tubuhnya yang lain.

Tidak teragak-agak diri Nathella ketika membuka jubah mandinya , menatap pantulan dirinya sendiri yang telanjang bulat pada cermin .

Dia terbelalak , bibirnya bergetar , nafasnya tertahan , perasaan aneh mula mengerubunginya di saat matanya menangkap dua lagi tanda kemerahan di belahan dadanya. Serupa gigitan serangga ?

"Tanda apa ni ?"
Fikirannya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang berlaku semalam.

Pintu ? Dia yakin sudah menguncinya semalam kerana sampai ketika ini pun pintu biliknya masih tertutup dan di kunci .

Pintu beranda ? Baharu tadi pagi dia membuka kunci beranda itu.

Jendela ? Muncul kernyutan di dahinya , seingatnya semalam jendela itu terbuka lebar , tapi sekarang tertutup erat , mengabaikan sekawan burung yang sedang mematuk kaca jendelanya.

Jadi apa sebenarnya? Apakah sekadar serangga malam yang salah sasaran ? Atau semalam dia mengigau dan berakhir terjatuh dari katil ? Tapi kenapa tiada rasa sakit ?.

Nathella memekik tertahan. Tanda apa ini ? Jika di pandang lama-lama serupa bekas ciuman, tapi kemungkinan itu amat mustahil.

Tok tok tok

Nathella tersentak di tempatnya, ketukan pintu itu menjemputnya dari lamunan panjang.

"Thella ? Masih lama lagikah? Ayah dah siapkan sarapan."

"Iya , Thella tengah bersiap , kejap lagi saya turun. "

Di sebalik pintu Henry tersenyum, dia fikir Nathella berkecil hati kerana hal semalam. "Baiklah. Ayah tunggu di meja makan ."

"Baiklah."

Setelah itu , suasana kembali sepi, meresapi langkah kaki Henry yang menjauhi pintu bilik anaknya .

Nathella kembali menatap dirinya, dia meringis gusar . Bagaimana cara hendak menutupi tanda merah pada kulit lehernya ? Dia tidak mahu orang-orang berfikiran buruk tentang dia.

Nathella menghela nafas panjang, tidak habis fikir dengan segala kejadian misteri yang berlaku semenjak tinggal di rumah ini . Apakah rumah ini di huni oleh roh jahat mahupun serangga penggigit ?

"Apa yang kau fikirkan ni , Nathella !"

Nathella memutuskan dialognya sendiri sebelum mengenakan pakainnya.

.

.

.

"Selamat pagi , ayah."

Henry menoleh dan menunjukkan sengihannya .
"Morning to , honey. By the way , Nice style."

Nathella merungut , Sesiapa pun akan mempersoalkan seseorang yang mengenakan mafela di musim panas , seperti penampilannya saat ini .
"Mesti nampak pelikan..." rengeknya.

Henry menaikan sebelah alisnya tinggi-tinggi. Siapa kata anaknya tidak cantik ? Banyak orang-orang yang tergugat akan kecantikan anaknya yang semula jadi . Seperti hari ini , Nathella mengenakan kemeja berlengan panjang berwarna hijau pudar, dipadukan seluar perang lembut yang tidak mencecah tumit kaki , rambut yang di hurai; berhiaskan jepit kecil berbentuk kupu-kupu demi menjepit anak rambutnya, di lengkapi dengan mafela berwarna kelabu .Terlihat cantik dan segar , memberikan kesan kedewasaan yang anggun .

Henry mengernyit kening.
Mafela ? Di musim panas ? .

"Kenapa pakai mafela ?" Tanya Henry.

Nathella mendudukkan diri dengan malas. "Tak sihat badan." ungkapnya singkat.

"Thella sakit ? Dah minum ubat ? Laratkah ? Kalau tak , tak payah masuk kelas." Kentara sekali Henry begitu merisaukan anaknya , terbukti dengan kelancaran kata risau di setiap ayat yang dia lontarkan.

Nathella meringis , berasa salah mengajukan alasan. "Ah , Thella dah minum ubat , tak payah risau lagipun Thella masih larat."
Sahutnya sambil tersenyum , amat lembut di mata Henry , membuat Henry berasa sedang menatap isterinya .

Henry mengangguk sekali.
"Makanlah." suaranya terdengar serak menahan batuk kering.

Nathella meraih sudu dan garpu , matanya menatap lurus ke arah ayah yang sedang terbatuk hebat , kedengaran amat kering , seperti memaksa agar leher mengeluarkan sesuatu .

"Ayah baik ?"

Henry mengangguk-angguk , menaikan ibu jarinya keatas ; petujuk bahawa dia dalam keadaan baik .

"Ayah nak minta maaf tentang semalam ." Henry meraba dadanya , menahan rasa kebas yang menjalar ke paru-paru dan tertahan di leher , membuatnya ingin terbatuk lagi.

"Oh ? Ayah tak payah risau , Thella tak marah pun. Saya tahu, ayah penat bekerja dan nak cepat-cepat rehat ." Nyatanya , Nathella berasa kecil hati dengan sikap ayahnya semalam.

Henry ialah saksi kelahiran Nathella , dia bahagia di saat Nathella mula memanggilnya 'Ayah' , dia ada di saat Nathella mulai belajar berjalan , dia tahu bila Nathella kurang suka dengan sesuatu benda . Seperti saat ini , dia tahu Nathella bohong , dia tahu anaknya terkilan dengan sikapnya , tapi dia kena buat apa? Dia memang ayah dan suami yang gagal .

"Ayah tahu , Thella yang paling faham ayah." Pada akhirnya , dia sendiri yang membina tembok pembatas antara dirinya dan anaknya.

Nathella menatap ayahnya dalam-dalam . "Berat badan ayah menyusut."

Henry terkekeh , Nathella tahu itu hanyalah ketawa palsu . Itulah ayahnya , si pelakon berjaya.

"Ini faktor penuaan , nak."
Sahut Henry lambat-lambat sebelum menyeropot teh hangat dari cawannya.

"Tak ! Saya tahu , jadual makan ayah tak teratur , mesti ayah selalu tak makan tengahari."

Henry diam , sebelum meruntuhkan suasana tegang itu dengan kekehan ringannya . Dia meletakkan cawan tadi ke atas alas piring kecil .

"Thella tahukan ayah Thella ni ayah yang hebat ? Dah tentu banyak yang memerlukan sumbangan ayah . Jadi.. Baiklah."
Henry menghentikan aksi lagaknya saat melihat delikkan mata dari anaknya . "..sebenarnya, kebelakangan ini ayah memang sibuk berjumpa dengan klien-klien penting hingga lupa waktu makan. Pagi ni pun , pukul 9 , ayah ada urusan penting juga . Maaf okey ?"

Nathella mendengus . "Ingat umur ayah , ayah bukan muda lagi ." ucap Nathella .

"Baiklah Doktor Nathella."

Nathella menjeling malas , sudah terbiasa dengan sikap berlebihan ayahnya .

Jadi , tidak salahkan dia mengantar bekal makanan tengahari untuk ayahnya ke pejabat ?

Nathella tersenyum nipis , bukan idea buruk , lagipun dia rindu riak terkejut ayahnya bila dia datang ke pejabat ayahnya nanti .

Oleh : Yeenarissara

VOTED for NEXT chap ➡️

Bila Malam Tiba...Where stories live. Discover now