22

5K 226 3
                                    

Rasanya letih sekali , otot-otot tubuhnya terasa kaku , padahal hanya beberapa aktiviti yang dia sertai , tidak termasuk aktiviti ringan seperti memasak dan makan.

Wajarlah jika memang  keheningan sahaja yang dia dapati setelah memutar kenop pintu utama , menyelitkan kepalanya dicelah pintu semata-mata hendak mengintip keadaan rumah itu ,  tapi kali ini tidak ,  aroma enak langsung mencuri inderanya , membuat dia tidak berkuasa untuk enggan menghirup nafas dalam-dalam .

Aroma enak ini berasal dari dapur . Apakah ayah memasak? Hari ini khamis , ayah tidak bekerjakah ?

"Ayah.."
Setelah meletakkan beg pakaian ke sudut ruang , dengan terkejar-kejar dia menuju dapur , antara rasa teruja dan rindu . Dia benar-benar berterima kasih jika si ayah sanggup mengambil cuti semata-mata hendak menyambut kepulangannya , bahkan rela memasak sesuatu makanan yang pastinya amat lazat jika di teka dari aroma enaknya .

Semakin dekat semakin harum aroma masakan itu .
"Apa yang.."

Langkahnya terhenti di pintu dapur , senyumannya luntur dalam sekejap . Semua akan berjalan seperti biasa ; dia akan memeluk ayahnya dan mengungkapkan kerinduan , jika dia tidak melihat seseorang wanita berdiri membelakanginya , tangan wanita itu terlihat lincah dalam menggaul masakan di dalam kuali , begitu pakar , terdengar juga suaranya yang bersenandung-ria.

"Nathella ?"

Kefokusan Nathella terbahagi , dia menoleh ke satu arah , munculnya si ayah dibalik pintu bilik air .

Begitu juga wanita yang memasak tadi , dia menoleh kebelakang , dan senyuman anggun langsung terbit di garis bibirnya . "Oh ?"

Nathella di buat bingung saat wanita itu menghampirinya , memeluknya begitu erat sehingga dia sulit bernafas .

"Ah kau betul-betul cantik , lebih cantik dari dalam gambar yang Henry tunjukkan . Takkah begitu.. sayang ?"

Bahu Henry tergoncang perlahan, ketawa ringan yang penuh makna . " ya , anakku memang cantik."

Dia semakin di buat bingung , lihatlah bagaimana ayahnya memandang wanita itu dengan pandang penuh pemujaan , tatapan yang sama ketika ayah memandang ibu , pandangan kasih yang penuh cinta .

Perlahan , perasaan sesak mula merayap ke pangkal hatinya , mengetuk jendela perasaannya begitu kuat sehingga dia sulit menahan rasa sebak yang menjalar.

Tidak ! Tidak !

Hati ayah hanya untuk ibu , mustahil dengan semudah itu ayah mampu berpindah hati , bahkan dia sering mengintip ayah yang tersedu-sedu sambil memeluk bingkai kayu berisikan sehelai potret wajah ibunya.

Mungkinkah ini pembantu rumah baharu mereka ?

Nathella tersenyum nipis , terlihat rimas dengan pelukan berlebihan itu , meskipun begitu dia masih membiarkan wanita tidak di kenali itu memeluknya , lalu dia memandang ayahnya ,  melemparkan tatapan menuduh.
"Ayah tak bagitau pun nak ambil pembantu rumah. " Nathella merungut manja , sekadar topeng belaka untuk menutup pemikiran negatif disaat wanita itu melepaskan pelukannya dan beralih memeluk lengan ayahnya.

Wanita dewasa itu mendongak , menatap Henry penuh makna tersirat , kemudian kembali menatap Nathella yang masih tersesat dalam terowong fikiran. "Kenalkan aku Catlyn , bakal isteri ayahmu. "

Sepatutnya tidak begitu . Ucapan yang keluar dari mulut wanita yang mengaku sebagai bakal isteri ayahnya harus di nafikan .

Ayah ! Ayah ! Bersuaralah , bahawa ini semua hanya lakonan, sekedar persembahan kecil-kecilan untuk menyambut kepulanganku . Ayah masih menyayangi ibukan ?

"Ya , Nathella . Dia bakal isteri ayah , akan menjadi ibumu juga."

Sulit di percaya , pahit di telan. Bahkan lebih berat berbanding beg mendaki yang dia pikul , lebih menyakitkan berbandingkan kakinya yang sering kebas dan berdenyut-denyut .

"Oh , begitukah ?" Nathella tersenyum kecil . "..baiklah."

Maka dari itu , dia sedar , mula dari hari ini , detik ini , semua akan berubah .

Catlyn???  Who's she?????  hOHO lets votedd for next chap

Bila Malam Tiba...Where stories live. Discover now