16

6.2K 236 4
                                    

"Ingat pesan ayah , jaga diri , jangan masuk hutan seorang diri, jangan.."

"Ayah.." Tegur Nathella , suaranya menyahdu manja , kurang selesa di saat mereka menjadi tumpuan orang sekeliling ketika ayah sedang memberikan nasihat keselamatan yang sudah di ulang beberapa kali sejak malam semalam .

Henry terkekeh . " Okey okey , jangan buat muka macam tu."

"Miss Nathella ."

Mereka sama-sama menoleh ke sumber suara , melemparkan riak terkejut namun dalam maksud yang berbeza .

"Sir.." Nathella tersenyum nipis sambil membongkokkan sedikit badannya , jemari rampingnya menyelitkan juntaian anak rambut ke belakang telinga , malu-malu membalas tatapan gurunya .

Henry menatap Soonyoung dalam-dalam , keningnya bertembung menjadi satu , seperti hendak melukis emosi yang tergantung di raut wajahnya. Dan lagi , ada apa dengan gelagat malu-malu anaknya ?

"Ayah , perkenalkan ini Profesor Kwon , guru seni lukis di kolej Ini." Nathella berujar lembut lalu beralih kepada Soonyoung , "Sir, inilah ayah saya." Nathella memperkenalkan ayahnya dengan penuh kesopanan yang memikat , suaranya kedengaran ayu , membuat sesiapa sahaja akan terhanyut dalam kelembutan suara itu .

Soonyoung tersenyum nipis , menarik sudut bibirnya penuh isyarat , lalu menghulurkan tangan kanannya , mahu berjabat tangan dengan lelaki tua di hadapannya .

Henry tersenyum singkat , tiada pilihan lain selain menerima huluran tangan peria di hadapannya . "Henry Dawson."

Tangan mereka saling bertaut , saling menggenggam , saling bertatapan , seakan sedang bermain isyarat tanpa kata yang hanya mereka saja yang faham.

"Kwon Soonyoung . Nice to meet you again , Mr.Henry."

Henry mengangguk singkat sambil melepaskan tangannya.

"Again ? Sebelum ni ayah dan sir pernah bertemukah?"
Nathella menoleh ke arah ayahnya, keningnya mengernyit bingung.

Henry beralih menatap Soonyoung, menanti penjelasan apa yang akan mereka lontarkan kepada Nathella , tetapi Profesor muda itu hanya menunjukkan wajah tenang, tidak mahu membantu, membuat Henry perlu menderaskan fikirannya demi mengelakkan tafsiran negatif dari anaknya . " Ah dulu, setahun yang lalu kami pernah menjalinkan kerjasama syarikat , selesai je projek tu kami tak pernah berjumpa lagi." Jelas Henry padat dan singkat , berharap tidak menimbulkan kecurigaan anaknya.

Nathella masih mengernyit , masih mengawasi penjelasan dari ayahnya . Benarkah ? Seingatnya Soonyoung hanya seorang guru fakulti kesenian , tapi peria itu memang pernah mengatakan yang dia ada pekerjaan yang lebih keras . Jadi , inikah yang dia maksudkan ? Seorang pengasas syarikat ? Dan peria itu pernah berkata yang dia baharu dua bulan menetap di negara ini . Jadi apa maksud ayahnya tentang kerjasama setahun yang lalu ?

Soonyoung menatap Nathella , dan mendapati wanita itu masih mengarahkan tatapan bingung kepada Henry . Soonyoung mengukir senyuman manis , berinisiatif untuk meleraikan tali persoalan yang tergantung di antara mereka . "Mungkin nanti kita boleh menghabiskan waktu bertiga , sambil minum secawan kopi ." Ucap Soonyoung dengan lagak gaya lelaki tulen , hendak memanipulasi diri Nathella melalui senyuman singkat yang mengandungi segunung karisma.

Tapi tidak , Nathella balas menatap Soonyoung dengan keryutan di dahi , membuat Soonyoung menaikan sebelah alisnya , Ada apa dengan wanita ini ? Tidakkah dia tertawan dengan senyuman yang selama ini jarang ia perlihatkan ?

"Coklat.." Gumamnya perlahan , dan Soonyoung semakin bingung di buatnya , begitu juga Henry yang terhairan-hairan dengan ketergantungan ayat yang diajukannya . "..Coklat , saya lebih suka coklat manis berbanding secawan kopi pekat."
Tanpa arahan Soonyoung meluncurkan kekehan singkat , lihat bertapa polosnya pemikiran Nathella , untuk apa dia menunjukkan riak tidak suka , kemudian menjelaskan dengan penuh perasaan mendalam bahawa dia tidak menyukai kopi, seakan tiada yang mampu membangkang kemanisan yang di tawarkan segelas coklat hangat. "Ya ya , secawan coklat." Kata Soonyoung sambil mengangguk-angguk , sudut bibirnya berkedut demi menahan senyuman .

Terlepas dari pemikirannya tentang Coklat lawan Kopi , dalam seketika itu juga pipi Nathella bersemu manis , kerana sedar yang dia telah menjadi bahan tawa peria itu , lihatlah bertapa gelinya Profesor Kwon dengan pola sikapnya . Tidak juga terlepas dari pandangannya bagaimana ayah sedang berusaha menahan tawa . Ya tuhan , bolehkah dia pengsan sekarang? Dia betul-betul malu.

"Errr..." Bola Mata Nathella berguling gelisah , mencari-cari sesuatu yang lebih elok di pandang berbanding menatap dua peria yang justeru membuatnya tidak mampu bersuara kerana malu .

"Baiklah." Sebenarnya Henry tidak akan berhenti mengusik anaknya sekiranya Nathella tidak mendelik ke arahnya . Dia cuba mengawal riak wajahnya , kemudian berehem sekali , dia perlu memastikan kelansungan suaranya yang semakin hari semakin lirih di telan usia . "..jadi, Thella dah nak gerakkah?"

Nathella mengangguk sebagai jawapan .

Henry mendekat , membelai rambut ikal anaknya. "Jaga diri."

Perlahan Nathella menerbitkan senyuman , meraih tangan keriput penuh urat itu , mengecup buku tangan ayahnya penuh penghormatan . "Jangan risau ayah , saya boleh jaga diri kat sana . Ayah tu , elok-elok , jangan paksa diri sangat , pastikan ayah makan teratur."

Henry tersenyum , mengangguk sebagai jawapan .

Dalam diam Soonyoung memperhatikan gelagat dua beranak itu , pandangannya sulit di ertikan , menatap mereka dengan penuh pengawasan , mengabaikan suara pemberitahuan yang mula berkumandang demi memanggil para peserta untuk segera menaiki kenderaan bas yang telah di sediakan.

"Tunggu saya , ayah , 3 hari sahaja . Balik nanti saya buatkan makanan kegemaran , ayah." Ucap Nathella , masih menggenggam tangan ayahnya.

Henry mengangguk .
"Ayah tunggu , justeru itu pulanglah dengan selamat."

Nathella mengangguk .
"Saya gerak dulu ,ayah." Dia memperbaiki letak beg mendaki di belakang tubuhnya , membuat dia terlihat seperti kura-kura berjalan , tenggelam sepenuhnya oleh lebar diameter beg tersebut.

Nathella menyempatkan diri untuk tunduk hormat kepada Soonyoung sebelum membawa langkahnya mendekati bas yang sudah tersusun rapi di halaman kolej .

"Mungkin setelah ini kita akan sering bertemu , Mr.Henry . "
Soonyoung tersenyum nipis , hampir menyeringai .

Henry menatap Soonyoung datar, wajahnya tidak melukis apa-apa ekspresi yang boleh menggambarkan suasana hatinya yang kian menggunda.
"Aku tahu siapa kau." Desis Henry , berkata-kata sambil menggertak baris gigi gerhamnya .

Soonyoung mengangkat bahunya.
" terpulang." Dia berbalik , lalu mengambil langkah menjauh dari sana .

Henry masih tidak beranjak di tempatnya , masih menatap bahu lebar Soonyoung yang kian kecil di telan langkah dan lupus di telan dentaman pintu kereta yang di tutup .

Dia menghela nafas , nampaknya Robert Wong mula beraksi .

Dia mengalihkan pandangannya ke sebuah bas yang mula bergerak , mendapati Nathella sedang melambai-lambai perlahan ke arahnya , yang di balas senyuman lebar olehnya . Henry terus seperti itu sehingga kenderaan berbentuk kuboid tersebut tidak lagi di jangkau pandangan .

Henry dapat melihat bagaimana perubahan airwajah Profesor muda itu tadi, kelihatan lebih hangat dan teduh sambil terus melirik Nathella , anaknya yang cantik dan riang . Siapa yang mampu mengelak daripada tujahan senyuman manis anaknya yang mengandungi segudang gula ?

Nathella ialah sumber cahayanya, penerang hidupnya , tiada yang lebih bermakna dari memastikan kebahagian anaknya setelah kemangkatan isteri tercintanya .

Coklat is perang , kopi is hitam. Kekeke , mngkin ada petunjuk yg brguna untuk pembaca 😂❤

VOTED

COMMENT

Bila Malam Tiba...Where stories live. Discover now