Daftar Harapan 9 - Kemping

2K 307 29
                                    

Diary hal. 65 – Bersama Dayat, 12 Menuju Minggu 13 Agustus 2017

Om Wandi pulang setelah membantu kami memasang tenda. Alamak. Tendanya benar-benar besar. Aku, Kak Anis, Ibuk dan Bapak muat tinggal di situ kalau lagi dievakuasi kena banjir. Oh, bagian terbaiknya... lokasi kami kemping. Paviliun tempat kami tinggal memang dikelilingi pohon tinggi. Sejuk, dingin. Sesuai yang Dayat inginkan.

Dia kan mau modus. Supaya malam ini bisa tidur sambil memelukku.

Aku keluar dari kamar mandi. Rasanya sungguh segar mandi air hangat di sejuknya udara puncak. Aku sedang asyik mengacak-ngacak rambutku tatkala pandanganku jatuh ke Dayat yang bertelanjang dada dan hanya dililit handuk sedang duduk di pinggir kasur. Rambut serta beberapa titit di tubuhnya basah. Tadi dia mandi di kamar mandi satu lagi. Dia tahu aku kalau mandi lama.

Jantungku deg-degan mendapati pemandangan indah ciptaan Tuhan. Ya, Dayat kurus. Nggak berbadan seksi seperti aktor terkenal. Walau begitu, aku suka memandangnya. Aku suka tulang selangkanya. Aku suka leher jenjangnya.

Dayat berdiri, kakinya pelan seraya melangkah ke arahku. Aku terpaku di tempatku berpijak. Nggak ada jarak lagi di antara kami. Aku bisa mencium aroma sabun, serta aroma shampoo yang dia pakai. Dayat melingkarkan tangannya di pinggangku. Dadaku yang juga telanjang sepertinya, saling bergesek dengan dadanya yang liat.

Dia memiringkan kepalanya. Aku pun melakukan yang sama. Aku memejamkan mata saat bibir kami bertemu. Aku bisa mengecap rasa mint dari mulutnya. Merasakan gesekan lembut dari kumisnya yang tumbuh nakal di atas bibir sensualnya.

"Lu mau nggak?" ajaknya dalam bisikan. Dia telah melepas handukku. Tangannya melepas handuk itu, jatuh ke lantai, aku telanjang total. Tetapi dia masih menunggu persetujuanku. Izinku.

Aku mengecup bibirnya sekali lagi, menjawab di atas bibirnya yang basah akibat kecupan dariku. "Iya. Gue mau."

Dayat menuntunku ke kasur. Satu ciuman membawa kami ke ciuman selanjutnya. Satu hisapan pindah ke hisapan lainnya. Aku menikmati sentuhan yang Dayat ciptakan pada tubuhku. Dan Dayat mendesah saat menerima apa yang kuberikan padanya. Malam ini, kami sama-sama menginginkannya.

"Gua baru pertama kali," bisiknya di telingaku, kedua tangan kami bersatu. "Gua takut nyakitin lu, Cok. Kalo lu nggak siap, bilang sekarang."

Aku menggeleng. Melingkarkan kedua kakiku di pinggangnya. Mendorong dia agar memasukkan benda itu ke sana. Dayat tahu ini juga pertama kalinya aku bersetubuh dengan laki-laki. Selama aku pacaran, aku nggak pernah tidur dengan mereka.

"Nggak apa-apa. Nggak bakal sakit. Karena gue ngelakuin ini sama lo."

Rasanya seluruh tubuhku terbakar ketika benda itu masuk secara perlahan. Tapi rasa terbakar itu nggak lama. Kini digantikan rasa nikmat yang belum pernah kurasakan.

Kami menutup adegan itu dengan erangan yang berseru secara bersamaan.

Dayat merebahkan kepalanya di dadaku. Hidungnya mengendus-ngendus daerah sana. Aku memeluk tubuhnya. Menelusuri punggung kurusnya dengan tanganku. Yang barusan, lebih menakjubkan daripada main motocross.

"Lo nggak boleh mati sekarang," beritahuku setelah napas kami beraturan. Dayat tidur di sisiku. Aku merebahkan kepala di bisepnya yang masih bertahan dari serangan kanker. "Denger nggak lo?"

"Emang kalo gua mati sekarang kenapa, sayang?"

Aku meringis mendengar dia norak begitu. "Lo baru aja melakukan dosa. Kalo lo koit sekarang, lo bakal disiksa. Mending sembuh dulu, terus tobat. Biar agar berkurang sedikit gitu siksaannya. Kan lumayan dapet diskon."

Daftar HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang