"Aku tidak bisa melakukannya." Tolak Joanna.
Eraman langsung terdengar dari semua serigala di depannya.
"Kalau begitu kami akan membawamu dengan paksa."
"Tunggu dulu . . ." Joanna mencegah beta mendekat ke arahnya dengan ancaman yang mencekam penuh eraman dari semua serigala disana. Joanna berpikir keras, mencari celah agar bisa melarikan diri tapi kemudian tahu bahwa ia tidak mungkin bisa kabur saat dikepung dan kalah dalam jumlah. Meskipun Joanna berpikir selicik apapun ia yakin tidak bisa lolos. Ia sendiri tahu kekuatannya tak ada apa apanya dengan sang beta.
"Ikutlah dengan suka rela maka kami semua akan berterima kasih kepadamu, sangat penting untuk menyelamatkan adik Alpha." Ujar Beta.
"Dengan satu syarat . . . Aku akan ikut dengan kalian dengan patuh." Joanna bergumam lirih.
"Apa syaratnya . . ."
"Aku akan menggobati adik Alpha jika Alpha sendiri tidak ada di tempat. Hanya itu."
Berbagai pertanyaan terlihat di wajah mereka. Lalu sang Beta bertanya mewakili mereka semua.
"Mengapa harus tidak ada Alpha? Tidak mungkin Alpha tidak melihat adik kesayangannya sedang menjalani pengobatan."
"Sanggup atau tidak? Itu hanya syarat mudah bagi kalian . . ."
"Baiklah, biar aku yang mengurus Alpha. Tapi aku harus yakin bahwa kau bisa menyembuhkan Maura dari kematian."
"Akan ku lakukan sebaik mungkin, percayalah."
Joanna mengangguk setuju, lalu berpaling ke arah Leon memberi anggukan samar setuju juga. Lalu mereka semua berjalan ke arah park tempat Alpha mereka berada, ketika akan memasuki kawasan park Joanna mengeluarkan ramuan dari dalam sakunya. Dengan tidak ketara ia meminumnya dengan cepat dengan sekali teguk. Joanna melirik beta yang berada di depannya, keliatan sekali jika beta seperti mencurigainya tapi Joanna tidak peduli asal Alpha mereka tidak akan bertemu dengannya.
Suasana sedikit sunyi karena gelap masih meliputi malam, angin dingin menerpa wajah Joanna hingga tudung kepalanya hampir terbuka. Dengan sigap Joanna memegang erat tudung kepalanya, Leon menyentuh pundaknya agar ia tidak merasa sendiri. Joanna memang membutuhkan dukungan dari orang lain, rasanya Joanna masih belum siap jika harus berhadapan langsung dengan Liam. Pertemuan tak sengajanya dengan Liam sungguh diluar prediksinya, rasanya begitu menyakitkan hanya melihat tapi tak bisa memilikinya.
Joanna sudah melangkah ke dalam manor kediaman Alpha yang megah, diantara lorong lorong tinggi dan panjang disetiap sudut rumah tersebut. Joanna baru kali ini bisa masuk dan diterima dengan tangan terbuka, bagi Joanna yang hanya seorang omega ini adalah sebuah keberuntungan. Tapi ia tak yakin ini keberuntungan atau kesialan jika menyakut sang alpha. Memasuki kamar Maura, begitu besar dan mewah. Disana, ditempat tidur terbaring dengan anggun seorang wanita cantik. Kecantikannya sempat membuatnya takjub, terlihat nyaris indah sekali. Joanna sempat bertanya tanya penyakit apa yang hampir merebut nyawa Maura.
"Tolong sembuhkan dia,"
Joanna hanya mengangguk lalu berjalan ke arah ranjang. Joanna mulai memeriksa dan meneliti keadaan Maura, kemudian Joanna membisikkan sesuatu pada Leon.
"Biarkan Leon pergi mencari obat yang kubutuhkan," ujar Joanna.
Setelah mendapat persetujuan Leon keluar dan kembali setelah setengah jam dengan banyak macam tanaman obat yang dibutuhkan. Setelah lebih cermat memilih akhirnya Joanna selesai membuat ramuan, dibantu para omega ramuan itu telah diminum oleh Maura. Butuh sepuluh menit untuk menunggu reaksi obat tersebut. Di saat saat menegangkan itulah tiba tiba Liam memasuki ruangan, dengan segala keangkuhan, berkuasa sekaligus tampan dan terlihat begitu seksi.
Joanna hampir tidak bisa menahan getaran tubuhnya, antara takut dan mendamba. Tangan Joanna reflek membetulkan tudung kepalanya sambil memberikan tatapan meminta tolong pada Leon. Leon yang mengerti hanya mengangguk pelan. Sepertinya aroma tubuhnya masih tersamarkan karena Liam belum menyadari keberadaannya. Tapi Joanna tidak bisa lega karena sebentar lagi efek ramuan itu akan memudar, sesaat keresahannya teralihkan saat Liam memperlakukan adiknya dengan penuh kasih sayang. Jika saja Liam bisa bersikap seperti itu padanya mungkin Joanna akan merasa bahagia. Joanna memandang Aram yang seakan tak acuh, padahal dia sudah berjanji. Joanna tertipu, jelas saja Aram lebih patuh pada junjungannya daripada ia yang orang asing.
Joanna mundur dan hampir melangkah pergi sebelum suara Liam terdengar kaku dan dingin berbicara pada beta tentangnya.
"Bawa wanita itu ke ruanganku, Aram."
Tentu saja Joanna terkaget karena perkataan Liam tersebut, tidak mungkin wanita yang dimaksud Liam adalah dirinya. Liam bahkan tidak melihatnya. Lalu pandangan semua orang teralihkan lagi ketika tubuh Maura bergetar dan tersentak keras. Terjadi kepanikan, semua orang di dalam ruangan tersebut berusaha menolongnya. Tapi Joanna dengan tenang hanya berdiri diam, kemudian ia melihat Leon yang akan menyambar tangannya tapi kalah cepat oleh Liam.
"Apa yang kau lakukan pada adikku?" Liam terdengar keras dan dingin di saat bersamaan." Kau akan menyesal jika sesuatu yang buruk terjadi padanya, kau . . . Tak akan pernah bisa menghirup udara kebebasan lagi setelah ini."
"Itu adalah reaksi obat yang kuberikan, keadaannya akan kritis malam ini. Tapi besok pagi dia akan baik baik saja."
Semua orang yang panik tadi seketika terdiam, pandangan terpusat pada Joanna dengan penuh tanya. Menunggu penjelasan dari Joanna tentang keadaan Maura.
"Adikmu terkena racun pelumpuh, racun itu bisa membunuhnya jika saja dibiarkan terus seperti itu. Setelah ini dia akan baik baik saja, hanya butuh satu dua hari untuk dia bergerak normal kembali." Setelah yakin perkataannya diterima semua orang Joanna melanjutkan. "Sekarang aku sudah boleh pergi, bukan? Masih banyak hal lain yang harus aku lakukan."
Tapi bukan mendapat jawaban, Liam tiba tiba menyeret tubuhnya keluar dari ruangan. Leon yang akan bertindak menghalangi di hadang oleh Aram. Dengan sentakan keras tubuh Joanna memasuki kamar lain di sisi kanan yang agak jauh dari kamar Maura. Lebih besar dan terlihat maskulin.
Setelah terdiam beberapa saat, Liam mendekat ke arah Joanna seperti pemangsa yang siap menerkam makanannya."Kau wanita itu . . . Baumu, aromamu mengangguku . . ."
Joanna ketakutan, ramuannya sudah tidak bekerja. Joanna meremas pinggiran pakaian yang digunakannya hingga kusut. Debaran jantungnya terdengar bertalu talu hingga Joanna berpikir ia akan tuli.
"Kau takut padaku?" Pertanyaan Liam seakan seperti suara orang yang tercekik, seakan ada nada sedih dari suara Liam tapi tidak mungkin kan itu hanya perasaan Joanna saja. Liam mendekat dan memegang bahunya, "Aku ingin melihat wajahmu . . ."
"Tidak . . ."
"Tidak? kenapa tidak . . ."
Joanna berusaha menghindar dan membebaskan diri dari cekalan tangan Liam yang kokoh. Sengatan sengatan itu selalu hadir kala sentuhan sekecil apapun terjadi antara dirinya dan Liam. Rasa panas, geleyar aneh yang mengaliri tubuhnya membuat Joanna menggigil. Hanya sekian detik hingga suara kesiap Liam yang terkaget saat melihat wajahnya yang sudah tidak terhalang apapun.
"Wajahmu . . ."

KAMU SEDANG MEMBACA
Tempted by the Alpha
WerewolfJoanna menyadari mencintai orang yang salah, bahkan ia mendapat luka yang membekas di wajahnya karena rasa cintanya tapi pria itu tidak pernah menoleh kearahnya. hanya ada hinaan dan tatapan jijik yang pria itu berikan pada Joanna. Liam tahu wanita...