Part 4

4.9K 768 44
                                        


Joanna berusaha menghindar dan membebaskan diri dari cekalan tangan Liam yang kokoh. Sengatan sengatan itu selalu hadir kala sentuhan sekecil apapun terjadi antara dirinya dan Liam. Rasa panas, geleyar aneh yang mengaliri tubuhnya membuat Joanna menggigil. Hanya sekian detik hingga suara kesiap Liam yang terkaget saat melihat wajahnya yang sudah tidak terhalang apapun.

"Wajahmu . . ."

Wajah Liam memperlihatkan antara terkejut, heran lalu seakan ada rasa jijik yang melintas di matanya. Joanna mencoba menahan getaran di tubuhnya, rasa kecewa dan juga sakit hati terlihat dimatanya. Saat Liam berpaling setetes air mata jatuh, tapi dengan cepat dihapus oleh Joanna. Sungguh kejam saat ia lagi lagi merasakan sakit lebih parah ketika mengetahui Liam menolaknya karena jijik melihat wajahnya.

"Kau akan tetap berada di sini hingga keadaan adikku membaik. Aku tidak mau mengambil risiko kau memperparah keadaannya."

Lalu Joanna tertawa.

"Apa yang kau tertawakan? Apa ada yang lucu?" Hilang sudah sikap Liam tadi yang sedikit melunak. Sekarang Liam terlihat keras dan tak masuk akal "Apa keselamatan adikku bahan tertawaan untukmu?" Liam merasa geram melihat sikap santai yang di perlihatkan oleh Joanna.

Joanna berusaha keras bersikap tak peduli padahal sebaliknya, hatinya sudah hancur berkeping keping. Lagi. Setelah beberapa tahun berlalu rasanya masih sakit sekali. Sekarang bahkan Joanna tidak sanggup hidup lagi.

"Kau tidak bisa menahanku."

"Aku bisa. Kau berada di wilayah kekuasaanku, apapun keputusanku tidak akan ada yang berani membantah. Termasuk kau."

Saat Liam menatap wajahnya sekali lagi Joanna melihat kemarahan dan juga tatapan terluka di mata Liam. Tapi mungkin hanya perasaan Joanna karena tidak mungkin Liam terluka karena perkataan ataupun tingkahnya. Harusnya Joanna yang merasa seperti itu. Tapi Joanna tidak mau terlarut oleh rasa sakit, masa depannya masih panjang meskipun tanpa pasangan. Tapi mungkin lebih baik mati daripada hidup tapi merasakan sakit setiap saat, seperti saat ini rasanya ada sesuatu yang mencengkeram ulu hatinya hingga terasa begitu sakit.

Liam menatap sekali lagi ke arahnya, sekarang raut wajah Liam bahkan terlihat kosong seakan pikirannya tidak berada di sini. Lalu tiba-tiba aura tubuhnya seakan merasakan sakit yang sama seperti yang ia rasakan. Banyak tetua mengatakan bila sang pasangan menolak maka kedua belah pihak akan merasakan sakit yang tak terkira. Bahkan akan memilih mati dari pada tersiksa sakitnya. Mungkin benar apa yang tetua katakan dan Joanna tidak pernah berharap merasakan itu walau saat ini ia sudah mulai merasakan sakitnya.

"Sekarang aku baru paham ternyata kau menghindar dariku karena ini . . ." Joanna menatap Liam yang balas menatapnya tajam, seakan ada rasa kecewa yang dilampiaskan pada Joanna yang lama ingin ia utarakan. "Tapi baguslah kau tahu di mana posisimu, tetaplah berada di tempat kakimu berpijak. Jangan pernah berpikir kau bisa melangkah pada batas yang telah kau ambil sendiri, disitulah arti dirimu bagiku . . ." Setelah mengucapkan kalimat itu Liam berpaling.

"Aku-----Alpha.... tidak mengerti apa yang kau maksud ...."

"Tidak perlu berpura pura bodoh lagi,  hanya ada kita berdua disini. Jadi hentikan sandiwara bodohmu itu.... kau adalah mate-ku.... tapi kau bertindak benar dengan pergi menjauh dariku....." Liam menatap kembali wajah Joanna dengan tatapan dingin.

"Ya....aku selalu tahu dimana posisiku, dari dulu hingga sekarang...."

"Dulu? Hah....seakan kau tahu segalanya....tapi itu memang yang terbaik bukan." Tiba tiba Liam menatap sinis kepada Joanna, membuat Joanna bertanya tanya apa yang di maksud oleh Liam.

"Aku tahu batasanku, Alpha. Aku hanya seorang Omega, tidak berarti apapun atau untuk siapa pun."

Liam yang mendengar itu mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya, raut wajahnya terlihat lebih dingin lagi. Rahang kokohnya terlihat menegang, melebihi tubuh tinggi besarnya yang terlihat mengintimidasi. Joanna sekilas ketakutan karena salah bicara dan akan berakibat fatal, tapi kemudian Liam berkata kembali.

"Ingat itu selalu di kepala mu...." setelah sejenak menatap Joanna kemudian ia berjalan ke arah pintu dan menutup pintu dibelakangnya dengan suara kunci berputar terdengar.

Tubuh Joanna bergetar.

Liam mengngurungnya....

Tempted by the AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang