Aku berdiri di depan rumah besar, rumah yang sangat-sangat lebih besar jika dibandingkan dengan rumahku. Dengan pagar besi yang kokoh, dengan lekuk-lekuk ornamen pagar yang senada dengan warna dinding. Nampak indah dan berkelas.
Ting Tung.. Ting Tung
Aku memencet bel dan melihat-lihat sekitar rumah. Seorang bapak-bapak paruh baya membukakan pintu kecil disebelah kiri ku. Beliau memincingkan matanya, mungkin menerka-nerka siapakah diriku. Aku dengan segera mendekat dan memperkenalkan diri pada bapak itu.
"Kamu istrinya Nak Rashif? Maaf nak, bapak belum pernah bertemu, ayo silahkan masuk. Tapi nggak ada yang dirumah sekarang." ucap bapak itu sambil tersenyum padaku.
"Terimakasih pak, iya..maaf saya belum pernah berkunjung. Soalnya Mas Rashif sibuk terus, ini saya menyempatkan kesini sendiri. Mumpung Mas Rashif pulang malam."
Bapak itu dengan ramah mengantarku masuk ke dalam rumah. Rumah yang dari luar nampak megah dan mewah tentu terlihat lebih membuat kagum jika dilihat bagian dalamnya. Perabotan-perabotan mahal ada dimana-mana sampai-sampai membuatku tak henti berdecak kagum. Setelah bapak itu berpamitan, seorang ibu yang hampir seumuran ibuku berjalan mendekatiku.
"Mbak Hana? Iya..benar kan ini mbak Hana?"
"Iya..saya Hana." jawabku sambil tersenyum.
"Saya pembantu disini, waktu itu juga datang pas pernikahan mbak Hana sama Mas Rashif, kenalan dulu mbak, Panggil saja Bi Marni. Duduk sini neng, bibi buatkan minum."
"Iya bi, terimakasih."
"Wah neng rumahnya lagi kosong, nggak ada yang bisa menemani ngobrol neng Hana." ucap Bi Marni sambil menghidangkan minum. "Mas Rashif lagi parkir mobil ya neng?"
"Eh..nggak bi, saya sendirian. Tadi naik taksi kesininya."jawabku. Bi Marni terdiam sejenak, dan terlihat terkejut dengan jawabanku. "Kenapa bi?"
"Neng Hana nggak papa kesini sendiri? Nanti nggak dicari Mas Rashif?" tanya Bi Marni khawatir.
"Ya nggak papa bi, kan ini rumah ibunya Mas Rashif. Jadi nggak papa saya kesini kan? Saya sudah lama nggak ketemu ibu."
"Mbak Hana pernah bertemu ibu?" sekali lagi Bi Marni terlihat terkejut dengan apa yang ku katakan. Setelahnya Bi Marni mengantarkanku ke sebuah kamar yang berada di paling ujung.
"Mbak Hana pernah bertemu ibu?" tanya Bi Marni lagi sambil menunjuk seseorang dari balik jendela. Suara Bi Marni bergetar.
Aku melihat seorang ibu duduk memeluk lutut di dalam kamar itu. Beliau duduk di atas ranjang sambil melihat kosong ke arah langit-langit. Tak lama lalu menepuk-nepuk kepalanya seolah menenangkan diri sendiri. Setelahnya beliau bangkit, berjalan menuju jendela tempatku mengintip. Tiba-tiba beliau menggertak dengan suara yang keras dan mengangetkanku.
"Pergi! Pergi! Jangan melihatku lagi!" dan seketika setelahnya dia tertawa terbahak-bahak memenuhi seluruh ruangan. Aku terlonjak kaget dan terduduk.
"Itu siapa bi?"tanyaku yang masih sedikit gemetar ketakutan.
"Itu Ibu neng, Ibu kandung Mas Rashif." jawab Bi Marni sambil meneteskan air mata.
Bi Marni lalu menuntunku untuk duduk di sofa. Bi Marni menceritakan padaku tentang Ibu kandung Mas Rashif yang baik hati, penyayang dan setia. Namun suatu hari Ayah Mas Rashif pulang dan membawa anak yang hampir seumuran dengan Mas Rashif, yang katanya juga anaknya. Ibu berubah menjadi pendiam dan tak banyak bersikap. Perubahan sikap ibu yang tidak seberapa, justru membuat ayah membawa perempuan yang katanya ibu dari anak tersebut ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan separuh bayangmu✔️
EspiritualBayangan.. apa gerangan hebatmu, duhai bayangan? kalaupun kupeluk erat, tak kan ada rasa yang tertinggal. Lalu? Haruskah aku terus mengejar bayangmu? yang semakin ku kejar, akan semakin jauh.