BAB 1

2.1K 54 0
                                    

Mentari bersinar dengan cahaya yang menghangatkan jiwa yang merasa sepi. Angin berhembus dalam tiupannya yang sejenak menenangkan hati yang telah rapuh. Awan datang dengan perlahan-lahan menutupi diri yang ingin bersembunyi dari kenyataan. Oh hari, jawablah segera misteri takdir ini. Lelah, telah lelah akan hal ini.

Hari, dengarkan.

*

Deretan gedung mulai sesak didatangi oleh para siswa-siswa yang ingin menimba ilmu. Koridor demi koridor tak lagi sepi.

Setiap pagi, terdengarlah selalu lantunan Ar-Rahman dari Masjid Madrasah. Membuat siapa yang mendengar akan lebih bersemangat dan merasa tenang.

"Sudah kelas 12 nih. Gimana rencana lo ke depan?" Seorang wanita berkhimar bernama Anisa Shafana, bertanya kepada seseorang yang berada di sebelahnya, Fikri Ardian.

Fikri yang melamun segera tersadar, "Lo bilang apa tadi?" Tanyanya balik.

Anisa mendecik, "Fikri, lo ngelamun apaan lagi sih?"

"Gue gak ngelamun, cuma gue lagi terhanyut oleh lantunan Ar-Rahman. Lo tau 'kan gue suka banget dengarnya. Gue bahkan hafal jadinya," Fikri tersenyum "lo hafal gak?" Tanya Fikri tiba-tiba.

Anisa kegalapan "Guuee-"

Fikri langsung memotong, "Ohya, lo 'kan gak suka menghafal, hafalan Ciri Khas Madrasah saja mati-matian lo ngejar," ledek Fikri.

Anisa cemberut dan terdiam. Jujur saja, ledekan Fikri skakmat buat Anisa. Bukannya Anisa gak suka, cuma dirinya lebih kehitungan daripada menghafal.

"Fikri, si Mantan Ketua Osim!" Panggil Anisa santai.

Fikri masih sibuk mendengar lantunan Ar-Rahman. Sesekali dia akan ikut melantunkan ayat-ayatnya.

Fikri yang begini nih sangat menyebalkan. Dia seperti berada dalam dunianya sendiri. Bukan Anisa saja yang pernah dikacangin. Rekan sesama Osim pernah, teman-teman sekelasnya pernah, gurunya pernah, dan bahkan Kepala Sekolah pernah dia kacangin.

Anisa menghela nafas kesalnya. Untung saja koridor sedikit ramai. Kalau sepi, Anisa mah sudah teriak-teriak gak jelas kepada Fikri.

Tapi, bila tetap saja gak digubris. Terus Anisa akan ngambek-ngambek pergi gitu saja. Nah, baru si Fikri biasanya sadar. Dan lari-larian ngejar Anisa meminta maaf. Dan bilang bahwa dia tidak akan mengulanginya hari ini. Cuma hari ini, besok gak tau deh.

Kok ada manusia macam beginian yah.

"Fikri, semester 2?" Tanya Anisa dan dengan sengajanya dia menoel samping kepalanya Fikri dengan telunjuknya. Yah, ini adalah satu dari beberapa trik yang biasanya sangat ampuh untuk menyadarkan Fikri.

"Anisa! Jangan gitu dong. Gue gak suka," kesal Fikri sedikit teriak.

Berhasil 'kan.

"Ya lo gak nyahut dari tadi. Lo kira dikacangin enak apa?" Anisa ikut-ikutan menaikkan suaranya.

"Ya gak usah noel-noel kepala gue kali," sanggah Fikri tetap gak terima atas perlakuan Anisa.

"Ya makanya, kalau orang ngomong didengarin. Telinganya tuh difungsikan, bukan ditidurkan." Anisa mulai kesal lalu mengalihkan pandangannya ke lain arah.

"Ya, gue minta maaf. Tadi lo nanya apa?" Tanya Fikri baik-baik dengan suara yang tidak sekeras tadi.

"Semester 2," ucap Anisa masih memalingkan kepalanya.

Lantunan Ar-Rahman-ku [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang