BAB 9

424 19 0
                                    

Awan-awan telah bergerumul. warna birunya langit mulai tertutupi oleh warna putih yang perlahan menghitam. Mentari tak terlihat wujudnya. Angin berhembus bersamaan dengan suasana hari yang dingin. Semua itu tak menghalangi para siswa untuk tetap beraktivitas di luar ruangan. Kecuali awan telah menjatuhkan bulir-bulir air. Hujan.

Terkadang setiap pagi adalah sama. Hanya di beberapa bagian yang berbeda. Dulu, selalu terdengar lantunan Ar-Rahman dari toa Masjid. Tapi sekarang telah berganti dengan lantunan Al-Waqi'ah.

Dulu, Anisa selalu datang ke madrasah bersama Fikri. Tapi sekarang tidak lagi.

Seperti pagi ini, Anisa datang ke madrasah. Tidak bersama Fikri dan tidak pula sendiri. Ia bersama seseorang. Iya, seseorang yang selalu mengusapkan kepalanya ketika bersedih atau pun bahagia.

Dari luar, tidak tampak kedekatan di antara mereka. Semua orang di madrasah tau, bahwa di mana Anisa, pasti ada Fikri di sana. Berbeda dengan seseorang ini.

Seseorang ini, sangat terkenal di madrasah. Wakil Ketua Osim tahun lalu. Dari junior kelas 10, hingga seangkatannya kelas 12. Baik siswa maupun siswi. Dan apapun yang dilakukannya selalu dibicarakan. Termasuk, bila-bila ia sedang berkumpul dengan temannya, yang dianggap Berandal Madrasah oleh para siswa. Makanya, dia selalu bergerak dalam diam. Bersembunyi dalam melindungi.

Dan hari ini tiba-tiba ke madrasah bersama Anisa? Secepat api melahap rumput kering, gosip ini akan tersebar.

Peduli? Mereka berdua sangat santai berjalan, bercerita, dan seraya ketawa.

Peduli? Enggak. Terserah orang mau ngomong apa.

Tiba-tiba Anisa terdiam dari ketawanya. Matanya tertuju pada satu arah. Sepasang insan yang sedang berjalan di ujung koridor, dan hanya berjarak beberapa meter dari Anisa. Seseorang di sebelah Anisa hanya mengangkat sebelah alisnya bingung.

"Fikri dan Zahra," gumam Anisa nyaris tak terdengar.

Yap. Sepasang insan tersebut adalah Fikri dan Zahra.

Tiba-tiba, Fikri tanpa sengaja melihat Anisa. Anisa ingin tersenyum, tapi Fikri terlebih dulu mengalihkan pandangannya dan kembali berbicara dengan Zahra.

Anisa masih terdiam menunduk.

"Nisa ..."

Seseorang itu mengusap kepala Anisa lembut. Hal ini biasa saja menurut Anisa. Tapi yang lain? Siswa dan siswi yang lain? Semuanya pada terkejut.

Tapi, Anisa dan seseorang ini tetap tidak peduli.

"Sudah ya," kata seseorang itu seraya mengakhiri usapannya.

Anisa mengangguk dan mengangkat kepalanya. Dia merasa lebih baik. Padahal, dari tangannya, tampak Anisa sangat erat memegang tali tasnya. Ada rasa yang tertahan.

"Bang Feza, gengs!"

Seorang siswi yang baru datang, tiba-tiba teriak pada kedua temannya yang sibuk memainkan ponselnya masing-masing. Sontak kedua temannya langsung mendonggak. Ada keterkejutan di wajah mereka masing-masing. Syok.

Seseorang itu adalah Feza. Seseorang yang diam dan selalu ada buat Anisa.

Feza menatap ponselnya sekilas. Kemudian ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat mereka berdiri. Perlahan-lahan koridor mulai ramai. Dan Feza tidak menyukainya.

"Anisa, gue mau ke teman. Katanya ada mangsa baru."

Anisa menatap Feza bingung, "Jadi, siapa yang ke BK?" Tanya Anisa santai.

Lantunan Ar-Rahman-ku [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang