BAB 2 : Bingung!

812 28 0
                                    

Suasana kantin masih sangat ramai dengan siswa-siswi yang kelaparan. Suara dentingan sendok dan obrolan gak jelas memenuhi setiap sudut. Antrian yang panjang dan berdesak-desakan tidak mematahkan semangat mereka untuk tetap memesan makanan.

Di salah satu meja, Anisa dan Fikri sedang melahap makan siang. Menunggu antri selama lima belas menit membuat mereka sangat lapar. Untung saja, banyak junior yang ngalah untuk Fikri.

 Katanya Fikri sangat keren, sangat berwibawa, sangat-sangatlah pokoknya. Maklum, fans jadinya. Kalau sudah fans, pasti suka. Kalau sudah suka, apapun mah rela, gak semuanya juga sih.

Sedangkan Anisa mah santai nunggu di meja kantin main ponsel. Nunggu Fikri bawa makanan.

"Anisa!" Panggil Fikri disela-sela makan.

Anisa hanya berdehem pelan, "Katanya ada lomba Kompetensi Sains Madrasah yah?" Tanya Fikri menatap Anisa yang masih makan.

"Mungkin, emang kenapa?" Tanya balik Anisa.

"Lo nggak niat ikutan? Kalau lo ikut, gue yakin, lo pasti kepilih untuk mata pelajaran Fisika. Lo tau 'kan, puluhan siswa ingin ikut. Dan lo harus bersyukur nanti, bila lo kepilih. Itu juga 'kan salahsatu target lo madrasah di sini," kata Fikri panjang lebar.

"Ya terus?"

"Tapi buruknya, seandainya lo kepilih, lo punya beban untuk menjadi yang pertama. Soalnya tahun lalu madrasah kita dapat dua juara 1 dan selebihnya juara 2 dan 3. Bayangkan bila madrasah kita nanti gak-"

"Banyak omong lo," potong Anisa cuek kemudian meneguk air minum.

Sedangkan Fikri diam menatap Anisa dengan wajah kesal.

"Kenapa?" Tanya Anisa dengan wajah tanpa dosa, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Nggak, tadi ada rumput yang bergoyang," kata Fikri langsung melanjutkan makannya yang belum juga habis.

Anisa menautkan sebelah alisnya, dalam diam dia ingin tertawa sekeras-kerasnya. Membuat Fikri kesal adalah salahsatu hal menyenangkan. Dan kali ini dia nggak ngelawan, sungguh sesuatu hal yang langka.

"Seandainya gue kepilih, gua akan menjadi sibuk dong," kata Anisa langsung.

Fikri tak menjawab. Dia memilih menghabiskan suapan terakhirnya, kemudian meneguk minumannya, lalu dia berbicara, "Ya gak apa-apa. Melakukan hal yang lo suka itu tidak memberatkan kok. Malah menyenangkan dan nggak ngerasa dengan waktu."

"Apa iya?"

"Iya. Malah bisa saja ketagihan," kata Fikri meyakinkan.

"Iya sih. Faktanya 'kan lo."

Fikri tersenyum, "Itu tau. Ayo, semangat! Saatnya lo menunjukkan kelebihan lo. Jangan disembunyikan terus. Bungkamkan orang-orang yang pernah merendahkan lo."

Anisa tersenyum geli mendengar ucapan Fikri. "Maksud lo kepada fans-fans lo? Yang terkadang sering bully gue?" Kata Anisa menyindir.

Fikri menatap Anisa bingung, "Itukan resiko. Secara gue 'kan terpopuler di madrasah. Most wanted lagi." Fikri menarik-narik kerah bajunya dengan sombong.

Anisa mendengus, "Lebay lo! Mana ada juga orang berani bully gue," kata Anisa dengan percaya diri.

Tiba-tiba datang seorang wanita membawa makanannya, "Hay Fikri, boleh gabung nggak? Sudah pada penuh semuanya," kata seorang itu dengan ramah.

Lantunan Ar-Rahman-ku [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang