BAB 7 : Frustrasi!

435 20 2
                                    

Lagi-lagi, kita tak bisa berharap banyak pada hari. Tadi pagi sangat cerah, awan pun tak ada. Langit biru sangat kelihatan. Kini, awan-awan mulai bergerumul dari penjuru. Warnanya yang putih, perlahan-lahan mulai berubah gelap.

Anisa menghela nafas saat setelah dia keluar dari ruang KSM. Di samping kanan dan kirinya, ada Dino dan Dina yang masing-masing diam.

"Nisa, gue pergi dulu yah. Teman gue sudah nunggu. Bye!" Dino langsung pergi begitu saja. Belum lagi Anisa bicara.

"Dina lo-"

"Gue pergi!" Dina langsung pergi begitu saja setelah memotong ucapan Anisa.

Anisa mengigit bibirnya. Dan menutup matanya sejenak. Anisa ingin mengalihkan perhatiannya. Tiba-tiba bayangan tentang Fikri datang begitu saja.

Anisa menghela nafas, kemudian beranjak pergi.

"Ini uangnya buk. Terimakasih buk."

Setelah membeli sebotol air mineral, Anisa pun pergi dari kantin menuju lapangan Voli. Tempat berjalannya pertandingan Fikri melawan tim madrasah lain.

Berjarak beberapa meter dari lapangan. Teriakan semangat sudah terdengar keras oleh Anisa. Ya, karena lawannya bisa disebut lawan bebuyutan. Dari tahun-tahun dulu.

Pertandingan telah berakhir. Entah set ke berapa.

Anisa mengedarkan pandangannya, "Itu Fikri!"

Anisa menatap Fikri dari kejauhan, berharap Fikri melihatnya. Atau setidaknya tanpa sengaja menoleh dan melihat Anisa.

Tap. Fikri akhirnya menoleh. Anisa ingin melambaikan tangannya. Tapi buru-buru Fikri mengalihkan pandangannya kembali. Ke arah seseorang di depannya, seseorang yang katanya nggak jadi nonton pertandingan Fikri. Entahlah. Mungkin Fikri berhasil membujuknya, atau dia hanya mengancam saja waktu itu. Zahra.

Anisa masih terdiam memerhatika Fikri dan Zahra. Tampak Fikri tersenyum lepas ke arah Zahra, seraya meraih sebotol air mineral dari tangan Zahra.

Anisa menunduk, melihat sebotol air di tangannya. Semua masalah mengalir secara cepat, menggiang-giang di kepalanya.

Anisa mengeleng kepalanya cepat. Anisa harus tetap berprasangka dan berpikiran baik. Tak ada yang harus dipermasalahkan sekarang. Berharap, semua akan baik-baik saja.

Ah, hati. Lupakan rasa terluka. Sejenak!

Anisa berjalan ke area lapangan, ke arah Fikri dan Zahra.

"Fikri!"

Anisa sampai.

Fikri menatap Anisa datar dan tersenyum tipis. Kemudian Fikri pergi ke lapangan kembali.

"Semangat Fikri!" Teriak Zahra kencang.

Fikri yang mendengar tersenyum seraya memperlihatkan jempolnya.

'Deg.'

Anisa memilih diam dengan tatapan kosong. Sakit. Kenapa harus ada sakit ini? Semenjak kapan hati ini sangat rapuh?

Tik. Tik. Tik. Dentingan jarum jam.

Cukup lama, Anisa telah meredakan perasaannya kembali. Hanya untuk sesaat.

"Zahra, ini set ke berapa?" Tanya Anisa berusaha santai. Walau suaranya agak serak. Mudah-mudahan Zahra dengar.

Anisa berdiri di belakang Zahra.

Lantunan Ar-Rahman-ku [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang