Ch-9

66 6 4
                                    

All of our plans have fallen through
Sometimes a dream, it don't come true
The Way It Was - The Killers



Redita yakin ia menjadi sosok yang paling dirinya sendiri benci sekarang. Pasalnya, gadis itu menjadi sosok labil layaknya remaja yang baru menginjak masa pubertas.

Sebelum mereka berangkat menuju Bandung, dan menemukan Rayyan di meja makan rumahnya, ia mematenkan hatinya untuk bersikap seperti biasanya kepada Rayyan selama liburan, like we used to... batin Redita pagi itu.

Tapi, entah mengapa siang hari ini, lebih tepatnya menjelang sore, Redita kembali merasa harus menjauhi Rayyan.

Seperti yang ia lakukan tadi. Pertanyaan Rayyan sebenarnya bisa saja ia anggap sebagai sebuah candaan, atau, bisa saja Redita menjawab pertanyaan itu dengan sarkastik kesukaannya.

Tapi menurut Redita, itu tidak perlu dilakukan, tidak untuk saat ini atau seterusnya.

Pertanyaan itu sukses membuat semua mood baiknya berubah menjadi kearah yang menyebalkan.

Sejak malam Rayyan datang kerumah Redita, dan ia menanyakan pada posisi apa mereka, Redita semakin yakin pada dirinya sendiri, bahwa ia harus benar benar menjauh dari Rayyan, at least tidak selalu besama Rayyan, dan pertanyaan cowok itu tadi sukses membuat Redita kesal kepada Rayyan, terlebih kepada dirinya sendiri.

Tidak hanya perhatian, bahkan Rayyan memberikan segalanya untuk Redita. Rela berjauhan dengan orang tua, teman-temannya, dan rela merasakan homesick bertahun-tahun, hanya untuk menemani Redita, hal itu bisa dikatakan, lebih dari perhatian bukan?

Ia lelah harus selalu berperang dengan fikirannya sendiri.

Diperjalanannya menuju kamar, suara alunan musik cukup keras terdengar dari arah kamar yang Redita dan ketiga sahabatnya tempati.

"Woy gila lo bertiga! Kenceng banget, anjir! Kedengeran itu sampe Gedung Sate!"

Kalimat pertama yang keluar dari mulut Redita, ketika membuka pintu kamar dan melihat kelakuan gila ketiga sahabatnya. Bahkan Vallerie sudah melompat-lompat diatas tempat tidur.

"Hiperbola lo, bego! Bahasa Indonesia remed mulu padahal pas sekolah."

Inka menjawab dengan tidak kalah galaknya. Sedangkan Cellia yang sudah sibuk dengan sisir ditangannya, menganggap bahw itu  adalah mic, sudah tertawa kencang mendengar jawaban Inka.

"Sini Re, dah lama kita gak karaokean. Disini ajalah dulu. Itu si Vall udah aksi panggung. Buru!"

Cellia menarik pergelangan tangan Redita, dan menyerahkan sisir lain dari atas nakas didekatnya.

"Nah ini mic buat lo."

Redita akan selalu menjadi pribadi yang berbeda setiap ketika bersama dengan ketiga sahabatnya itu, atau yang lebih jelas, gadis itu akan menjadi dirinya sendiri.

Tidak menutup diri seperti yang ia lakukan selama ini.

If I go on with you by my side
Can it be the way it was?
When we met did you forget about those golden nights?

Be StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang