Ch-18

70 2 0
                                    

I remember it now, it takes me back to when it all first started
But I've only got myself to blame for it,
and I accept that now
It's time to let it go, go out and start again
But it's not that easy

High Hopes — Kodaline



Sudah dua hari Redita enggan untuk keluar dari kamarnya. Bahkan untuk makan sekalipun.

Juan sudah tidak tahan dengan keadaan gadis itu. Di malam Redita mengusir Rayyan, Juan mendengar suara barang pecah dari dalam kamar gadis itu.

Bahkan ia bingung harus dengan cara apa agar Redita mau keluar dari dalam kamarnya. Gadis itu sudah dua hari tidak mengisi perutnya, Juan khawatir, akan ada hal buruk yang terjadi pada Redita.

"Re, come on... Gue harus ngancurin ini pintu, biar lo mau keluar? You need to eat something, Re!"

Ini sudah kelima kalinya Juan membujuk Redita keluar hari ini. Tapi hasilnya masih sama, nihil.

"Gue udah gak bisa pake cara halus, Re. Gue panggil Lukas, Josh, Pak Kelvin bila perlu sekarang juga!"

Dan tetap tidak ada sahutan apa-apa. Juan menyerah. Tentu saja ucapannya itu hanya gertakan biasa, dia tidak mungkin membawa semua orang-orang yang mungkin bisa membujuk Redita keluar.

Josh Kenneth is calling...

Ponselnya berdering tanpa henti dari arah ruang tv. Juan berjalan cepat dan segera menyambar ponselnya. Menggeser tombol hijau pada layarnya, dan lebih memilih menghela nafas lelah daripada mengucapkan sapaan layaknya orang lain.

"Gimana?"

"Gak ada gimana-gimana. Dia tetep belum mau keluar dari kamarnya. Bahkan dia belum makan sama sekali, Josh. Goddamnit!"

"Lo oke kalo masih disana lebih dari tiga hari kaya yang lo bilang?"

"Gapapa. Gue disini dulu aja sampe beneran tenang si Re."

"Okay. Gue ngandelin lo, Ju. Kabarin gue kalo ada apa-apa."

"Hmm"

Juan merebahkan badannya di sofa, dan memijit pelipisnya sendiri. Pusing memikirkan apa yang menyebabkan Rayyan bisa mengatakan kalimat yang benar-benar menyakiti perasaan Redita.

Suara pintu terbuka terdengar. Juan dengan cepat mengangkat tubuhnya, dan melihat kearah kamar Redita. Dan disana, gadis itu berdiri dengan mata bengkak, dan telapak tangan terdapat sisa darah.

"Ju..."

Juan berlari dari tempatnya kearah Redita, dan menarik gadis itu untuk ia dekap.

"Gue mau ikut pulang." Tutur Redita lemah.

"Iya, iya kita pulang. Makan dulu ya tapi?"

Redita menggeleng. Membalas pelukan Juan, dan kembali menangis.

"Gue gak mau lagi disini. Gue gak mau nyusahin siapa-siapa lagi." Isakannya kembali terdengar sangat memilukan.

Be StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang