BP • 4

1K 53 2
                                    

Terik matahari memantul pada kaca yang berlapis tebal, membuat sebuah ruangan akan tampak lebih terang pada sore hari. Dari balik kaca semua orang akan dapat melihat padatnya kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya, gedung gedung yang menjulang tinggi, disertai kepadatan penduduk di Ibu kota.

 Dari balik kaca semua orang akan dapat melihat padatnya kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya, gedung gedung yang menjulang tinggi, disertai kepadatan penduduk di Ibu kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wendy duduk di sofa yang ada didekat kaca. Beberapa cemilan yang sebelumnya sudah ia beli dengan Genta sepulang sekolah, tersusun berantakan di atas meja.

"Raden Genta, udah jam berapa?" Tanya Wendy sedikit berteriak karena Genta sedang dikamar baru selesai mandi.

"Setengah enam, nyok." Jawab Genta seraya keluar dari kamar. Harum maskulin khas cowok itu langsung menyentuh indra penciuman Wendy.

"Mau pulang?" Tanya Genta balik, mengambil salah satu cemilan dan duduk di sebelah gadis itu.

"Kayak lagi ngikutin emak emak arisan gitu ye, terus gue minta minta pulang." Wendy tidur di sofa dengan kedua kaki sengaja ia naikkan keatas paha Genta yang sedang duduk bersandar.

"Kalo Papa nanyain, lo mau jawab apa ogeb." Genta menurunkan bawah baju Wendy yang sedikit terbuka.

"Paling dia nanyain gue tadi masuk kelas apa engga. Mana mau dia ngebahas anaknya yang gak pulang ke rumah," Jawab Wendy seadanya.

"Bandel ya lo,"

"Lo juga, sadar dong."

Genta melihat Wendy sekilas lalu kembali mengunyah cemilannya. Bukan karena ia tidak peduli pada Wendy yang seharusnya tidak boleh bebas keluar masuk apartementnya, justru karena ia sangat peduli dan tau apa yang sebenarnya terjadi.

Dapat Genta pastikan, tidak ada satu pun orang selain dirinya yang mengerti apa yang Wendy rasakan. Bahkan Vina teman dekat Wendy sekalipun. Karena gadis itu tipe anak yang lebih baik melukai dirinya sendiri, daripada harus mencurahkan segala isi hatinya pada seseorang.

Tapi hanya Genta, yang bisa membuka kepercayaan bagi Wendy untuk dirinya.

Ia akan selalu membuka pintunya untuk seseorang yang sangat di cintainya ini.

"Ta," Tiba tiba sekilas ingatan Wendy melintas di benaknya "Tadi Beni sama Niko mau bilangin apa memangnya? Sampe lo lemparin aqua gitu, kasian tau."

"Kepo anda."

Wendy langsung bangun dan memandang Genta dengan kesal "Katanya di galeri. Sini hp kamu,"

Mereka memang tidak seperti banyak orang yang menjalin hubungan dengan panggilan khusus.

"Gak boleh, mana ada di galeri." Jawab Genta yang menyimpan hp nya di kantong celana sebelah kanan. Ia sudah selesai dengan urusan cemilan.

Wendy menarik wajah Genta untuk menatapnya lima detik "Bohong." Ucap gadis itu setelahnya.

Selalu saja seperti itu. Genta tidak pernah bisa menyembunyikan sesuatu dari Wendy.

"Cuman foto yaampun," elak Genta lagi.

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang