BP • 15

605 37 1
                                    

Bola yang di lempar ke udara bertepatan dengan suara peluit dari ujung lapangan. Semua pemain mulai mengejar lawan untuk mengambil bola berwarna oranye itu dan memasukkan ke dalam ring di pihak lawan.

Suara telapak sepatu bergesek dengan lantai mengiringi wajah fokus yang tampak pada semua pemain. Mengambil alih bola yang kemudian di rebut kembali itu tidak lah gampang.

Mereka sudah berlatih lama dan bersiap untuk pertandingan yang akan di adakan dalam waktu dekat. Setiap keringat yang mengalir di kepala menjadi tanda untuk mereka yang sudah berusaha menjadi pemenang nantinya.

Suara peluit kembali terdengar, menandakan latihan untuk hari ini sudah selesai. Hampir lima jam sejak pulang sekolah mereka berkutat dengan bola di lapangan, wajar saja jika wajah para pemain itu memerah serta baju yang basah karena keringat.

"Cukup untuk latihan kali ini, kalian bisa istirahat untuk dua hari ke depan." Ucap pelatih basket sesudah mengumpulkan para pemain untuk berbaris "Persiapkan diri kalian, tidak perlu saya katakan lagi apa yang harus kalian lakukan."

Pelatih itu berjalan bolak-balik di depan mereka dengan tangan di lipat ke belakang.

"Saya berharap kalian bisa memenangkan kembali lomba untuk tahun ini. Jangan mengecewakan kepala sekolah dan para pelatih kalian. Saya memberikan kepercayaan pada kalian. Semangat!" Setelahnya pelatih yang selalu bersifat tegas dan disiplin itu meninggalkan lapangan.

Para pemain basket itu bubar setelah mendapat arahan dari ketua tim. Mereka saling memberi semangat sebelum satu persatu keluar dari aula.

"Muka lo kok kayak tai gitu," ucap Niko seraya membereskan baju ke dalam tas.

"Lo aja yang gak sadar, muka dia dari dulu kayak pantat kuali. Gue nih yang paling ganteng," Beni tersenyum bangga.

Genta memasuki baju sekolah ke dalam tas. Ia memang tidak banyak berbicara seperti biasa. Cowok ini tidak bisa tenang begitu saja setelah menolak keputusan Evan. Ia hanya berpikir keras apa yang harus di lakukannya secepat mungkin agar masalah ini selesai.

Beni dan Niko saling bertatap melihat Genta yang tidak memberi jawaban. Temannya itu bahkan sempat tidak fokus saat latihan tadi. Untung saja Genta memang ahli dalam memainkan basket.

"Kalo gitu kita duluan," Niko memasang ranselnya. Ia sudah tau sifat Genta. Cukup mengerti apa yang sedang menimpa temannya itu.

"Hubungin gue kalo lo udah siap cerita." Beni menepuk bahu Genta sebelum keluar dari aula bersama Niko.

Ruangan itu perlahan mulai sunyi sesuai dengan satu persatu orang yang keluar dari sana. Genta masih terdiam di tempatnya sampai ruangan itu kosong, tidak ada orang selain dirinya.

Sekelibat pikiran memenuhi kepala Genta, tentang perjodohan yang orangtuanya inginkan. Suara kemarahan dari seorang Evan memenuhi gendang telinga cowok itu. Demi apa pun ia tidak pernah melawan dan menolak apa yang Evan mau. Tapi kali ini Genta akan merubah pernyataan itu.

Tangan cowok itu meremas botol aqua yang sudah kosong. Pikiran itu terus menerus menyerang Genta bersamaan dengan hati yang tidak mampu untuk melepas sosok gadis yang sangat ia cintai.

Mengapa setiap apa yang kita perjuangkan selalu berujung tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan? Apakah seseorang disana berteriak untuk menyuruh kita bertahan? Lalu apa arti dari perjuangan yang selama ini kita lakukan demi mendapatkan apa yang kita harapkan. Pikirkan baik-baik.

"Agh!!" Suara berat itu dalam sekejap berteriak sebelum melempar botol aqua ke lantai. Menendang kakinya ke udara, menandakan emosionalnya sedang tidak baik kali ini.

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang