BP • 3

1.3K 59 6
                                    

Tidak susah lagi ketika Wendy menginap di apartement Genta, hampir semua barang yang cewek itu punya ada disana. Tempat ini adalah rumah kedua bagi Wendy.

Ia percaya pada Genta, begitu pula sebaliknya. Hanya itu alasan yang membuat mereka dapat seperti ini.

Setelah selesai berkutat dengan pakaian putih abu abu, kedua anak yang hampir menginjak usia 18 tahun itu berangkat sekolah bersama.

Motor sport hitam yang dinaiki Genta yang sudah siap dengan setelan jaket hitamnya, membuat Wendy memandang Genta lama.

Cowok itu memandangnya bingung, yang semakin membuat senyum Wendy mengembang. Oh, semua wanita pasti mengerti apa yang Wendy rasakan.

"Jaket lo mana?" Tanya Genta saat cewek itu duduk di belakangnya.

"Astaga, ketinggalan Ta" Wendy memukul kepalanya sendiri "Bentar ya, gue balik dulu. Tungguin."

"Mau jam berapa lagi kita berangkat?" Genta menahan Wendy yang ingin turun dari motor "Lo gak capek di marahin Bu Ratih?" Ia melepas jaketnya "Tutupin."

Wendy tau Genta sangat tidak suka ketika rok sekolah yang pendeknya di atas lutut, membuat pahanya terekspos saat menaiki motor seperti sekarang.

Alasan Genta tentu saja tidak ingin orang lain melihat dan menunjukkan tatapan memuja pada gadisnya.

"Udah bos, tancap gas!"

***

Sepanjang koridor sudah di penuhi oleh murid yang memiliki kegiatan masing masing. Gelak tawa dari salah satu kumpulan murid, dengan si kutu buku yang hanya fokus melihat kebawah saat berjalan, si pemalas yang hanya memakai seragam asal asalan, dan masih banyak lagi.

Gadis yang pagi ini membiarkan rambutnya tergerai, duduk di kursi panjang yang berada di ujung koridor seraya memainkan kaki. Matanya terfokus pada cowok yang sedang berkutat di depan locker.

Genta mengambil baju basket dan beberapa peralatan lain untuk ia masukkan ke dalam tas. Jam di pergelangannya menunjukkan pukul setengah delapan, yang berarti masih ada waktu setengah jam lagi untuk menunggu bel berdering.

"Mau latihan?" Tanya Wendy saat ketua tim basket berjalan ke arahnya, tentu saja itu Genta.

Cowok itu hanya mengangguk sementara tangannya membuka bungkus permen. Ia menarik tangan Wendy untuk berdiri, permen yang ia pegang mengarah ke mulut Wendy yang langsung diterima cewek itu.

"Aku mau ikut kamu aja, males di kelas." Wendy merangkul lengan Genta.

"Yaudah, gue mau ke kamar mandi aja."

"Terus?"

"Lo mau ngintilin gue kan?"

"Jorok ih. Gue nungguin lo latihan aja maksudnya, bukan ke kamar mandi, gimana sih ah."

Mereka menaiki tangga yang mengarah ke lantai dua. Wendy tidak suka tatapan tatapan memuja dari para siswi saat melihat Genta, ia mengeratkan rangkulannya seraya menatap tajam para siswi itu.

"Belajar di kelas aja apa susahnya sih, kutu." Genta beralih merangkul leher Wendy untuk ia jepit di dadanya.

"Ngantuk yang ada ntar," Wendy menggerakkan hidungnya di dada cowok itu "Lepas dulu ini, Ta. Susah nafas,"

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang