BP • 20

647 43 1
                                    

Wajib dengerin yang di mulmed,

Happy reading:)

***

Arah langkah Genta berbelok ke kiri menuju tangga yang menghubungkan dengan lantai teratas. Sunyi di sepanjang lorong koridor akan terus bertahan sampai satu jam ke depan.

Membuka pintu rooftop dari pada kembali ke kelas, kali ini menjadi pilihan Genta. Mungkin jika berada disana bisa sedikit memberi sebuah titik terang pada pikiran cowok itu.

Emosional tidak terkontrol menemani seluruh langkah lebar ini. Sebuah bungkus rokok tersimpan di kantong belakang Genta, yang sempat ia beli tadi.

Sudah berapa kali Genta melampiaskan seluruh perasaannya pada sebatang rokok yang sudah terselip di tangannya ini, namun selalu tertahan.

"Bayangin wajah Wendy," Tiba-tiba Beni muncul dari belakang cowok itu. Kalimat singkat yang di ucap Beni, mampu membuat Genta menghela nafasnya sebelum melempar sebatang rokok itu dan menendang kaleng bekas ke dinding.

"Bayangin senyumnya dia," sambung Beni lagi "Cuman itu yang buat lo tenang."

Genta masih memperhatikan kaleng yang mengeluarkan suara nyaring karena tendangan kerasnya. Apa sebenarnya yang menjadi penghalang antara dia dan Wendy?

Sebuah belati tajam yang sedang menusuk jantungnya, dan dalam waktu singkat belati itu akan menghancurkan semuanya. Beginilah yang Genta rasakan. Waktu yang sebentar lagi akan melenyapkan segala yang ia punya jika saja ia tidak memperhatikan satu detik yang akan datang.

Cukup mengerti bagi Beni ketika melihat wajah sahabatnya itu. Genta sudah bercerita banyak pada mereka.

"Apa kata bosnya Wendy?" Beni duduk di semen yang tak bercat itu.

Genta menutup wajahnya dengan kedua tangan sebelum menghela nafas keras dan mendongakkan kepala untuk melihat langit pagi yang begitu biru.

"Gue harus dengar penjelasan dari bokap."

"Lah? Hubungannya sama bokap lo, apaan?"

"Orangtua gue sama dia punya masalah." Genta duduk di samping Beni, melipatkan kakinya setengah, dengan kemudian menahan kedua tangannya di dekat lutut. Menghiraukan wajah kaget dari Beni.

"Bakal rumit nih kayaknya." Entah kenapa Beni sedikit waras kalau sudah menghadapi keadaan seperti ini "Lo udah tau masalahnya apa?"

"Cuman sampe permasalahan antar perusahaan. Tapi gue harus cari tau lebih jauh." Genta melihat dinding di depannya dengan tatapan kosong. Beni hanya memberi anggukan kepala dengan tanda ia sudah mengerti.

Genta masih merasakan dingin menjalar di sekitar tangannya. Saat Heri mengatakan padanya bahwa pria itu memberi waktu untuknya, disaat itu juga seluruh jiwa Genta hanya berpacu untuk mengejar waktu.

Sebuah perasaan kuat untuk berjuang bersatu dengan perasaan takut di waktu yang sama.

"Ben," panggil Genta. Beni menoleh ke samping untuk melihatnya "Gue sayang dia."

Beni memperhatikan wajah Genta, seperti ada jarum yang menusuk relung hati cowok itu hingga mengeluarkan sebuah air mata yang tidak kasat mata.

"Gue bakal ngelakuin apa pun untuk menghilangkan pemisah di antara gue dan dia."

"Apa pun itu?"

"Gue bersumpah, apa pun itu."

Beni menepuk pelan bahu Genta. Salut dengan sifat keberanian yang selalu melekat pada sahabatnya ini. Siapa pun akan selalu berjuang untuk mendapatkan apa yang berhak ia dapat.

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang