BP • 33

667 33 1
                                    

Cowok berkaus abu-abu itu duduk di kursi tunggu seraya memegang amplop coklat yang baru saja ia terima. Seorang suster memanggilnya karena ada sebuah data yang diisi sebelum melakukan tindakan penyembuhan pada Wendy.

Ia menatap lantai dengan pikiran yang beradu di kepalanya. Dokter mengatakan rumah sakit akan secepatnya mencari transplantasi hati yang cocok dengan tubuh Wendy. Itu semua merupakan bantuan dari saudara kandung Vina yang merupakan dokter di rumah sakit ini.

Genta menyerahkan semua harapannya pada dokter. Ia melakukan apa saja asalkan gadisnya bisa terlepas dari penyakit ini. Untuk sekali lagi, Genta meminta kepada sang kuasa agar mengabulkan doanya. Mungkin itu satu-satunya jalan setelah Genta melalui semua perjuangan untuk Wendy.

Ia hanya meminta satu. Lepaskan gadisnya dari penyakit itu, dan biarkan Genta menjalani hari-hari dengan Wendy yang selalu ada di sisinya.

"Keluarga Wendy,"

Genta berjalan ke depan suster itu. Ia menulis tanda tangannya di atas surat yang menunjukkan perihal melakukan operasi untuk Wendy. Setelah mendengar arahan dari wanita itu, Genta berterima kasih dan menjauh dari sana.

Yang cowok itu pikirkan adalah, Wendy belum mengetahui sama sekali tentang penyakit yang di deritanya, bahkan Genta sempat berbohong saat cewek itu bertanya, ia mengatakan semua masih dalam pertimbangan dokter.

Hingga pikiran itu hilang saat Genta membuka pintu kamar inap, dan melihat gadisnya yang sedang membaca sebuah surat dari amplop. Genta lupa, Wendy dapat dengan mudah bergerak saat infus di tangan cewek itu sementara di lepas karena ada pembengkakan di tangan.

Wendy yang masih membaca isi surat itu, menghiraukan Genta yang berjalan lemah kearahnya. Sususan kata-kata disana mampu membuat Wendy merasakan jantungnya seperti di tusuk jarum-jarum hingga mengeluarkan sakit yang tidak berdarah.

Sesulit ini jalan hidupku, Tuhan.

Kalau perasaan Genta saja tidak kuat saat melihat pernyataan dari dokter, bagaimana halnya dengan Wendy yang kini sudah menyerah dengan semua.

Kenyataan yang kini menghantam Wendy, membuat cewek itu memiliki dua perasaan di dalam hati. Sudah dari dulu ia ingin menyerah dengan semua ini, namun di satu sisi ia mencintai Genta dengan seluruh umur yang menyertainya.

Perlahan pandangan Wendy memburam bertepatan dengan satu tetes air mata yang jatuh membasahi kertas. Genta yang sama lemahnya dengan Wendy, mengambil pelan surat itu dari tangan gadisnya.

Mata sayu Wendy menatap Genta dengan pandangan kehancuran yang mampu menyiksa cowok itu. Tangan kecilnya di raih oleh Genta yang kini tidak dapat lagi menutup kesedihan terdalamnya. Cowok itu duduk di tepi ranjang, menunduk memperhatikan tangan gadisnya.

"Kamu udah tau?" Suara purau Wendy menusuk pendengarannya. Genta tetap diam karena rasa ini mengalahkan seribu kata yang mengantri. Ia mengusap kepala Wendy bersama tangan kiri yang masih menggenggam erat tangan gadisnya.

Kedua pasang mata itu saling bertatap dalam, memancarkan kepedihan yang sama terasanya. Genta menghapus air mata Wendy yang terus mengalir.

"Di satu sisi, aku nyerah, Ta." Wendy menggigit bibir bawahnya saat isakan tidak dapat ia tahan.

Genta menggeleng kuat, menyatakan bahwa ia benci mendengar ucapan itu. Ia masih mengumpulkan kekuatannya untuk dapat berbicara di hadapan Wendy meski kerutan di dahi Genta menandakan ia sedang menahan sesuatu.

"Lawan sakit ini, untuk aku."

"Gak ada jalan untuk aku sembuh," Wendy menunduk, memukul dadanya yang kian sakit.

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang