BP • 17

599 37 1
                                    

Pertandingan di SMA Dirga akan mulai sebentar lagi. Kini gedung luas itu di ramaikan oleh murid dari berbagai sekolah. Ada yang menjadi supporter, ada yang memang mengikuti lomba, dan masih banyak yang lain. Belum lagi disana terdapat penjual makanan yang mungkin di sewa agar meramaikan acara ini.

Berbagai model seragam menunjukkan masing-masing lambang sekolah mereka. Termasuk dua cewek yang sedang memakai kemeja putih susu yang di padukan dengan rok kotak-kotak biru navy dengan perpaduan coklat muda. Setelan rompi dengan warna senada memberikan cetakan lambang sekolah mereka yang berada tepat di atas dada.

Beberapa cowok menggoda mereka saat melewati kerumunan yang menghalang jalan. Tidak jarang pula ada yang memandang mereka dengan tatapan tidak suka dan terang-terangan mencibirnya.

Tidak ada gunanya mempermasalahkan itu, karena ada yang lebih mengganggu pikiran sejak mereka tiba di sekolah tetangga ini. Cewek yang sekarang memakai bando hitam itu, kembali membuka handphonenya seolah akan mendapat satu notifikasi saja.

"Lo kenapa sih, Wen? Dari tadi gue perhatiin gak ada diem-diemnya." Vina memandang dengan heran pada sahabatnya ini.

Wendy menghela nafasnya pelan, mengatur kembali wajahnya agar tampak seperti biasa-biasa saja. Entah lah, sejak kejadian malam itu Wendy tidak mau berjumpa dengan Genta. Rasanya aneh saja.

Kembali terlintas di bayangan Wendy saat bibirnya bertemu dengan bibir manis itu. Nyawanya seperti sedang bernari-nari di langit ketujuh. Anehnya, semua rasa sakit atau pun cemburu langsung menghilang dari benak Wendy. Sebesar itu pengaruh Genta terhadap dirinya. Wendy menggeleng keras ketika ia menginginkan sentuhan itu lagi.

"Lah? Sekarang geleng-geleng. Ya gusti, temen aing kenapa dah?" Vina memegang bahu Wendy "Wen? Sadar!"

"Gue lagi sadar," Wendy melepas tangan Vina dari bahunya.

Jika saja ini bukan paksaan dari Beni, Niko dan Vina, pasti Wendy tidak datang ke acara pertandingan ini hanya karena menahan sesuatu yang di inginkannya itu terjadi lagi.

Mereka bergabung ke kumpulan murid yang memakai baju sama seperti kedua cewek ini. Disana sudah terdapat tempat duduk khusus bagi penonton yang ingin memberi dukungan.

Vina menyikut lengan Wendy hingga cewek itu menoleh bertepatan dengan matanya menemukan Genta dan dua temannya berjalan ke arah mereka. Seketika Wendy ludah Wendy terasa berat untuk di telan. Ia mencoba untuk terlihat biasa-biasa saja walau jantungnya serasa sedang di pompa.

Cuman Genta elah, Wen! Kok gugup gini sih. Santai cuy, santai.

"Lo pasti mau liat gue, ya kan? Jujur lo," Beni menunjuk Vina dengan gaya songong khasnya.

Wendy membuang pandangannya ke segala arah, menghindar dari mata Genta yang sedari tadi terus menatapnya seraya tersenyum geli.

"Bilang aja lo memang berharap kalo gue nengokin lo, woo!"

"Memang iya!" Jawab Beni dengan suara yang keras. Vina seketika melotot dan melempar kertas pada cowok itu.

Niko asik menggoda perempuan yang lewat di hadapan mereka. Membuat Genta jenuh sendiri dan menoyor kepala temannya itu "Mantap sih, Gen. Banyak yang bening-bening disini, rugi di lewatin"

Genta beralih menarik Wendy yang sedang asik memperhatikan para cheerleaders. Gadis itu tampak terkejut sebelum berhenti di tempat yang Genta bawa, sedikit sepi disini. Wendy menyelipkan rambutnya ke belakang, merasa canggung ketika sunyi sempat menghinggap.

"Masih marah?" Genta melepas tangannya dari lengan cewek itu. Sedangkan Wendy hanya diam tanpa berniat menjawab. Ia menunduk, memainkan ujung sepatunya dengan lantai.

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang