Hana menuju lemari besar berwarna hitam legam sambil membawa satu keranjang penuh dengan pakaian. Ia menata pakaian Jimin di lemari. Bilik demi bilik terisi dengan pakaian mereka berdua.
Semua baju Jimin berlengan panjang. Mungkin Jimin tidak ingin mengekspos lengan kekarnya. Asumsi Hana. Pernah sekali Jimin memakai pakaian yang sedikit ketat dan itu sukses memperlihatkan otot-otot pada lengannya. Fantasi Hana sempat liar beberapa saat. Namun ia menepisnya.
Sadarlah Hana! Jimin bahkan hanya menyentuh ujung kepala dan tanganmu. itupun dengan durasi tidak lebih dari 5 detik. Tidak lebih.
Kembali ke dunia nyata. Hana kembali merapikan pakaian-pakaiannya. Jimin masih berada di kamar mandi.
Tunggu...
Ini sudah hampir satu jam dia berada di sana. Biasanya Jimin tidak membutuhkan waktu selama ini. Hana berjalan menuju kamar mandi. Tangan kanannya sudah menggantung di udara hendak mengetuk pintu. Namun Jimin sudah membukanya terlebih dulu. Kedua pasang mata saling bertemu.
Hana melihat mata sendu Jimin. Sementara pemilik mata itu hanya berlalu tanpa menghiraukan Hana. Hana masih mematung di tempat. Diedarkan matanya ke seluruh isi kamar mandi. Entahlah perasaannya mengatakan ada yang tidak beres.
Binggo!! Hana menemukan sampah tisu dibawah wastafel yang terlihat beberapa bercak darah. Hati Hana nyeri. Bagaimana hal seperti ini tidak diketahui Hana?
Oh tentu saja. Jimin tidak akan mengatakan apapun. Namun hasrat Hana memprovokasi. Hana menghampiri Jimin yang sudah bersiap pergi. Bahkan di hari liburpun Jimin pergi. Terlihat beberapa tetes darah membekas di lengan Jimin.
"Jimin... kau tidak apa-apa?" tanya Hana pelan. Jimin tidak menghiraukan. Sibuk mencari ponselnya.
"itu.. masih ada sisa darah di lenganmu. Seharusnya kamu ganti baju." Ucap Hana sambil menunjuk lengan kanan Jimin. Jimin sedikit membulatkan matanya lalu pergi mengganti baju.
Dia tidak mengatakan apa-apa.
Jimin... bisakah sekali saja aku berperan sebagai istrimu?
Ayolah Hana jangan banyak menuntut. Kamu hanya memiliki status istrinya. Tidak lebih. Jangan bertindak lebih jauh. Kamu seharusnya bersyukur Jimin menopang hidupmu. Kamu hidup sendiri. Bahkan kamu sekarang tidak bekerja.
Memang benar Jimin memberikan kebebasan untuk Hana. Jimin hanya meminta Hana untuk berhenti dari tempat kerjanya. Alasannya, agar orang-orang kantor tidak curiga tentang pernikahan mereka. Cukup masuk akal.
Sisanya? Jimin membebaskan Hana melakukan apapun. Namun sikapnya membuat tembok besar. Dia bisa bersikap manis- ralat. Sopan kepada Hana. Namun selebihnya Hana tak terlihat. Jimin tidak pernah membentak ataupun memarahi Hana. Apapun yang Hana lakukan di sini Jimin hanya diam. Entah tidak peduli ataupun tidak ingin mengekang Hana.
---
Jimin kembali dengan pakaian yang baru. Segera ia menuju pintu apartemen.
"hati-hati, Jimin. Jangan sampai terluka lagi." Ucap Hana. Matanya mengisyaratkan kekhawatirannya. Ia sendiri tidak tahu penyebab darah itu muncul. Namun hanya itu yang Hana dapat ucapkan. Jimin mengangguk.
"hidungku berdarah. Terlalu lelah."
Bahkan Jimin dapat membaca matanya.
---
Ini sudah larut malam. Hana tidak dapat tidur. Ia masih memikirkan Jimin. Tidk seperti biasanya yang dimana Hana hanya harus tidur karena Jimin sering pulang malam-entah pukul berapa-
Dan Hana pun tidak tahu Jimin tidur berapa jam. Karena setiap Hana bangun Jimin sudah berpakaian rapi.
Hana terlalu khawatir pada jimin. Bagaimana jika dia terlalu lelah? Bahkan jauh lebih buruk dari keluarnya darah di hidung?
Cklek
Hana bangun dari tempat tidurnya. Kakinya langsung berjalan menuju sumber suara. Ia melihat Jimin sangat berantakan. Matanya merah. Rambutnya basah. Bajunya juga. Diluar tidak hujan. Hana menghampiri Jimin. Pedih hati Hana melihat suami yang ia cintai seperti ini. Banyak pertanyaan yang ada di kepala Hana.
"Jimin.." hanya ini yang Hana dapat ucapkan. Tubuh Jimin mendekat. Membuat Hana mundur bebrapa langkah. Jimin semakin mendekat. Hingga kaki Hana menabrak sofa di belakangnya dan membuat Hana terduduk disana. Jimin ikut duduk bersebelahan dengan Hana. Mendaratkan kepalanya di pundak Hana. Nafas Jimin yang terasa jelas di leher Hana membuatnya membeku.
"Jimin.. kamu kenapa?"
"biarkan aku seperti ini. Sebentar saja."
Hana memberanikan diri mengangkat tangannya dan menepuk pelan punggung Jimin. Jimin merangkul pinggang Hana dan semakin memperdalam tumpuan kepalanya. Kali ini Hana diam. Membiarkan dirinya mengalirkan ketenangan kepada Jimin.
Merasakan badan Jimin sedikit gemetar, Hana memeluk Jimin. Membiarkan Jimin tidur di pelukannya. Menumpu dagu pada puncak kepala Jimin. Memjamkan matanya.
Aku mencintaimu
to be continued...
---
vote dan komennya jangan lupa ya :* hargai karya orang lain heuheuheu
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN PAIN
FanfictionCOMPLETED cast : Park Jimin BTS Kim Hana (OC) aku bukan pria jahat. aku harap. - park jimin diambil dari kisah nyata dengan gubahan yang diperlukan