4

4.3K 540 15
                                    

vote dan comment ditunggu yaach :*

----

"aku mencintaimu." Bibir Jimin menyentuh lembut bibir istrinya.

Mata Hana refleks terpejam. Membiarkan suaminya menguasai raganya sejenak. Kecupan singkat tersebut memberikan sengatan kedalam diri Hana.

"p-pembohong." Hana masih sesenggukan. Jimin tersenyum kecil. Mengusap kembali pipi Hana yang memanas.

"percaya satu hal padaku. Aku sungguh mencintaimu. Beginilah caraku mencintaimu." Seakan semua pertanyaan yang memutar di pikiran Hana terwajab dari kalimat singkat Jimin.

"a-aku.. juga."

Kini giliran kening Hana yang mendapatkan kecupan lembut dari bibir suaminya.

"mandilah. Kamu terlalu kacau." Ucap Jimin. Hana menggeleng.

"aku terlalu lelah. Aku ingin tidur."

"baiklah. Aku akan menidurimu." Jimin menaikkan sudut kiri bibirnya.

Hana membulatkan matanya. Mendorong pelan badan Jimin dan berdiri dari sofa.

"a-aku.. aku ambil handuk dulu." Kaki Hana langsung lari menuju kamar mandi sambil memegang kedua pipinya. Jimin yang menyaksikan tingkah istrinya terkekeh kecil.

"maafkan aku. Hana. Aku sungguh suami yang buruk." Gumam Jimin. Jimin baru berdiri dari adegan jongkoknya tadi dan mendaratkan tubuhnya di sofa.

---

"makanlah." Hana menyodorkan roti panggang dengan selai kacang dan segelas susu hangat. Wajah Hana lebih bersinar dari sebelumnya. Ia menopang wajahnya dengan kedua tangannya diatas meja. Melihat suaminya memakan sarapan buatannya. Baru kali ini ia dapat menatap wajah suaminya dengan hati yang bahagia. Sementara yang ditatap masih sibuk dengan ponsel.

"kamu juga makan." Ucap Jimin saat melepas ponselnya. Hana menggeleng.

"aku lupa membeli roti. Jadi hanya itu yang dapat aku buat. Makanlah. Aku nanti akan memasak yang lain."

Jimin memotong roti tersebut menjadi dua. Menyodorkan salah satu potongan roti tersebut ke depan mulut Hana. Hana melongo.

"cepat makan. Tanganku mulai pegal." Dengan gugup Hana memakan roti tersebut. Senyum Hana tak dapat disembunyikan.

"aku rindu senyum itu." Ucap Jimin pelan sambil memakan potongan roti yang lain. Sangat pelan.

"apa?" tanya Hana. Jimin tidak merespon pertanyaan Hana.

"kamu tidak ke kantor?" tanya Hana. Jimin yang biasanya sarapan dengan menggunakan setelan baju kantor kini mengenakan hoodie hitam dengan celana jeans biru pucat.

"aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Cepat ganti baju."

---

Mobil sedan putih Jimin berhenti di depan bangunan yang sedang sebagian sedang tahap renovasi. Tulisan dari papan nama yang mulai memudar mengingatkan Jimin tentang masa lalunya saat berada di sana.

Mereka keluar dari mobil dengan mata yang masih menatap bangunan tersebut.

"ini..." ucap Hana terhenti.

"ini rumah kita. Dulu."

Hana tertegun. Mencoba mengingat kembali masa lalunya saat berada di panti asuhan tersebut. Ia tidak ingat memiliki teman seperti Jimin di panti tersebut.

"ayo masuk." Jimin mendahului langkah Hana menuju panti asuhan tersebut.

Disana mereka disambut oleh pengurus panti asuhan. Tentu saja ia menyambut Jimin dengan ramah, secara Jimin sering menyumbangkan hartanya ke panti asuhan tersebut.

"papan namanya belum diperbaiki ya?" tanya Jimin.

"maaf tuan Park. Kami belum sempat memberbaikinya. Karena tenaga disini masih digunakan untuk pembangunan di belakang." Ucap pengurus panti.

"jangan terlalu terburu-buru. Yang penting hasilnya maksimal."

Pengurus panti mengangguk.

Mereka berjalan mengelilingi panti asuhan tersebut. Banyak yang telah berubah dari tempat ini. Hana mencoba mengingat tiap-tiap letak bagian dari tempat ini. Rasanya Hana sudah lama tidak mengunjungi tempat ini lagi. Semenjak ia mulai pindah ke Seoul untuk mencari pekerjaan. Ponsel pengurus panti tersebut berbunyi.

"maaf, saya ada keperluan sebentar."

"silahkan. Aku dan istriku akan berkeliling sendiri." Ucap Jimin yang disambut dengan bungkukkan dari pengurus panti. Ia pun meninggalkan Jimin dan Hana. Mereka melanjutkan berkeliling tanpa berbicara.

Kaki mereka sampai ke sebuah taman yang ditengahnya terdapat pohon yang sudah tua.

"kamu ingat tempat ini?" tanya Jimin sambil memasukkan tangannya kedalam kantong hoodie. Hana mengangguk.

"kamu adalah penghuni panti paling berisik." Kekeh Jimin.

Hana mengaruk kepalanya. Malu saat teringat masa kecilnya.

"dipohon itu. Aku sering menangis. Sendiri." Jimin menghela napas panjang, melanjutkan kalimatnya. "dan kamu datang. Menenangkanku. menepuk punggungku dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja."

Hana mencoba mengingat. Sial! Ingatannya terlalu lemah.

"aku adalah anak kecil yang sering diobati pengasuh karena sering mengaku terjatuh dipohon itu."

Hana membelalakkan matanya. Ia ingat Jimin!

"KAMU JIMIN YANG ITU?!"

Jimin tersenyum. Mengangguk kecil. Seketika tangan Hana menggantung di udara hendak menyentuh lengan Jimin.

"Jimin..." tangan Hana turun. Meremas baju bawahnya.

"benar. Aku Jimin yang itu."

Ujung mata Hana sudah dipenuhi air mata. Sedikit lagi air matanya akan jatuh.

"Park Jimin..." kedua tangan Hana gemetar.

"iya. Aku suamimu yang punya penyakit mental itu."

Hana memeluk Jimin. Menangis di dada Jimin. "Park Jimin..."

Jimin memeluk tubuh kurus Hana. "sampai sekarang. Aku masih mengidap penyakit itu."

to be continued...

----

ulululululullulululululululullu update dalam sehari~~~~~ kritik dan saran diperlukan dalam memperbaiki kekurangan aku, jadi jangan sungkan buat kritik-kritik aku yaa. vote juga hehehehhehe.. ada yang mau request cerita? bisa comment juga kok~~

thank you udah mampirrrrr. salam mesra dari Jimin mmuuachhhh

HIDDEN PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang