6

3.9K 462 7
                                    

Melihatmu terluka sama saja dengan membuat diriku terluka juga. Kumohon jangan terluka, suamiku. – Park Hana

---

"dia ibuku."

Deg!

Hana memundurkan sedikit tubuhnya. "i-ibu?"

Jimin menatap mata istrinya. Mengisyaratkan bahwa dirinya bertanya dengan pertanyaan istrinya.

"kenapa kamu mengusir ibumu sendiri?" seakan keberanian meresap kedalam diri Hana hingga ia berani berkata seperti itu, dan bahkan dapat memancing amarah suaminya lagi.

"apa maksudmu? Sudah kukatakan dia wanita jahat!"

"dia keluargamu, Jimin."

"DIA WANITA JAHAT!"

"seharusnya kamu bersyukur masih memiliki keluarga." Air mata menggenangi penglihatan Hana kepada Jimin. "sementara aku hanya memilikimu."

"oh jadi kamu tidak bersyukur memilikiku?" Hana sukses memancing amarah Jimin.

"bukan itu maksudku." Hana meneteskan air matanya. Menyadari bahwa ia tidak bisa mengingat sosok Ibunya, yang ada diingatan Hana sejak kecil hanyalah suasana panti asuhan. Seharusnya suaminya bersyukur masih dapat melihat wajah Ibunya dan bahkan dapat memeluknya.

"KAMU TAHU APA TENTANG DIA?!"

BRAK!!

Jimin membanting tas makanan hingga isinya tumpah berantakan. Hana menatap lauk-pauk dan nasi yang berceceran, hasil jerih payahnya memasak untuk suaminya.

"kamu pilih wanita jahat itu atau aku, suamimu?" tanya Jimin dengan nafas yang kembali memburu.

"apa maksudmu Jimin?" bukan ini keinginan Hana datang ke sini. Bukan pertengkaran seperti ini yang diinginkan Hana.

"bukan aku yang jahat Hana. BUKAN AKU! TAPI DIA!"

"Dia ibumu. Wanita yang melahirkanmu"

"PERGI!!" bentak Jimin. Hana semakin menangis. Ia terpaksa keluar. Menghapus air matanya dan berusaha berhenti menangis. Ia tidak ingin terlihat oleh pekerja disini sedang menangis. Ia tidak ingin Jimin memiliki gosip bahwa ia membiarkan istrinya berjalan menangis.

Bahkan dalam kondisi seperti ini pun Hana masih memikirkan Jimin.

Hana berjalan melewati serangkaian orang yang membungkuk hormat padanya, hingga ia menangkap sosok wanita yang tadi Jimin usir. Ia duduk di loby sambil mengusap pipinya. Tentu saja Hana tahu dia masih menangis meskipun matanya sudah tertutupi oleh kacamata hitam.

Hana menghampiri wanita tersebut. "permisi.." Hana membungkuk kepada ibu mertuanya-yang tentu saja belum disadari bahwa yang di depannya ini adalah menantunya-

"kamu siapa?" tanya wanita tersebut dingin.

Hana mencoba tersenyum. "aku Park Hana. Istri dari Park Jimin."

Wanita tersebut terdiam. Hana sulit melihat matanya karena kacamata hitamnya. Bingung akan penilaian ibu mertuanya ini kepada dirinya.

"lalu?" tanya Ibu Jimin.

"a-aku sudah tahu, kalau anda adalah ibu mertuaku." Hana menunduk. Tangan hangat ibu Jimin meraih tangannya. Terdengar isakan kecil dari bibir Ibu Jimin.

"ayo ikut aku ke mobil." Hana menuruti permintaan Ibu mertuanya.

---

Genggaman tangan Ibu Jimin belum terlepas dari tangan Hana bahkan sampai mereka di dalam mobil. Ia mengisyaratkan kepada sopirnya untuk meninggalkan mereka berdua.

"Hana. Namamu Hana kan?" ucap Ibu Jimin lembut. Hana menoleh. Ibu Jimin merangkul hangat tubuh kurus Hana. Mendengar kembali isakan Ibu Jimin.

"i-ibu" Hana menangis. Ini pertama kalinya dalam ingatan Hana ia dapat merasakan pelukan dari sosok Ibu. ia merangkul Ibu Jimin. Aroma parfum mewah milik Ibu mertuanya masuk ke dalam rongga hidung miliknya. Sungguh Hana sangat menginginkan saat tubuhnya direngkuh oleh sosok Ibu.

"apakah Jimin makan dengan baik?" tanya Ibu Jimin masih terisak. Hana hanya mengangguk.

"apakah Jimin menyusahkanmu?" Hana hanya menggeleng. Ia tidak mampu berkata apa-apa lagi. Tenggorokannya terasa kering, tak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Hatinya sesak. Bagaimana wanita yang penuh kehangatan ini dapat membuat Jimin berkata bahwa dia wanita yang jahat.

"aku Ibu yang buruk. Jagalah Jimin untukku. Kumohon." Ibu Jimin melepas rangkulannya.

Jimin..." Hana sesenggukan. "Ji-Jimin, sakit."

Ibu Jimin mengusap pipi Hana yang berlumuran air mata dengan sayang. "dia sakit apa?"

"mental."

Lagi-lagi ia menangis, kini lebih kearah sedikit menjerit. Memukul-mukul dadanya.

"ini karna aku, Hana. Ini karna aku! aku jahat kepadanya. Aku ibu yang buruk. Aku ibu yang brengsek!" Hana menahan tangan Ibu Jimin agar tidak memukul dadanya lebih keras lagi.

"tidak..." Hana menangis.

"Andai saja jika aku bisa memiliki uang yang banyak. Andai saja jika Jimin tidak melihatku dipukuli ayahnya. Andai saja jika aku tidak meninggalkan Jimin begitu saja di rumah. Ini tidak akan terjadi."

Jelas! Hana sekarang mengetahuinya dengan jelas! Alasan penyakit mental Jimin. Ini karena trauma masa kecilnya. Ini karena kejadian di masa kecilnya. Karena Ibunya sendiri yang membuat Jimin tersiksa bahkan sampai sekarang. Karena Ibunya sendiri Jimin harus terluka selama ini.

"OH TUHAN!! JIMIN!!!" Hana kaget mengingat Jimin.

to be continued...

-----

bombardir apdetan dulu yak muehehehhehe.. tenang ada lanjutannya kok malam ini.

lav yaaahhhh

HIDDEN PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang